spot_img

Mendesak, Indonesia Butuh 400 Lebih Rumah Sakit yang mampu Tangani Strok

Menurut data WHO, 15 juta orang di dunia terkena stroke setiap tahunnya. Di tahun 2014, prevalensi nasional bahkan mencapai 3.049.200 pasien, dengan tren yang terus meningkat.

Terkait hal tersebut, Angels Initiative, sebuah program besutan Boehringer Ingelheim memperkirakan Indonesia membutuhkan setidaknya 435 rumah sakit yang berkualifikasi siap menangani pasien strok. Artinya, rumah sakit tersebut telah memenuhi standar untuk menunjang hasil penanganan serangan strok yang lebih baik untuk tiap pasien.

“Angka ini dilihat dari populasi di Indonesia yang hampir 270 juta,” sebut Head of Medical, Representatif Angels Initiative di Indonesia dr Temmy Winata.

Dari populasi ini, Angel Initiative mendapati bahwa populasi yang berusia di atas 20 tahun mencapai angka 170 juta. Bila disesuaikan dengan angka insiden strok di Indonesia, didapati bahwa ada ratusan ribu penderita strok setiap tahunnya di Indonesia.

Jumlah rumah sakit dengan kualifikasi siap strok di Indonesia, lanjut Temmy, belum mencukupi angka tersebut. Dari 120 rumah sakit yang teradaftar dalam program Angels Initiative, baru sekitar 37 rumah sakit di antaranya yang sudah terkualifikasi sebagai rumah sakit siap strok.

Salah satu rumah sakit yang tergabung dalam program Angels Initiative dan sudah memiliki kualifikasi sebagai rumah sakit siap strok adalah Rumah Sakit Pusat Otak Nasional. Bahkan mereka mengklaim bahwa waktu door to needle rumah sakit ini bahkan lebih cepat dari standar panduan dunia dalam penanganan strok.

Door to needle sendiri adalah istilah untuk mengukur berapa waktu yang dibutuhkan pasien strok untuk mendapatkan obat sejak masuk ke rumah sakit. Standar panduan door to needle untuk penanganan strok adalah 60 menit, sedangkan Rumah Sakit Pusat Otak Nasional mampu menanganinya dalam 27 menit.

“Jadi kalau datang pasien, tidak ada waktu yang terbuang. Satu menit saja kami hargai, karena (dalam satu menit) bisa kehilangan 32 ribu sel otak,” jelas Direktur Utama Rumah Sakit Pusat Otak Nasional dr Mursyid Bustami SpS(K) KIC MARS.

Dedikasi ini mengantar Rumah Sakit PON mendapatkan Gold World Sroke Organization (WSO) Angels Award. Ini merupakan penghargaan pertama yang didapatkan oleh rumah sakit di Indonesia. WSO Angels Award merupakan pengakuan dan penghargaan terhadap tim maupun individu yang berkomitmen untuk emningkatkan kualitas praktik penanganan strok dan membangun budaya pengawasan yang berkelanjutan.

Tangani Defisi BPJS, Menkes Terawan Akan bentuk Tim Kecil Khusus

Menteri Kesehatan RI yang baru, Dokter Terawan Agus Putranto. Gambar: Kompas

Dokter Terawan Agus Putranto yang dikenal dengan metode “cuci otak” dan menjadi kontrovesi di kalangan dokter Indonesia kini menjadi Menteri Kesehatan RI. Pekerjaan pertama yang dilakukan Terawan adalah mengunjungi kantor BPJS Kesehatan pada Jumat (25/10) pagi untuk berdiskusi dengan jajaran direksi BPJS Kesehatan guna menyelesaikan berbagai permasalahan dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional.

Pada kesempatan tersebut, Menkes Terawan menyampaikan pihaknya akan berkoordinasi untuk membentuk tim kecil bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Direktur BPJS Kesehatan Fahmi Idris pun menyepakati pembentukan tim dalam rangka mengusut tuntas akar masalah defisit BPJS Kesahatan.

“Masyarakat sudah tahu permasalahannya ada di defisit dan defisit itu berusaha kita pecahkan bersama,” imbuh Terawan.

Untuk masalah defisit BPJS ini, dirinya mengaku segera akan membentuk sebuah tim kecil khusus. Tim kecil ini nantinya bertugas membahas langkah strategis yang diperlukan atau yang sangat diperlukan untuk mengatasi defisit. Teknisnya, dari Kemenkes dan BPJS Kesehatan mengurai satu persatu masalahnya.

Misalnya terkait masalah penyakit jantung yang tagihannya sampai lebih dari Rp 10 triliun, upaya yang akan ditempuh adalah dengan memanggil ketua perhimpunan seperti Perki (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia) terkait penyakit jantung untuk duduk bersama menyelesaikan masalah.

