spot_img

Perangkat Elektronik ClearUP Terbaru Untuk Atasi Rasa Sakit Akibat Sinus Dari Alergi Rhinitis

Tivic Health, dari San Fransisco, Amerika Serikat lolos uji pengesahan untuk produk barunya ClearUP yang membantu menangani rasa sakit sinus akibat alergi. ClearUP digunakan untuk mengirimkan arus listrik ke hidung, pengguna hanya cukup mengoleskan perangkat di permukaan kulit diluar sepanjang nasal passages (jalur udara pada hidung) selama terapi dijalankan. Perangkat ini hanya mengirimkan arus bertenaga kecil melalui pola sinyal khusus yang terbukti efektif dalam praktek klinis.

Hanya terdapat satu tombol untuk ditekan dan perangkat dapat mengirimkan tiga tingkat intensitas terapi yang berbeda, tergantung pada kebutuhan pasien. Hanya membutuhkan sekitar lima menit untuk menggunakannya dan perangkatnya akan membantu pengguna menyusuri titik penanganan dengan akurat.

ClearUP diperkirakan siap dijual pertengahan tahun ini pada kisaran harga sekitar $149.

Pemindai Tingkat Kesegaran Makanan Terbaru

medgadget

Pembusukan makanan adalah masalah global dan merepotkan kehidupan masyarakat. Metode modern dalam mengenali makanan yang sudah tidak layak konsumsi mencakup mencium aromanya, menemukan bagian yang lembek, atau bahkan bertanya kepada orang yang dianggap lebih tahu.

Tim peneliti di Fraunhofer Institute for Optronics, System Technolgies and Image Exploitation IOSB, Fraunhofer Institute for Process Engineering and Packaging IVV, Deggendorf Institute of Technology dan Weihenstephan-Triesdorf University of Applied Sciences di Jerman sedang mengembangkan pemindai portable untuk menguji tingkat kesegaran makanan.

Perangkat mengandalkan sensor inframerah-dekat yang mampu menjalankan analisis spektral dari cahaya yang direfleksikan dari bahan yang diuji. Software khusus juga akan mengolah data dari sensor dan mencocokannya dengan pola yang sebelumnya diidentifikasi dari makanan yang berbeda.

Sejauh ini baru dua jenis makanan, tomat dan daging giling, yang bisa diuji dengan tingkat akurasi baik termasuk dengan perkiraan sisa usia kesegaran makanan tersebut. Teknologi ini masih membutuhkan pengembangan agar bisa dilatih secara maksimum dan bisa digunakan seluas mungkin, namun tahun 2019 teknologi ini ditargetkan segera bisa diuji di supermarket seluruh Jerman.

Usulan Sistem Kesehatan Terbaik Dari Guru Besar FKUI

fkui-twitter

Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Dokter spesialis mata Ratna Sitompul membeberkan suatu konsep sistem kesehatan terintegrasi bernama Academic Health System (AHS). Pemikiran ini berdasarkan pandangan bahwa Indonesia butuh sistem kesehatan terbaik demi memperkuat pelayanan kesehatan masyarakat.

AHS adalah sistem terintegrasi yang melibatkan universitas, rumah sakit pendidikan, dan pemerintah daerah. Kunci utama AHS yakni fakultas kedokteran dan rumah sakit pendidikan. Sinergitas tersebut merupakan upaya mencari cara guna meningkatkan kolaborasi dan tantangan baru.

“Konsep AHS ini sudah diterapkan beberapa negara, seperti Amerika, Belanda, dan Singapura. Pada umumnya, sistem kesehatan terbaik dunia dilaksanakan negara-negara yang melaksanakan integrasi pelayanan kesehatan,” beber Ratna saat ditemui dalam acara pengukuhan guru besar tetap Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia di Gedung IMERI FKUI, Jakarta, Sabtu, 12 Januari 2019.

Dalam konsep AHS, rumah sakit pendidikan dan fakultas kedokteran punya fungsi tak hanya sebagai penyedia layanan kesehatan, kelengkapan peralatan, dan tenaga ahli saja, tapi juga meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dokter.

Kehadiran konsep AHS juga membuat daerah perlu merancang sistem kesehatan yang terintegrasi. Hasil studi menunjukkan, AHS yang terintegrasi dengan sistem kesehatan dapat meningkatkan hubungan performa sebesar 26 persen.

