spot_img

Rumah Sakit Berkualitas Dengan Konsep Baru Dari Mandaya Hospital Group

Salah satu rumah sakit milik Mandaya Hospital Group. Foto : jadiberkah.com

Mandaya Hospital Group dikabarkan mulai membangun instalasi Rumah Sakit berparadigma baru yang lebih mengedepankan kualitas pelayanan. Berlokasi di CBD area kompleks perumahan Metland Cyber Puri, Puri Indah Jakarta Barat, project ini diberi nama Mandaya Royal Hospital Puri (MRHP).

Presiden Direktur Mandaya Hospital Group dr. Benedictus R Widaja, MBChB (UK), menjelaskan bahwa Pasien ketika berobat tentu ingin terlayani dengan baik dan profesional. Mandaya Royal Hospital, dengan paradigma baru, sangat menekankan agar pasien memperoleh pengalaman hebat.

Pembangunan Mandaya Hospital Puri sendiri telah dimulai sejak bulan Agustus 2018 dan direncanakan mulai beroperasi secara bertahap pada awal 2020 mendatang. Rumah Sakit ini memiliki sekitar 400 tempat tidur untuk rawat inap, 10 ruang operasi, 100 ruang rawat jalan, dan fasilitas penunjang lainnya seperti Gym, Restoran, Kedai Kopi, toko-toko, dll.

Selaras Holding Group bersama Mandaya Medical International Pte. Ltd. membentuk Mandaya Hospital Group dan telah menginvestasikan sekitar Rp 1,1 Triliun untuk membangun dan menyiapkan semua peralatan medis mutakhir untuk Rumah Sakit ini.

Mandaya Hospital Group saat ini juga memiliki satu rumah sakit lain yaitu Mandaya Hospital Karawang dengan 200 beds dan keunggulan di bidang Trauma dan Jantung. Mereka juga telah menyiapkan rencana investasi untuk mengembangkan Rumah Sakit berkualitas di beberapa kota besar di Indonesia.

FUJIFILM Luncurkan Produk CT Scan Ultra-Wide Bore Untuk Pasien Bertubuh Besar

FCT Embrace. Foto : medgadget.com

Untuk memudahkan petugas medis yang bekerja menangani pasien dengan berat dan ukuran badan besar, FUJIFILM meluncurkan produk terbarunya yaitu sebuah CT Scanner yang dilengkapi dengan ukuran rongga yang luas (Ultra-Wide Bore).

CT Scanner yang bernama FCT Embrace ini digunakan untuk radiologi, onkologi, serta dilengkapi fitur perencana radioterapi.

Sistem peralatan ini memiliki lebar rongga 85 cm, menyesuaikan dengan pasien bertubuh besar yang akan melakukan proses pemindaian. Alas untuk pasiennya sendiri mampu menahan beban hingga 660 pounds.

Untuk radioterapi rongganya akan sesuai dengan ukuran sumbu rotasi akselerator linear, yang akan mempermudah perencanaan peralatan dan penempatan akurat dari pasien yang akan ditangani.

FUJIFILM menyatakan alat ini akan memungkinkan pasien dipindai dan dirawat dengan posisi yang sama namun tidak mengganggu kualitas citra yang dihasilkan. Kemudahan ini akan meningkatkan kualitas terapi dan hasil yang lebih baik bagi pasien.

FCT Embrace, yang mengadopsi teknologi dari Analogic, mengumumkan perangkat baru mereka minggu ini pada Pertemuan Tahunan American Society for Radiation Oncology (ASTRO) di San Antonio, Texas.

Kecerdasan Besutan Tencent Ini Bisa Mempercepat Proses Diagnosis Pasien Parkinson

Dr. Wei Fan, Pimpinan Tencent's Medical AI Lab bersama Dan Vahdat, CEO dan Founder Medopad. Foto: mobilehealthnews.com

Raksasa teknologi Tiongkok Tencent dan perusahaan medis London Medopad siap bergabung guna memaksimalkan manfaat teknologi kecerdasan buatan (Artificial Inteligence – AI) untuk mendiagnosis Penyakit Parkinson melalui sebuah kamera yang akan merekam pergerakan tangan pasien untuk menentukan seberapa parah gejala yang diderita.

“Kami menggunakan AI untuk mengukur penurunan kondisi pasien Parkinson tanpa penggunaan sensor atau perangkat apapun pada tubuh pasien,” jelas dr. Wei Fan, kepala Laboratorium Kecerdasan Buatan Medis Tencent.

