spot_img

Nanopartikel Origami DNA Untuk Perawatan Penyakit Ginjal Akut

Medgadget

Origami DNA adalah teknik untuk membangun molekul dengan bentuk yang berbeda-beda dari empat basis nukleotida standar. Berbagai bentuk dapat dibangun, seperti tabung, pyramid, dan kubus, bentuk dari molekul ini juga dapat mempengaruhi aspek fungsionalitas mereka. Terakhir, teknik ini juga terbukti berguna untuk merawat penyakit ginjal akut (AKI).

Nanostruktur origami DNA (DON), yang dikembangkan tim peneliti di University of Wisconsin-Madison, Arizona State dan beberapa lembaga di China, terbukti mampu melindungi ginjal dari penurunan fungsi hingga AKI dan membantu pemulihan luka ginjal. Efek ini dapat dibandingkan dengan standar penanganan terkini, yang disebut antioksidan N-acetylcysteine (NAC).

Risetnya diuji pada tikus dan sel ginjal embrionik manusia, dan hasilnya efektif pada keduanya.

“Kolaborasi antardisiplin antara nanomedicine dan tim pencitraan in-vivo yang dipimpin oleh professor Weibo Cai di University Wisconsin-Madison dan tim nanoteknologi DNA menghasilkan aplikasi baru – menempatkan nanostruktur origami DNA untuk merawat penyakit ginjal akut.” Ujar Yan salah satu anggota tim peneliti. “Ini mewakili munculnya harapan baru pada riset nanoteknologi DNA.”

Pada studi tersebut, untuk menunjukkan letak nanostruktur DNA dan tempat berkumpulnya, pencitraan tomografi beremisi positron (PET) digunakan. Ini membantu mengenali konsentrasi nanopartikel origami DNA dan bentuk terbaik yang paling sesuai untuk perawatan.

Pelolosan Uji MRI Vantage Orian 1.5 Tesla Dari Canon

Canon Medical mendapatkan pengesahan Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) di pasar Amerika Serikat untuk pemindai Tesla MRI Vantage Orian 1.5. Mengunggulkan rongga pemindai selebar 71 sentimeter dan bunyi operasi tenang berkat sistem Pianissimo dan teknologi Zen Pianissimo nya. Pianissimo yang mengurangi yang dihasilkan dari prosedur operasional, sedangkan Pianissimo Zen membantu pemindaian diselesaikan pada tingkat kebisingan tertentu. Untuk membantu pasien muda dan yang mengalami kegelisahan di dalam ruang pemindaian, Canon menyajikan pengalaman virtual imersif bernama MR Theatre yang memadukan audio dan video untuk mengalihkan kegelisahan dan ketakutan pasien saat berada di dalam rongga pemindai.

Pemindai dikembangkan untuk memaksimalkan produktivitas dan mengurangi biaya operasional. Rapid Scan, yang sudah terintegrasi kedalam pemindai, mampu menjalankan banyak pemindaian lebih cepat dari sebelumnya. Perangkat perencanaan ForeSee View membantu menyiapkan pemindaian seoptimal mungkin hingga tidak perlu melakukan pemindaian ulang. Teknologi tambahan membantu pemindaian kardio dan perfusi tanpa harus meminta pasien menahan napas.

“Kami berusaha menawarkan pelanggan kami perangkat pencitraan diagnostic premium yang harus mengedepankan akurasi, keyakinan dan penanganan pasien yang efektif.” Ujar Dominic Smith, direktur senior, unit bisnis CT, PET/CT dan MR, Canon Medical Systems Amerika Serikat, Inc.

“Vantage Orian dirancang untuk meningkatkan produktivitas namun juga memastikan kenyamanan pasien dan membangun kepercayaan klinis mutlak dari pasien.”