“Ini berkaitan dengan perkembangan penelitian juga. Pencatatan soal data penyakit pasien, demografi pasien, serta cakupan layanan kesehatan yang dilayani lengkap. Tapi dari penelitian lain, penerapan AHS butuh dana besar,” jelas Ratna, yang baru saja dikukuhkan sebagai guru besar FKUI.

AHS ikut berperan meningkatkan pengembangan dan inovasi pelayanan. Kerjasama AHS dan industri akan menghasilkan produk diagnostik cepat, alat diagnostik baru, metode terapi, dan obat baru.

“Contohnya, saat ini ada pengembangan penelitian Stem Cell FKUI-RSCM buat terapi stem cell untuk pasien seperti gagal jantung, jantung koroner, patah tulang gagal sambung, dan kaki diabetes,” Ratna menjelaskan.

Adapula contoh lain, kehadiran glaucoma drainage device baru oleh dokter spesialis mata Virna Dwi Oktariana untuk mengatasi peningkatan glaukoma tahap lanjut di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta. Penelitian lain, penggunaan freeze-dried amnion membrane transplant (AMT) yang dapat meningkatkan ketajaman penglihatan. Inovasi tersebut juga memperbaiki kornea mata pasien.

“Yang pasti dalam kurun waktu empat tahun terakhir, ada peningkatan jumlah publikasi ilmiah di UI. Sebanyak 50 persen didominasi publikasi soal inovasi teknologi dalam bidang kesehatan,” tambah Ratna.

Di Indonesia, ada beberapa universitas yang menerapkan konsep AHS, meliputi Universitas Indonesia, Universitas Padjajaran, Universitas Gajah Mada, Universitas Hasanudin, dan Universitas Airlangga. Tapi penerapan AHS pada universitas tersebut ada kebijakan yang saling tindih.

Integrasi antara fakultas kedokteran, rumah sakit pendidikan, rumah sakit jejaring, dan pemerintah daerah sulit dilakukan. Oleh karena itu, butuh upaya diskusi untuk mencari jalan keluar.

Ratna, yang pernah menjabat sebagai Dekan FKUI periode 2008-2017 menuturkan, konsep AHS juga membantu penanganan masalah kebutaan katarak. Strategi cerdik dengan pemanfaatan dokter layanan primer (DLP).

“Dokter layanan primer sangat dibutuhkan demi menjangkau masyarakat. Peran mereka sangat besar untuk melihat dan menanggulangi gangguan penglihatan. Deteksi dini gangguan penglihatan, misal katarak bisa dilakukan,” Ratna menerangkan.

Penerapan AHS pada DLP, yakni DLP dibekali dengan ilmu dan kemampuan mumpuni. Bekerja di fasilitas kesehatan primer, DLP perlu dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan diagnostik yang tepat.

Ini bertujuan menangani katarak secara cepat sehingga tidak menyebabkan kebutaan. Di sisi lain, perlu juga menerapkan pelayanan mata berkonsep high volume, high quality, dan low cost. Kualitas tinggi artinya operasi katarak dapat menjamin hasil yang baik, keamanan pasien, dan minimnya komplikasi setelah operasi.

Untuk kategori low cost artinya hanya dapat diwujudkan dengan sistem pendanaan yang baik. Ada efisiensi kerja dengan pemanfaatan alat. Ketika pendanaan terbatas, sistem pelayanan mata tidak dapat berjalan lancar. Oleh karena itu, perlu kolaborasi untuk membangun sistem dengan manajemen kuat.

Peredam Kejut Lutut Pertama di Amerika dari Moximed

Transplantasi lutut total biasanya dibutuhkan pada penggantian tulang rawan dalam sendi yang rusak akibat arthritis. Pembedahannya sangat sulit dilakukan, membutuhkan waktu lama untuk pemulihan, dan hasilnya pun kadang kurang memuaskan.

Peredam kejut (shock absorber) implantable baru saja pertama kalinya diujicoba di Amerika Serikat (AS) untuk menyelidiki kemampuannya menunda transplantasi lutut total, atau bahkan menghindari prosedur tersebut seluruhnya pada banyak pasien.