Tujuan pengembangan ini adalah untuk mempercepat proses pemeriksaan fungsi motorik, yang biasanya membutuhkan waktu lebih dari setengah jam melalui teknologi smartphone yang dikembangkan oleh Medopad. Dan diharapkan, nantinya pasien dapat diperiksa dalam waktu kurang dari tiga menit – dan bahkan mungkin tidak perlu ke Rumah Sakit.

Medopad adalah perusahaan medis asal London yang telah mengembangkan aplikasi dan perangkat untuk memantau pasien dengan berbagai kondisi kesehatan.

Pemimpin Medopad Dan Vahdat mengatakan bahwa tidak ada perusahaan besar Inggris yang mampu menyaingi tawaran Tencent sebagai mitra kerjasama.

“Ambisi kami adalah mempengaruhi milyaran orang di seluruh dunia – dan untuk mencapai skala sebesar itu kami perlu bekerjasama dengan mitra yang mampu menjangkau dunia international.” ujar Vahdat.

dr. Wei Fan juga menekankan ambisi perusahaannya dalam bidang AI medis, yang fokus menolong sejumlah besar pasien untuk merawat penyakit mereka. Sebagian pihak beranggapan bahwa menggabungkan kekuatan Inggris dengan raksasa industri Cina adalah langkah yang bijak, khususnya dalam area yang sensitif seperti pelayanan kesehatan.

dr. Wei Fan yakin kemitraan ini akan menjadi proyek terbuka dan transparan yang akan bermanfaat bagi banyak orang.

“Kami sedang menantikan uji klinis di Cina, Amerika dan negara lainnya. Kami akan tegas mengikuti regulasi lokal dan ketika hasilnya keluar ini tidak hanya akan bermanfaat bagi suatu negara namun juga seluruh dunia.”

Proyek ini bukan yang pertama kali jika menyangkut penggunaan teknologi baru untuk merawat pasien Parkinson.

Hadir di Hospex 2018, Emedis Perkenalkan Sistem Belanja Alkes yang Mudah

Indonesian Hospital Expo (HOSPEX) 2018 baru saja diselenggarakan pada tanggal 17-20 Oktober 2018 kemarin di Jakarta Convention Center. Emedis sebagai penyedia jasa business-to-business e-commerce alat kesehatan pertama dan terbesar di Indonesia kembali menjadi exibhitor. Dan ini merupakan kali ketiga turut berpartisipasi dalam acara tahunan tersebut.

Menempati Booth AS-50, Emedis memperkenalkan dan berbagi informasi tentang kemudahan pelayanan transaksi pengadaan secara langsung melalui platform teknologi yang dimilikinya. Pihak produsen dan distributor pun bisa terfasilitasi melalui promosi e-katalog yang tersedia.

Tak hanya itu, perusahaan yang sudah bermitra resmi dengan PRIMKOP IDI, LKNU dan PDFKI tersebut juga membagi-bagikan secara gratis souvenir berupa pulpen dan mug bagi seluruh pengunjung yang datang ke booth mereka. Berkunjung juga termasuk dr. Fery Rahman, MKM selaku ketua PRIMKOP IDI.

Mengusung tagline “Belanja Alat Kesehatan Tanpa Ribet”, Emedis optimis bahwa platform yang mereka miliki bisa mewujudkan pengadaan alat kesehatan yang modern, inovatif serta mudah. Emedis juga berterimakasih kepada semua pihak baik panitia, pengunjung, dan semua pendukung sehingga Pameran HOSPEX 2018 berjalan lancar.

Virginia Tech Medical School Gunakan Ultrasound Untuk Mempelajari Anatomi

Foto : Medgadget

Siswa di Virginia Tech Cerilion School of Medicine, ditekankan untuk menggunakan teknik ultrasound sedini mungkin pada masa studi mereka. Teknik ini penting untuk membantu mereka berhubungan langsung dengan anatomi sesungguhnya yang ingin mereka pelajari, mencapai level intuisi tertentu dengan menggunakan ultrasound, yang sebelumnya membutuhkan waktu tahunan, dan mempelajari cara berinteraksi dengan pasien.

Sekolah medis ini kini memperkenalkan mesin ultrasound portabel yang dilengkapi dengan 12 monitor EKG jantung untuk mempelajari lebih jauh hubungan dinamika mekanik jantung dan sinyal elektrik yang dihasilkan.