Uji Mutasi BRCA1 Point-of-Care Yang Selesai Dalam 20 Menit

Medgadget

Gen satu kanker payudara (BReast CAncer gene one – BRCA1) adalah salah satu gen yang paling berpotensi terhubung dengan resiko kanker payudara. Sayangnya, teknologi untuk mendeteksi gen terkini bergantung pada laboratorium dan keahlian penafsiran hasil analisisnya. Tim peneliti di Lousiana State University kini mengembangkan system berbasis-smartphone bernama FLuoroZen yang dapat menguji mutasi BRCA1 yang terkena kanker dimanapun hanya dalam waktu dua puluh menit.

FLuoroZen menganalisis DNA dalam cairan tubuh atau darah pada sampel yang ditempatkan pada kertas nitroselulosa, di atas slide mikroskop. Perangkat kemudian mendeteksi noda pancaran radiasi oligonukleotida pada kertas nitroselulosa berkat dua penyaring yang memindai semua cahaya kecuali dua frekuensi cahaya yang berbeda. Satu frekuensi merangsang warna pancaran dan yang satunya digunakan untuk mengukur spectrum cahaya yang dipancarkan.

Noda yang lebih terang menunjukkan adanya gen BRCA1 yang termutasi. Perbedaan intensitas cahaya antara noda positif dan negatif tidak akan begitu terlihat, namun smartphone dengan aplikasi khusus dapat mengenalinya dan menampilkan hasil akhir analisis.

Teknologi ini tidak hanya mampu mengenali mutasi BRCA1. “Pemanfaatan mikrofluida kertas untuk pengujian biologis, yang disesuaikan dengan pengaturan analisis smartphone membuka kemungkinan pengalihan berbagai macam uji dari uji klinis hingga environmental ke uji fleksibel di tempat pasien (POCT).“ ujar Manas Gartia, asisten professor di Lousiana State.

“Dr. Melvin [Profesor Teknik Kimia LSU Adam Melvin] tertarik dengan penelitian neurotoksin dan hepatotoksin, seperti mikrosistin dan cyanopeptolin, akibat dari penemuan ganggang emas berbahaya di Danau Pontchartrain. Jika kita dapat memeriksa pancaran radiasi warna toksin tersebut, maka kita akan dapat mendeteksi apakah toksin tertentu tersebut ada di area berair lingkungan anda.”

Perangkat Pacu Jantung Kecil Untuk Balita Dari Medtronic

uip2108

Tim Peneliti dari Children’s National Health System, bekerja sama dengan tim teknisi dari Medtronic, mengembangkan alat pacu jantung kecil yang bisa ditanam pada balita. Berukuran hanya satu sentimeter kubik, hanya sebesar ukuran pil, yang memungkinkan perangkat ditanam dalam tubuh anak dengan cara yang seinvasif mungkin.

Belakangan, karena ukurannya yang besar, alat bantu pacu jantung pada anak dipasang di luar tubuh atau membutuhkian pembedahan dengan bekas luka besar. Perangkat baru ini berukuran sangat kecil hingga cukup dengan pembedahan satu sentimeter maka perangkat dapat diletakkan dibawah tulang rusuk.

Pembedahan digunakan tidak hanya untuk alat pacu jantung, namun juga untuk meletakkan ujung elektronik dan melekatkannya pada perikardium. Prosedur ini jauh lebih cepat, tidak begitu bersifat invasif, dan mengurangi rasa sakit yang ditimbulkan dan mempercepat pemulihan pasien anak. Tentu, biaya keseluruhan prosedur dan perawatan sesudahnya akan lebih efisien.

“Sebagai kardiolog dan ahli bedah pedriatik, tujuan kami adalah untuk mengutamakan kesehatan dan kenyamanan anak.” ujar Rohan Kumthekar, M.D., salah satu dokter ahli di Children’s National yang ikut mengembangkan perangkat dan cara penanamannya.

“Kemajuan dalam bidang pembedahan cenderung mencari cara baru yang kurang invasif. Banyak bedah laparoskopik pada dewasa dan anak yang membutuhkan pembedahan terbuka, termasuk bedah apendiks dan pengangkatan kantung empedu. Namun, menempatkan kabel elektronik pacu jantung harus selalul melalui pembedahan terbuka. Kami berusaha menerapkan kemajuan tersebut pada bidang kardiologi pedriatik untuk kepentingan pasien kami.