Calypso Knee System dikembangkan oleh Moximed, dari Fremont, California, AS dan tim ahli bedah di Ohio State University Wexner Medical Center dan siap diuji di AS. Perangkat ini direkatkan di sisi tulang femur dan tibia, jauh dari persendian sehingga tidak membutuhkan rekayasa anatomi pada sendi yang rapuh.

Pengesahan FDA Perangkat Terbaru Untuk Prediksi Ulkus Dekubitus Dari Bruin Biometrics

massdevice.com

Pressure Ulcers (Ulkus Dekubitus) adalah penyakit yang lazim diderita pasien yang sudah terbaring lama di tempat tidur, situasi yang cukup mengganggu dan sudah lama membutuhkan solusi yang lebih baik. Walaupun kini terdapat perangkat yang dapat mengukur bagian tubuh yang tertekan lebih lama, tempat tidur yang dapat diatur ketinggian bagian tertentunya, dan rutinitas klinis yang dapat membantu mencegah Ulkus Dekubitus.

Bruin Biometrics, dari Los Angeles, California, Amerika Serikat baru saja mendapat pengesahan FDA untuk perangkat yang mampu mengukur secara objektif kecendrungan pasien yang berpotensi mengalami Dekubitus pada bagian tubuh tertentunya. Perangkat mobile nirkabel SEM Scanner dirancang untuk memenuhi standar layanan kesehatan saat memeriksa pasien yang beresiko menderita Dekubitus.

Pemindai ini mendeteksi perubahan kelembaban sub-epidermal, yang dapat mengindikasikan edema lokal dan cairan jaringan yang terkait peradangan jauh sebelum menimbulkan gangguan kulit yang terlihat.

“Memperoleh informasi resiko anatomis spesifik artinya membantu perawat mendapat pemberitahuan penting tingkat lanjut yang berharga agar dapat melakukan penanganan pencegahan tambahan yang berkaitan dengan kebutuhan unik masing-masing pasien yang berbeda.” Ujar Dr. Ruht Bryant, investigator studi SEM Scanner, yang juga penulis “Acute & Chronic Wounds” (2016), perawat luka ostomy continence bersertifikat, direktur riset keperawatan di Abbott Northwestern Hospital di Minneapolis dan Presiden terpilih Association for the Advancement of Wound Care.

Evaluasi Angka Cakupan Imunisasi MR di Indonesia

republika.co.id

Kemenkes mengevaluasi Kampanye imunisasi campak (Measles) dan rubella (MR) yang dilakukan sejak 2017 hingga 2018 namun sudah dihentikan. Hasilnya, cakupan imunisasi MR di Indonesia secara keseluruhan mencapai 87,33 persen.

Data tersebut diungkapkan oleh Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Anung Sugihantono.

“Kalau (cakupan imunisasi) keseluruhan Jawa dan luar Jawa, maka sesungguhnya capaian imunisasi di atas 80 persen atau 87,33 persen,” kata Anung di Ruang Pers Naranta Kemenkes, Jakarta pada Senin kemarin.

Hingga saat ini, data imunisasi MR ini masih bersifat dinamis. Artinya, datanya belum terkumpul seluruhnya dan Kemenkes masih menerima laporan imunisasi dari daerah.

Anung menambahkan, angka rata-rata di semua kabupaten/kota di Pulau Jawa cakupan vaksin MR sudah mencapai di atas 100 persen. Ini menjadikan kasus campak dan rubella di Jawa terbilang rendah.

Walaupun begitu, cakupan imunisasi di luar Jawa secara keseluruhan baru mencapai 72,79 persen. Aceh, Sumatera Barat dan Riau bahkan masih kurang dari 50 persen.

Sekalipun kampanyenya dihentikan, pelayanan imunisasi campak dan rubella akan terus berlanjut. Keputusan ini berdasarkan rekomendasi sejumlah organisasi kedokteran seperti Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI).

“Layanan imunisasi untuk campak dan rubella tetap dilanjutkan sebagai bagian dari pelayanan,” kata Anung.

Dalam enam bulan ke depan, Anung berharap akan ada data yang bisa diolah dari berbagai hal yang terkait dengan imunisasi, pemantauan, dan risiko di lapangan saat dilakukan kampanye campak dan rubella selama dua tahun terakhir.