Paul Dallas, Direktur program ultrasound mengatakan “Kami sudah dikenal luas sebagai pemimpin dalam pengajaran ultrasound”

“Sekolah kami menyadari pentingnya penggunaan ultrasound sedini mungkin dengan menyematkannya dalam instruksi sains dasar mulai dari tahun pertama. Perangkat baru ini adalah indikasi dari komitmen berkesinambungan kami.”

Siswa pada program ini menghabiskan sebagian dari tahun pertama mereka mempelajari anatomi untuk pengenalan lebih dalam dengan teknologinya, sedangkan di tahun kedua mereka akan terlibat dengan penyakit untuk mempelajari berbagai macam patologinya.

Pentingnya Perawatan Paliatif

Kompasiana

Belum sempurnanya Perawatan paliatif di Indonesia dirasa harus lebih diantisipasi, terutama karena kurangnya pendidikan tentang perawatan paliatif itu sendiri. Padahal ini adalah sebuah kebutuhan bagi para pasien yang tidak bisa sembuh dari penyakitnya.

dr. Endang Windiastuti dari Divisi Hematologi Onkologi Anak RSUPN Cipto Mangunkusumo kepada Liputan6.com di Jakarta, Rabu 10 Oktober lalu bahkan menegaskan: “Belum sempurna. Padahal perawatan asuhan paliatif anak sudah dirasakan suatu kebutuhan,”

dr. Endang mengatakan, pihak Kementerian Kesehatan sudah melakukan beberapa pelatihan untuk perawatan paliatif ini. Meski begitu, belum semua provinsi memiliki pelatihan semacam itu.

“Dari organisasi profesi seperti dari Ikatan Dokter Anak Indonesia, kita juga mulai melakukan edukasi untuk melakukan perawatan paliatif,” kata Endang menambahkan.

Penting untuk Pasien yang Tak Bisa Sembuh

Perawatan terutama pengasuhan paliatif penting bagi para pasien dengan penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Selama ini, masyarakat kerap memandang perawatan paliatif sebagai bentuk “pasrah” untuk menunggu ajal menjemput pasien.

Padahal, perawatan paliatif adalah cara untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

Chief Executive Officer International Children’s Palliative Care Network, Julia Downing juga mengingatkan “Ini bukan tentang kematian, ini tentang kehidupan, tidak ada anak yang boleh meninggal dengan sakit dan menderita,”

Downing menambahkan, penting bagi seseorang, terutama anak-anak, untuk mendapatkan pengasuhan paliatif semenjak dirinya didiagnosis.

“Manakala mereka sudah punya kriteria penyakit yang mengancam jiwa dan tidak bisa sembuh, itu masuk dalam perawatan paliatif. Tidak hanya kanker ya,” terang dr. Endang

Glukometer Non-Invasif Dari MIT Yang Seakurat Metode Tusuk Jari

Medgadget

Pengukuran gula darah non-invasif tetap menjadi salah satu yang tersulit dalam teknologi medis. Walaupun sudah banyak yang menjanjikan pengukuran tanpa tusuk jari dari berbagai korporasi dan institusi, tetapi tim peneliti dari MITlah yang paling mendekati pencapaian sulit tersebut. Mereka telah mengembangkan system pengamatan serat optik Raman ganda yang, seperti ditunjukkan pada studi sebelumnya cukup hanya dengan ditempelkan pada kulit tetapi mampu mengukur perubahan glukosa sebaik metode tusuk jari pada pasien sehat.

Studi pada pengembangan teknologinya, yang berupa gelang pembungkus lengan dalam dengan penghantar laser, dilakukan di University of Missoury School of Medicine. Melibatkan 20 partisipan yang gula darahnya diukur, menggunakan tiga metode berbeda, sebelum dan sesudah mengkonsumsi minuman tinggi glukosa. Ketiga pengukuran tersebut, yaitu metode sampling IV (standar emas), tusuk jari, dan yang terbaru system spektroskopi Raman, dibandingkan bersamaan. Hasilnya adalah metode Spektroskopi Raman sama baiknya dengan pengukuran tusuk jari terhadap semua subjek.

Spektroskopi Raman mampu mengukur konsentrasi berbagai molekul dalam kulit, namun mengatur teknologinya agar bisa mengukur glukosa secara konsisten dan akurat ternyata sulit. Selanjutnya, tim berencana akan mengoptimalkan peralatan demi memimpin studi yang lebih besar dan komersialisasi pada tujuan akhirnya.