Risetnya, sejauh ini, sudah diuji pada model anak-anak, dan uji klinis selanjutnya mungkin bisa merevolusi perawatan cardiac arrhytmias.

Berikut keterangan resmi pihak Children’s National:

Dengan bantuan port akses dua-channel yang sebelumnya dikembangkan tim peneliti Dr. Charles Berul, operator dapat memasukan kamera kedalam dada dan mampu merekam gambar keseluruhan prosedur. Mereka dapat memasukan tabung sempit melalui saluran kedua untuk mengakses pericardial sac, lapisan seperti plastik di sekitar jantung. Miniatur perangkat pacu jantung yang lebih kecil dapat diletakkan pada permukaan jantung dalam visualisasi langsung. Langkah akhirnya adalah memasukkan perangkat ke dalam pembedahan dan menutup luka kulit, dengan bekas luka kecil dan bukan 2 garis bedah panjang.

Waktu rata-rata dari tahap pembedahan hingga penanaman (implan) dalam pembedahan torakoskopik sekitar 21 menit, dan keseluruhan prosedur hanya membutuhkan kurang dari sejam. Sebaliknya pembedahan pediatrik jantung terbuka terkini bisa memakan waktu beberapa jam, bergantung pada kompleksitas medis pasien anak.

Plester Kulit Nanoneedle Untuk Injeksi Pengobatan Kedalam Sel

Alphr

Menginjeksi obat langsung ke sel kulit menggunakan jarum kecil (nanoneedles) mikroskopik lazim digunakan untuk perawatan efektif pasien dengan kondisi kulit tertentu tanpa harus melukai sel kulit yang akan dirawat. Jarum silikon belakangan dikembangkan untuk menrapkan metode ini, namun sifatnya kaku dan mungkin menyakitkan, dan tidak efektif. Karena jarum yang digunakan biasanya ditempel pada lapisan silikon yang kaku.

“Untuk mengatasi masalah ini, kami mengembangkan metode yang memungkinkan pemindahan fisik melalui nanoneedle silikon vertikal ke biopatch,” ujar Chi Hwan Lee, asisten profesor di Purdue University. “Plester nanoneedle ini tidak hanya fleksibel namun juga transparan, sehingga dapat melakukan observasi real-time terus menerus interaksi antara sel dengan jarum yang ditanam.”

Tim peneliti dari Purdue University dan Hanyang University North Korea kini mengembangkan platform fleksibel dan transparan untuk plester nanoneedle silikon, yang menghindari pemberian obat minimal langsung ke sel hidup dan pemberian obat yang lebih akurat.

Plester nano tidak hanya bisa diletakkan di atas permukaan kulit, namun juga antara otot dan di dalam jaringan untuk penanaman jangka panjang. Untuk penempelan pada kulit plesternya berbentuk transparan sehinggu jaringan dibawahnya dapat juga dipantau kesembuhannya.

“Ini berarti delapan atau sembilan jarum kecil dapat diinjeksikan kedalam sebuah sel tanpa harus merusak sel. Sehingga kita dapat menggunakan jarum ini untuk memberikan biomolekul kedalam sel atau bahkan jaringan dengan penanganan invasif seminim mungkin.” tambah Chi Hwan Lee.

Perangkat Drainase Glukoma Dengan Fitur Self-Cleaning Magnetik

medgadget

Tim peneliti Purdue University merancang purwarupa perangkat drainase glukoma yang dapat membersihkan sendiri menggunakan gelombang magnet eksternal. Inovasi ini dapat membantu menciptakan implan yang dapat bertahan lebih lama dari model yang lazim digunakan sekarang.

CDC melaporkan sekitar tiga juta warga Amerika menderita glukoma. Kini, obat resep praktisi medis, atau saran pembedahan implantasi perangkat drainase untuk meringankan tekanan mata dan memulihkan penglihatan. Namun, pendekatan ini tidak selamanya berhasil.