“Harapannya di akhir 2019 semua jenis cakupan imunisasi di atas 95 persen per kabupaten/kota di Indonesia.”

Antisipasi Digitalisasi Penjualan Obat-obatan IKKESINDO Ingatkan Hal Penting Ini

sribu.com

Di era perkembangan teknologi yang semakin pesat dewasa ini, kehidupan manusia dipermudah dengan teknologi digital. Sama halnya di bidang kesehatan, yang pelayanannya sudah mulai memanfaatkan teknologi tersebut.

Salah satu pelayanan yang mengimplementasikan kemajuan teknologi yaitu jual beli obat-obatan secara online. Menurut Kepala Divisi IT Kesehatan dari Ikatan Konsultan Kesehatan Indonesia (IKKESINDO), dr Daryo Soemitro, SpBS, hal itu termasuk dalam perkembangan digital health.

“Kayak obat-obat yang dijual bebas di online tanpa resep. Sekarang kita lihat toko-toko online yang jual obat, itu kan termasuk digital health. Itu yang nggak boleh sampe jual obat terlarang sampe ada obat yang anastesi dijual, makanya diperingatkan. Dia berpikir hanya bisnis saja,” ujarnya usai Forum Digital Health Indonesia-Australia di Hotel Fairmont Jakarta, 2018 kemarin.

Kekhawatiran ini pun diamini pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang menekankan pentingnya patient safety ketimbang bisnis dalam pengembangan digital health.

“Nah kalau hanya memikirkan aspek bisnisnya saja tanpa memikirkan safety, bahaya kan,” tambah dr Daryo.

Selain jual beli obat online, dr Daryo mencontohkan hal lain yang termasuk dalam digital health, yakni konsultasi online. dr Daryo mengatakan bahwa hal itu bisa saja dilakukan oleh pasien dan dokter.

“Sekarang masalahnya konsultasi apakah itu hanya sekedar screening atau terkait dengan penyakit yang serius. Dokter juga harus menggali ini penyakit serius yang perlu datang ketemu atau tidak,” jelasnya.

Kesepakatan Kontrak Bersyarat MenKes-Dirut BPJS Terbaru

bpjs-kesehatan.go.id

Bertujuan melindungi hak Peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) atas akses seluas-luasnya terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu. Menteri Kesehatan RI, Nila Farid Moeloek, bersama-sama Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Fachmi Idris, menyepakati bahwa perpanjangan kerja sama dengan rumah sakit (RS) yang belum terakreditasi agar tetap dapat memberikan pelayanan bagi peserta JKN-KIS dengan syarat tertentu. Kesepakatan kedua pimpinan institusi tersebut dilaksanakan di Kantor Kementerian Kesehatan.

Akreditasi merupakan bentuk perlindungan pemerintah dalam memenuhi hak setiap warga negara agar mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak dan bermutu oleh fasilitas pelayanan kesehatan sesuai amanat pasal 28H ayat (1) dan pasal 34 ayat (3) UUD Tahun 1945. Kegiatan ini dilaksanakan menggunakan standar akreditasi berupa instrumen yang mengintegrasikan kegiatan tata kelola manajemen dan tata kelola klinis guna meningkatkan mutu pelayanan RS dengan memperhatikan keselamatan pasien, serta meningkatkan profesionalisme RS Indonesia di mata internasional.

Kewajiban RS untuk melaksanakan akreditasi diatur dalam beberapa regulasi, yaitu: Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit; Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit; Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2017 tentang Akreditasi Rumah Sakit; dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013, tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional.

Kegiatan akreditasi sebagai persyaratan bagi rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan seharusnya diberlakukan sejak awal tahun 2014 seiring dengan pelaksanaan program JKN di Indonesia. Ketentuan ini diperpanjang hingga 1 Januari 2019 sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 99 Tahun 2015 Pasal 41 ayat (3) yang merupakan perubahan pertama Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013.

“Akreditasi ini tidak hanya melindungi masyarakat, juga melindungi tenaga kesehatan yang bekerja di RS tersebut dan juga RS itu sendiri,” kata Menkes.