Sejarah Singkat Jarum Suntik

Pixabay

Jarum suntik merupakan salah satu perlengkapan penting dalam dunia medis. Namun pernahkah anda bayangkan bentuk jarum suntik sebelum setipis sekarang?

Ketika jarum suntik belum setipis sekarang, tidak terbayangkan rasa sakit yang harus dirasakan pasien ketika harus melakukan prosedur injeksi, atau imunisasi pada anak-anak.

Jarum suntik merupakan salah satu media pengantar obat ke dalam tubuh yang amat berguna pada masa sekarang. Di masa lalu, suntikan menimbulkan rasa sakit yang teramat sangat, sehingga pasien harus mengonsumsi obat bius.

Dilansir dari Thoughtco, pada masa Yunani dan Roma Kuno, injeksi dikenal sebagai cara untuk memasukkan obat pada kasus gigitan ular atau terkena senjata beracun. Namun prosedur injeksi pertama kali, baru tercatat pada 900 SM, dilakukan oleh ahli bedah Mesir bernama Ammar ibn Ali al-Mawsili. Ia menggunakan alat tipis berlubang dengan suction, untuk mengambil katarak dari mata seorang pasien. Saat itu, jarum suntik hanya digunakan untuk mengambil objek atau cairan, dan bukan untuk memasukkan obat.

Bentuk suntikan dan infus intravena (memasukkan obat ke dalam pembuluh darah) dimulai sejak 1670, namun Charles Gabriel Pravaz dan Alexander Wood adalah orang pertama yang mengembangkan jarum suntik, dengan jenis jarum yang sudah disempurnakan untuk menembus kulit pada tahun 1853. Ini adalah jarum suntik pertama yang digunakan untuk menyuntikkan morfin sebagai obat penghilang rasa sakit.

Sejak itu penggunaan jarum suntik mulai dikembangkan. Salah satunya sebagai media transfusi darah. Meski demikian, banyak kesulitan teknis yang dihadapi orang-orang yang bereksperimen dengan transfusi darah.

Pada 1750 Dokter Alexander Wood, Sekretaris Royal College of Physicians of Edinburgh telah bereksperimen dengan jarum berongga untuk menyalurkan opiat sebagai bius saat operasi bedah.

Percobaannya itu kemudian dituangkan ke dalam makalah singkat di The Edinburgh Medical and Surgical Review: “Metode Baru untuk Mengobati Neuralgia dengan Penerapan Langsung Opiat ke Poin yang Menyakitkan.”

Dokter Wood menunjukkan bahwa metode tersebut tidak terbatas pada opiat saja, namun kepada jenis obat yang lain. Pada waktu yang hampir bersamaan, Charles Gabriel Pravaz dari Lyon membuat jarum suntik serupa yang mulai digunakan dalam banyak operasi dengan nama “Pravaz Syringe.”

Vaksin pertama dengan jarum suntik

Seorang dokter muda asal Inggris Edward Jenner berjasa melakukan vaksinasi pertama yang dilakukannya dengan menggunakan jarum suntik. Ia mulai mempelajari kaitan antara cacar dan penyakit ringan, cacar air. Dengan menyuntikkan satu anak laki-laki dengan cacar air, ia menemukan bahwa anak itu menjadi kebal terhadap cacar. Edward Jenner menerbitkan temuannya di tahun 1898. Dalam waktu tiga tahun, 100.000 orang di Inggris telah divaksinasi terhadap cacar.

Pada tahun 1949-1950 Arthur E. Smith menerima delapan hak paten A.S. untuk jarum suntik sekali pakai mulai tahun 1949 dan 1950.

Becton, Dickinson dan Company menciptakan jarum suntik dan jarum suntik sekali pakai yang diproduksi massal, diproduksi di kaca, pada tahun 1954. Jarum ini dikembangkan untuk pemberian massal Dr. Jonas Salk kepada satu juta anak Amerika dengan vaksin polio yang baru.

Pada awal tahun 2000 penemuan jarum suntik terus dikembangkan. Salah satunya penemuan jarum hipodermik, yang memiliki diameter seperti benang dan dengan ujung yang tajam membuat proses injeksi hampir dilakukan tanpa rasa sakit.

Ini Teknologi Pemeriksaan Mata Terbaru Yang Diloloskan FDA Dari RightEye

Mobihealthnews.com

Vendor RightEye dari Maryland kini mendapatkan pengesahan atas softwarenya yang akan membantu petugas klinis memeriksa kemampuan membaca, kesehatan otak, dan fungsi pengelihatan.