Salah satu masalahnya adalah perangkat drainase ketahanannya terbatas, karena terhalangi oleh mikroorganisme yang muncul, yang umum disebut biofouling. HAnya 50% perangkat yang masih berfungsi setelah lima tahun.

“Kami menciptakan alat drainase baru yang mengatasi masalah ini dengan kemajuan mikroteknologi.” ujar Hyowon “Hugh” Lee, salah satu anggota tim periset. “Alat ini mampu membersihkan sendiri dari makhluk hidup yang mengotori. Ini adalah lompatan besar terhadap pengobatan pribadi.”

Perangkat drainase terbaru ini mengandung aktuator mikro yang bergetar saat dipengaruhi medan magnet. Tiap aktuator terdiri dari sebuah pengait dan magnet nikel. Perangkat dapat membersihkan sendiri dari mikrobial biofueling asing saat aktuator menyentuh dinding lapisan dan menyingkirkan penghalang. Karena medan magnet bisa dikontrol dari luar, maka teknik pembersihan invasif tidak begitu diperlukan.

“Kami dapat mengendalikan medan magnet dari luar tubuh kapanpun untuk memberikan perangkat penyegaran kondisional.” ujar Lee. “Perkembangan teknologi responsif kami menawarkan perangkat implan baru yang lebih reliable, aman, dan efektif untuk merawat glukoma.”

Perangkat drainase juga dapat membantu mengatasi resistensi aliran dengan pengaturan beragam, yang berarti dapat menyediakan perawatan yang lebih fleksibel bagi tiap penderita glukoma yang berbeda. Glukoma memiliki jenis beragam bergantung pada tahap penyakit, dan pasien muingkin memiliki kebutuhan yang berbeda berkaitan dengan tekanan mata dan parameter optimal drainase untuk meringankan penyakitnya. Purwarupa Perangkat tersebut sudah melalui ujicoba laboratorium dan kini sedang menunggu paten dan perijinannya.

Aplikasi Pemantau Cedera Untuk Lansia Dari Singapura

mobihealthnews

Dikembangkan oleh Rumah Sakit Ren Ci dan Tetsuyu Healthcare, aplikasi manajemen pemantau luka CARES4WOUNDS mampu menampilkan gambar 3D dari luka, pengukuran, catatan, dan kemajuan pemantauan dan bahkan panduan perawatan.

Diciptakan untuk merespon tantangan manajemen cedera dalam sektor kepedulian masyarakat di Singapura, aplikasi manajemen cedera CARES4WOUNDS dikembangkan dan diuji awal pada 25 pasien Rumah Sakit Ren Ci dan Tetsuyu Healthcare sejak November 2017, dengan hasil awal yang baik. Rumah Sakit ini merupakan fasilitas pertama yang menerapkan sistem manajemen cedera 3D pada sektor layanan Perawatan Menengah dan Panjang (ILTC).

“Kami mampu mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk mengukur dan mencatat cedera 50%. Dengan perangkat ini kami mampu mencatat pengukuran dengan lebih akurat, tanpa harus menggunakan alat yang menimbulkan rasa sakit pada pasien,” ujar Madam Jenny Sim, Group Director of Nursing, Renci Hospital.

Dengan aplikasi tablet dan pemindai 3D, merekam dan menyimpan data 2D dan 3D bisa lebih cepat – staf perawat dapat segera mempelajari cara menggunakan aplikasi dan cara yang benar mengukur cedera dengan beberapa sesi praktek langsung. Manfaat lain adalah minimalisir kebutuhan staf untuk menulis laporan, yang juga mampu meningkatkan kualitas standarisasi pencatatan medis. Aplikasi ini juga mampu membantu memfasilitasi pendidikan klinis.

Akan digunakan pada Panti Jompo Ren Ci awal semester 2019, baik pasien maupun staf medis akan mendapat manfaat dari aplikasi CARES4WOUNDS, beralih dari metode konvensional pengukuran dan pengamatan cedera manual. Kini, Ren Ci dan Tetsuyu terus meningkatkan CARES4WOUNDS seperti mengupayakan pengukuran cedera berfungsi otomatis sepenuhnya.