Menkes Nila Moeloek menerangkan bahwa Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan dua surat rekomendasi perpanjangan kontrak kerja sama bagi rumah sakit yang belum terakreditasi melalui surat Menteri Kesehatan Nomor HK. 03.01/MENKES/768/2018 dan HK.03.01/MENKES/18/2019 untuk tetap dapat melanjutkan kerja sama dengan BPJS kesehatan. Surat rekomendasi diberikan setelah rumah sakit yang belum terakreditasi memberikan komitmen untuk melakukan akreditasi sampai dengan 30 Juni 2019.

“Kemenkes memberi kesempatan kepada RS yang belum melaksanakan akreditasi untuk melakukan pembenahan dan perbaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” kata Menkes.

Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris, menegaskan bahwa pasien JKN-KIS tetap bisa berkunjung ke rumah sakit dan memperoleh pelayanan kesehatan dengan normal seperti biasanya.

“Masyarakat tidak perlu khawatir. Ini hanya masa transisi saja. Terdapat penundaan kewajiban akreditasi rumah sakit sampai pertengahan 2019 nanti. Kami berharap rumah sakit bisa memanfaatkan toleransi yang diberikan pemerintah tersebut untuk segera menyelesaikan akreditasinya,” ujar Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris. Fachmi menyebut, pihaknya dan Menteri Kesehatan telah menyepakati bahwa rumah sakit yang belum terakreditasi tetap dapat melayani peserta JKN-KIS.

Menurut Fachmi, fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan di tahun 2019 harus sudah memiliki sertifikat akreditasi. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 99 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional.

“Akreditasi sesuai regulasi adalah syarat wajib untuk menjamin pelayanan kesehatan yang bermutu untuk masyarakat. Diharapkan rumah sakit dapat memenuhi syarat tersebut. Sesuai dengan Perpres 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan di pasal 67 ayat 3 untuk fasilitas kesehatan yang memenuhi persyaratan dapat menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan, dan ketentuan persyaratan diatur dalam Peraturan Menteri,” terang Fachmi.

Fachmi mengatakan, fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan wajib memperbaharui kontraknya setiap tahun. Hakikat dari kontrak adalah semangat mutual benefit. Fachmi juga menambahkan, adanya anggapan bahwa penghentian kontrak kerja sama dikaitkan dengan kondisi defisit BPJS Kesehatan adalah informasi yang tidak benar.

“Kami sampaikan informasi tersebut tidak benar, bukan di situ masalahnya. Sampai saat ini pembayaran oleh BPJS Kesehatan tetap berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apabila ada fasilitas kesehatan yang belum terbayarkan oleh BPJS Kesehatan, rumah sakit dapat menggunakan skema supply chain financing dari pihak ke 3 yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan,” kata Fachmi.

Di sisi lain, putusnya kerja sama rumah sakit dengan BPJS Kesehatan bukan hanya karena faktor akreditasi semata. Ada juga rumah sakit yang diputus kerja samanya karena tidak lolos kredensialing atau sudah tidak beroperasi. Dalam proses ini juga mempertimbangkan pendapat Dinas Kesehatan dan/atau Asosiasi Fasilitas Kesehatan setempat dan memastikan bahwa pemutusan kontrak tidak mengganggu pelayanan kepada masyarakat dengan melalui pemetaan analisis kebutuhan fasilitas kesehatan di suatu daerah.

Kriteria teknis yang menjadi pertimbangan BPJS Kesehatan untuk menyeleksi fasilitas kesehatan yang ingin bergabung antara lain sumber daya manusia (tenaga medis yang kompeten), kelengkapan sarana dan prasarana, lingkup pelayanan, dan komitmen pelayanan.

Pengesahan AMRA Profiler, Analisis Komposisi Tubuh Terbaru Untuk MRI Scan

medicaldevice-network.com

AMRA Medical, perusahaan yang bermarkas di Linkoping, Swedia, baru saja disahkan oleh FDA untuk produk terbarunya AMRA Profiler teknologi yang mampu menganalisis komposisi lemak dan otot tubuh. Produk ini hanya membutuhkan pemindaian MRI selama enam menit, dengan menggunakan pemindai khusus, kemudian perangkat mengirimkan data gambar ke server AMRA. AMRA kemudian akan mengirim laporan indivdu yang bisa dibaca petugas medis dan para pasiennya.