Bethesda, sebuah rintisan dari RightEye berhasil meraih skor pengesahan FDA 510 (k) untuk sistem dan software pelacak mata berbasis cloud terbarunya. Teknologi ini dirancang untuk membantu mengenali penurunan fungsi pelacakan penglihatan dengan mencatat, memantau, dan menganalisa mata pasien.

Sistem ini membidik 4 target: pemeriksaan fungsi penglihatan, penilaian membaca, pemeriksaan dan pelatihan olahraga penglihatan, dan kesehatan otak.

Pemeriksaan fungsi penglihatan bertujuan membantu kemampuan professional seperti mengendarai mobil atau tetap seimbang saat menaiki tangga. Penilaian membaca akan membantu anak melihat dan melaporkan beberapa pengukuran termasuk pergerakan mata, binokuleritas, motilitas lensa mata, persepsi kedalaman, metode membaca, dan pemahaman membaca.

Komponen kesehatan otak dirancang untuk menyediakan informasi bagi pasien tentang aktivitas otak dan mengenali kemungkinan potensi masalah neurologis. Pengujian akan melihat pergerakan vertikal mata, waktu pemilihan reaksi dan waktu diskriminasi reaksi, sama halnya pada pergerakan melingkar, mendatar, atau membujur lainnya.

Sedangkan bagian olahraga penglihatan EyeQ akan memeriksa dan menganalisa penandaan visual pada atlit olahraga, dengan tujuan meningkatkan kinerja atlit amatir dan professional.

Pentingnya teknologi ini

Teknologi ini dirancang untuk mengenali beberapa kondisi yang terkadang sulit diketahui. Misalnya, 50 persen gangguan penglihatan pada anak sulit didiagnosa karena seringkali dianggap sama dengan disabilitas membaca. Kemiripan ini termasuk gangguan huruf terbalik, bentuk tulisan buruk, pemahaman rendah dan kesulitan fokus membaca.

Pada area tertentu, seperti tes fungsi otak, perusahaan menyatakan “Belum pernah ada alat pengukur pelacakan mata dengan presisi tinggi.” Dan teknologi ini diklaim sebagai yang pertama. Metode saingan dari teknologi ini hanyalah tes pelacakan jari klasik.

Tren sejauh ini

RightEye sudah berkecimpung dalam bidang kesehatan digital selama lebih dari setengah decade. Menurut Crunchbase perusahaan sudah menggalang dana sekitar $10.4 juta.

2016 lalu korporasi ini bahkan melebarkan sayap dengan berhasil mendapat hak eksklusif untuk dua pengujian pergerakan mata. Satu adalah membantu dokter mengenali tahap awal autism pada balita usia 12 sampai 40 bulan, dan metode lain adalah untuk mengenali gejala Parkinson di segala usia.

Kemudian, Juni 2017 lalu mereka meluncurkan game MazeMaster, yang dirancang untuk meningkatkan control oculomotor pada anak dengan gangguan membaca.

Catatan kecil

“Kami senang menerima pengesahan dari FDA.” Ujar salah satu pendiri dan CEO RightEye, Adam Gross.

“Ini adalah titik kulminasi dari penelitian ilmiah bertahun-tahun, pengembangan produk, dan kerja keras bertahun-tahun kami yang akan membawa kita kepada pencapaian penting. RightEye berkomitmen untuk menyediakan solusi pelacakan mata yang inovatif dan telah terbukti untuk membantu praktisi medis membedakan dan melebarkan prakteknya bersamaan dengan mengubah kualitas kehidupan pasien melalui kesehatan dan kesejahteraan yang lebih baik.”

“Dengan kelanjutan penemuan pada bidang teknologi pelacakan mata, kami akan memajukan ilmu pengetahuan dan menemukan solusi dan penerapan baru yang akan menguntungkan pasien dan juga dokter.”

Mempercepat Penyembuhan Syaraf Dengan Implan Elektronik

Medicalnewstoday.com

Perangkat elektronik yang dapat ditanam untuk menyembuhkan saraf peripheral ini sukses diuji pada percobaan awal. Perangkat ini merangsang saraf peripheral dengan denyut listrik sebelum terbiodegradasi sendiri dan terserap tubuh secara aman.

Sebuah studi yang dipimpin oleh Washington University School of Medicine di St Louis, MO, dan Northwestern University di Evanston, IL menemukan perangkat – yang tidak lebih besar dari sekeping uang logam – yang mampu membantu tikus meregenerasi syaraf pada kakinya.