Pada jangka panjang, mereka berharap menghubungkan kecerdasan buatan (AI) pada aplikasi untuk menolong deteksi infeksi dan panduan penyembuhan luka.

Cios Spin, Perangkat C-Arm Mobile Terbaru Untuk Bedah Ortopedik

Medgadget

Siemens Healthineers merilis pembantu perangkat bedah C-arm terbaru, bermerek Cios Spin, perangkat ini juga mampu menyediakan gambar 2D dan 3D di ruangan operasi manapun. Ditujukan untuk prosedur ortopedi, perangkat ini membantu mengupgrade C-arms 2D ke kapabilitas 3D dan memantau gambar dari perspektif yang lebih intuitif. Menempatkan implan dan memaku sekrup pada tulang membutuhkan akurasi tinggi dan pemahaman jelas tentang cara kerja jaringan.

Keunggulan Cios Spin juga mencakup teknologi pemindai Retina 3D, volume 16 sentimeter kubik (8cm persegi), reduksi artifak metal, dan teknologi iso-centric. Siemens Healthineers mengklaim produk ini mampu menyediakan “Kualitas gambar 3D luar biasa bagi pasien dengan gangguan ortopedik akut” berkat daya output sebesar 25kW dan aliran tabung hingga 250mA yang mengandalkan “Energy Storage Unit”, sebuah kapasitor bertenaga yang mampu menyediakan kebutuhan daya tiga kali lipat dari perangkat biasa kapanpun.

Pemindaian 3D sendiri hanya membutuhkan waktu kurang dari 30 detik dan persiapannya intuitif dan ditampilkan dalam display touchscreen. Sistem kemudian otomatis memindai sekrup dalam dimensi 3D dan segera menyajikan gambar optimal untuk menemukan letak sekrup.

Monitor Fleksibel Pengukur Tingkat Oksigenasi Darah Bersensor LED

Medgadget

Tim peneliti University of California Berkeley mengembangkan sensor fleksibel yang dapat diletakkan pada kulit untuk mengukur tingkat oksigenasi darah di area yang lebih luas. Perangkat ini akan memantau penyembuhan luka, atau memantau tingkat oksigenasi pada kulit atau organ dalam hasil transplantasi.

“Saat anda mendengar istilah oksimeter, jenis sensor oksigen-darah, berbentuk jepitan jari yang kaku dan tebal pasti yang pertama melintas benak anda.” Terang Yasser Khan, salah satu anggota tim peneliti. “Kami ingin mematahkan pandangan itu, dan menunjukkan oksimeter dapat menjadi ringan, tipis, dan fleksibel.”

Pada oksimeter jari tradisional, LED akan menyinari cahaya inframerah melewati kulit. Mengingat darah yang beroksigenasi penuh menyerap lebih banyak sinar inframerah ketimbang darah terdeoksigenasi, sensor akan mendeteksi beberapa banyak sinar yang berhasil melewati jaringan, yang berarti mengindikasikan oksigenasi darah. Namun, ini berarti sensor hanya bisa digunakan pada bagian tertentu yang tipis dan transparan, seperti jari atau daun telinga.

“Area tebal pada tubuh, seperti kening, tangan dan kaki, sulit ditembus cahaya inframerah, yang membuat pengukuran oksigenasi pada area ini agak sedikit sulit.” Ujar Khan.

Jadi ketimbang mengukur cahaya yang dipancarkan menembus jaringan, pengukuran sensor terbaru memantulkan cahaya. Jadi metode ini bisa diterapkan pada bagian tubuh manapun pada tubuh dan mengukur oksigenasi darah 9 poin per jaringan, menyajikan gambar oksigenasi lokal yang lebih lengkap.

Sensor terbaru ini terdiri rangkaian LED inframerah dan inframerah dekat yang dipasang pada permukaan fleksibel. Tim sudah mengujinya pada kening dan lengan relawan penguji, dan berhasil menyajikan pengukuran oksigenasi darah yang jauh lebih baik daripada oksimeter jari tradisional.