AMRA Profiler adalah produk pertama yang mampu mengubah MRI sederhana menjadi pemetaan lemak dan otot 3D berkualitas tinggi, dan menyediakan status metabolis dari tubuh pasien. Khususnya, teknologi ini akan memberi gambaran visual dan informasi berbasis nilai pada volume jaringan lemak visceral, jaringan lemak dibawah kulit, fraksi lemak liver, dan volume otot paha.

AMRA Profiler tidak memerlukan pemindai MRI yang cocok, dan perusahaan bekerja dengan penyedia untuk memastikan produk ini terpasang sehingga hanya dibutuhkan sedikit interaksi untuk menerima laporan analisis komposisi tubuh bagi setiap pasien yang menerima pemindaian khusus.

“Kami bangga atas pengesahan FDA ini. Tantangan yang dihadapi sistem layanan kesehatan diseluruh dunia sudah sering tercatat. Pembatasan biaya, bersamaan dengan isu sosial sepeti obesitas dan populasi yang menua, memberi tekanan hebat kepada rumah sakit dan klinik swasta,” ujar Eric Converse, CEO dari AMRA Medical.

“AMRA Profiler membantu menjawab tantangan ini dengan menyediakan para ahli fisik dengan pengukuran komposisi tubuh paling terperinci dan gambar yang menunjang, efektif-biaya dan intrusi minimal kepada pasien. Pada akhirnya teknologi ini akan membantu para ahli kesehatan mengambil keputusan penanganan dengan informasi lebih untuk keseluruh tubuh. Pengesahan ini adalah langkah selanjutnya dalam perjalanan kami menerjemahkan manfaat AMRA kedalam praktek klinis dan berkontribusi pada dunia data nyata dan bukti nyata sebenarnya yang berperan penting dalam pengambilan keputusan layanan kesehatan.” Tambah Converse.

Pengesahan Sinar-X Pengukur Fractional Flow Reserve Terbaru Dari FFRangio

medgadget

Fractional Flow Reserve (FFR) adalah pengukuran tekanan darah sebelum dan sesudah penyempitan arteri. Semakin besar perbedaan tekanan pada stenosis, maka semakin diperlukannya prosedur intervensional untuk membuka arteri. Biasanya, FFR diukur menggunakan catheter intravaskuler khusus. Namun, FFR tradisional menimbulkan resiko proseduralnya sendiri, membutuhkan waktu penanganan yang lama, dan membebani biaya substansial tambahan.

CathWorks, perusahaan dengan cabang utama di Israel dan California Amerika Seerikat, baru saja lolos pengesahan produk terbarunya sistem FFRangio, sebuah alternatif non-invasif pada FFR tradisional. FFRangio hanya menggunakan Sinar-X yang dipancarkan saat angiografi sebagai data inputnya, menghilangkan semua kebutuhan akan implementasi tambahan atau langkah lain yang mereka sebut sebagai hasil “ekuivalen substansial”.

Setelah menjalankan kalkulasi, sistem FFRangio akan menampilkan gambar jaringan koroner dengan seluruh nilai FFR yang terlihat di sepanjang setiap pembuluh besar yang diukur.

“Pengesahan FDA untuk CathWorks FFRangio adalah sebuah pencapaian penting untuk ahli kardiologi intervensional dan sistem layanan kesehatan secara keseluruhan,” ujar Jim Corbett, CEO CathWorks.

“Ini adalah perangkat non-invasif pertama dikelasnya yang memperoleh pengesahan FDA untuk penggunaan dalam penilaian Percutaneous Coronary Intervention (PCI). Studi FAST-FFR dilakukan pada 10 pusat kesehatan seluruh dunia dan mengevaluasi sekitar 380 pasien. Hasil studinya menunjukkan nilai prediktif klinis diseluruh jangkauan fisiologi koroner, termasuk pengukuran luka jaringan kompleks pada pencabangan dan pengendapan kalsifikasi. FAST-FFR juga menunjukkan sistem FFRangio dapat menjalankan pengukuran non-invasif, obyektif, multi-vessel, dan fisiologis untuk mendukung pengambilan keputusan terkait PCI.” tambah Corbett.