Tikus tersebut kemudian mampu mengfungsikan syarafnya dan kekuatan ototnya kembali dalam beberapa hari sebelum tubuhnya rusak dan menyerap perangkat yang mudah terdegradasi tersebut.

Tujuan inovasi ini adalah mempercepat pemulihan pada kasus cedera syaraf peripheral yang ditangani dengan stimulasi elektrik selama pembedahan.

“Kami sadar, bahwa stimulasi elektrik selama pembedahan memang membantu, namun setelah pembedahan selesai, kesempatan intervensi sudah tertutup.” Jelas penulis penelitian Dr. Wilson Z. Ray, profesor dari divisi pembedahan neurologis dan ortopedik Washington University.

Dalam makalah penelitian, yang diterbitkan dalam Nature Medicine, Dr. Wilson dan koleganya menunjukkan bagaimana perangkat elektronik mampu memperpanjang periode intervensi.

“Dengan perangkat ini, kami menunjukkan bahwa stimulasi elektrik yang diberikan dalam basis jadwal yang teratur dapat memperbaiki pemulihan syaraf.” Tambahnya.

Syaraf Periferal dapat beregenerasi

Syaraf Periferal melekat sepanjang tubuh, tangan, dan kaki. Mereka berbeda dari syaraf pada sumsum tulang belakang dan sel serta jaringannya mampu tumbuh kembali setelah terluka.

Cedera pada syaraf periferal menyebabkan kegelian, matirasa, rasa sakit, dan kelemahan otot. Dengan pengobatan dan terapi fisik, sebagian cedera dapat sembuh dalam hitungan minggu, sedangkan yang lain butuh berbulan-bulan lamanya.

Beberapa diantaranya, namun, seringkali membutuhkan pembedahan, dan ada beberapa cara untuk mempercepat pemulihannya.

Diperkirakan cedera syaraf peripheral akibat trauma dan kondisi medis kini menyerang sekitar 20 juta orang di Amerika Serikat dan membutuhkan biaya tahunan sekitar $150 milyar.

Jika harus ditangani dengan pembedahan, stimulasi elektrik merupakan standar praktek yang disarankan karena rangsangan listrik membantu sel syaraf tumbuh kembali dan menyembuhkan cedera pada jaringan sepenuhnya dengan memicu pelepasan promoter pertumbuhan.

Pemulihan yang lebih baik dan lebih cepat dengan stimulasi tambahan.

Implan elektronik akan ditanam dalam syaraf yang rusak, dan dalam beberapa hari, akan merangsangnya dengan denyut teratur sebelum rusak sendiri dan diserap tubuh dengan proses yang aman.

Untuk mengirimkan impuls, perangkat membutuhkan tenaga dari pemicu eksternal nirkabel yang bekerja mirip dengan “alas” yang mampu mengisi daya baterai handphone tanpa kabel.

Tim peneliti menguji pada tikus yang menderita cedera syaraf skiatik. Syaraf skiatik adalah syaraf terbesar dalam tubuh manusia. Syaraf ini membawa sinyal ke atas dan ke bawah bagian tubuh dan mengendalikan otot seperti otot urat lutut dan lainnya di bagian kaki.

Perangkat mengirimkan denyut ke syaraf skiatik yang rusak 1 jam tiap hari. Sampel hewan dibagi dalam tiga kelompok: Kelompok 1 diberi dosis stimulasi untuk 1 hari, kelompok 2 untuk 3 hari, dan kelompok 3 untuk 6 hari. Ada juga kelompok yang tidak menerima stimulasi sama sekali, sebagai perbandingan.

Selama 10 minggu berikutnya, stimulasi dalam dosis berapapun lebih efektif dalam memulihkan kekuatan dan massa otot daripada yang tidak diberi stimulus. Pemulihan sinyal syaraf dan kekuatan otot lebih cepat dan lengkap, bagaimanapun, sesuai lamanya hari yang ditambahkan dalam dosis stimulasi yang diterima sampel.

Tim dapat mengontrol jumlah hari yang tepat sesuai kerja perangkat sebelum terbiodegradasi dengan mengubah sifat tertentu seperti ketebalan dan komposisi material.

“Sebelum kami melakukan penelitian ini, kami tidak yakin bahwa stimulasi yang lebih lama akan menghasilkan perbedaan, dan kini kita tahu hasilnya dan akan segera menemukan pemetaan waktu ideal untuk memaksimalkan pemulihan.” Rangkum Dr Wilson.