“Semua aplikasi medis yang menggunakan pemantauan oksigen akan sangat terbantu oleh sensor yang dapat dipakai ini,” tambah Ana Claudia Arias, anggota tim peneliti lainnya. “Pasien pengidap diabetes, gangguan pernapasan, dan bahkan gangguan tidur dapat menggunakan sensor yang bisa dipakai dimana saja untuk memantau tingkat oksigen darah 24/7”

“Setelah transplantasi, ahli bedah butuh mengukur semua bagian organ yang memerlukan oksigen,” terang Khan. “Jika anda hanya memiliki satu sensor, anda harus memindahkannya terus menerus untuk mengukur oksigenasi pada lokasi yang berbeda. Dengan serangkaian sensor, anda dapat mengetahuinya segera titik mana yang tidak mengalami penyembuhan dengan semestinya.”

Gandeng Milenials, BPJS Siapkan KIS Digital

bpjs-kesehatan.go.id

Perkembangan teknologi yang semakin hari semakin pesat tidak luput dari pantauan BPJS Kesehatan. Salah satu bentuk pemanfaatan teknologi dalam menjalankan amanah sebagai penyedia layanan jaminan sosial kesehatan resmi bagi seluruh penduduk Indonesia, BPJS Kesehatan mengembangkan aplikasi Mobile JKN.

Fitur yang ditawarkan aplikasi ini pun sangat menarik dan memberikan berbagai kemudahan bagi Peserta JKN-KIS (Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat), diantaranya untuk pendaftaran, pengecekan iuran, perubahan data peserta, dan digitalisasi layanan KIS. Berikut MedX mengutip dari situs jamkesnews.com sebuah wawancara dengan Elvina Masri (19), salah satu dari 200 juta peserta JKN-KIS di seluruh Indonesia.

Vina, sapaan akrabnya, sudah terdaftar sebagai peserta JKN-KIS sejak bulan April tahun 2017. DIa didaftarkan oleh orang tuanya dengan memilih hak perawatan kelas 2. Selain itu, orang tuanya memilih salah satu klinik swasta sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertamanya.

“Sebagai mahasiswa di bidang kesehatan, saya paham betul bahwa biaya pengobatan sangat mahal. Karena itu, program JKN-KIS ini sangat berguna dalam meringankan biaya pelayanan kesehatan, apalagi bagi masyarakat menengah ke bawah. Semoga program ini terus ada dan berkontribusi penuh untuk menjamin kesehatan masyarakat,” kata Vina.

Sama seperti generasi milenial lainnya, Vina termasuk orang yang melek teknologi. Dalam kesehariannya, Vina selalu memanfaatkan smartphone yang dimilikinya, tidak hanya untuk berkomunikasi, tetapi juga untuk hal-hal lain seperti browsing, gaming, bahkan untuk menggunakan aplikasi Mobile JKN.

“Sebagai seorang mahasiswa, saya tidak memiliki waktu untuk datang ke kantor BPJS Kesehatan, begitu pula orang tua saya yang harus berdagang. Jadi, dengan adanya aplikasi Mobile JKN ini sangat membantu kami, terutama untuk urusan pindah klinik atau Puskesmas dan ketika lupa membawa kartu. Orang tua saya pernah lupa membawa kartu ketika berobat, untungnya ada KIS Digital yang bisa diakses dari aplikasi Mobile JKN, jadi bisa menghemat waktu karena tidak peru bolak-balik ke rumah untuk ambil kartu,” ucap Vina.

Namun Vina tetap member masukan penting bagi Lembaga Pemerintah ini, yaitu agar BPJS Kesehatan terus menciptakan inovasi untuk mempermudah dan meningkatkan kepuasan peserta.

“Sukses untuk BPJS Kesehatan, semoga tetap amanah dalam mengelola Program JKN-KIS, ciptakan terus inovasi yang bermutu untuk kepuasan peserta,” pesan Vina.