“Kalau mereka sungkan datang ke kantor kami, saya berdua (bersama Fahmi Idris, Direktur BPJS) yang akan mendatangi kantor organisasinya. Jadi kami akan bergerak cepat karena situasinya tidak memungkinkan untuk lambat,” sebut Terawan.

Pada kesempatan tersebut, Menkes Terawan juga berinisiatif memberikan gaji dan tunjangan kinerja (Tukin) pertamanya untuk membantu pembiayaan BPJS Kesehatan.

“Mungkin nanti akan diikuti secara masif oleh karyawan di Kemenkes dengan kerelaannya untuk memberikannya kepada BPJS Kesehatan,” jelas dia.

Inisiatif gerakan moral itu disambut baik oleh Fahmi Idris. Ia mengatakan akan segera menyiapkan regulasinya.

“Kami akan siapkan regulasi, mekanisme seperti apa, yang penting jangan sampai nanti ada uang dari masyarakat kita tidak dapat mempertanggungjawabkan, tidak sesuai dengan ketentuan. Jadi jangan dilihat nilainya tapi dilihat niatnya,” tandas Fahmi.

Canggih, Dot Ini Bisa Deteksi Penyakit Diabetes pada Bayi

Gambar ilustrasi dot bayi

Kata siapa resiko penyakit diabetes hanya bisa menyerang orang dewasa. Ternyata bayi juga berisiko terkena penyakit diabetes tipe 1. Itu terjadi lantaran tubuh bayi yang tidak bisa memproduksi insulin secara maksimal sehingga kadar gula dalam darah pun naik.

Dengan adanya fakta tersebut tersebut, tak sedikit dari orang tua yang mulai mencari cara agar bisa memantau kadar gula darah bayi mereka. Melihat hal ini, sejumlah peneliti asal Amerika Serikat mengembangkan dot biosensor yang mampu mendeteksi penyakit diabetes pada bayi.

Dilansir oleh situs Medical Daily, pengembangan alat ini dimaksudkan untuk memantau kadar gula darah pada bayi menggunakan air liur mereka. Peneliti menjamin dot biosensor yang mereka ciptakan aman dan mudah digunakan untuk mendiagnosis diabetes pada pasien usia dini.

Dalam riset yang telah dipublikasikan dalam jurnal Analytical Chemistry ini, disebutkan pula bahwa dot biosensor itu akan memantau kadar glukosa secara real time. Sejauh ini, alat tersebut sudah digunakan untuk memantau kadar gula pada bayi yang baru lahir. Namun penggunaannya, masih terbatas di rumah sakit.

Tidak seperti tes diabetes lainnya, dot biosensor tetap nyaman digunakan sembari alat tersebut menganalisis air liur bayi untuk biomarker. Puting dot monitor diabetes mengandung enzim yang melekat pada strip elektroda yang mengubah glukosa menjadi sinyal listrik yang lemah. Perangkat ini dapat dihubungkan ke aplikasi mobile agar para orang tua bisa memantau kondisi bayi mereka kapan saja dan di mana saja.

Para peneliti tersebut berharap dot baru yang mereka ciptakan dapat segera meningkatkan kesadaran orang tua dan penyedia layanan kesehatan untuk secara rutin memantau kondisi kadar gula darah pada bayi. Peneliti menambahkan, alat itu kemungkingan tidak hanya berfungsi sebagai tes diabetes balita, karena dapat dimodifikasi untuk biomarker penyakit lainnya.

Di Hospex 2019, Emedis Janjikan Customer Belanja Alkes Bisa Sambil Liburan

Anda yang berkecimpung di industri kesehatan tentu tahu betapa ribetnya proses pengadaan alat kesehatan apabila dilakukan dengan cara-cara tradisional. Baik pihak customer ataupun vendor acapkali akan berurusan dengan berbagai administrasi yang tidak ringkas.

Pihak customer diharuskan berurusan dengan sejumlah vendor dengan segala macam karakternya. Pun dengan vendor, harus berurusan dengan proses birokrasi dan administrasi yang rumit.

Emedis hadir untuk menjadi solusi atas semua masalah tersebut. Hal tersebut diungkapkan oleh mereka pada ajang Indonesian Hospital Expo (HOSPEX) 2019 baru saja diselenggarakan pada tanggal 23-26 Oktober 2019 kemarin di Jakarta Convention Center. Emedis sebagai penyedia jasa business-to-business e-commerce alat kesehatan pertama dan terbesar di Indonesia kembali menjadi exibhitor.

Menempati Booth nomor AH 051, pada pameran tersebut Emedis menambil tema Pantai dan Liburan. Dimana perusahaan yang sudah bermitra resmi dengan PRIMKOP IDI, ARSINU dan PKFI tersebut menjanjikan bahwa belanja alat kesehatan bisa dilakukan dengan cara yang ringkas dan mudah. Bahkan bisa Anda lakukan sambil liburan dan melakukan perjalanan.

Salah satu kemudahan tersebut juga diwujudkan dalam program Flexipay dari Emedis yang juga dikenalkan Emedis pada pameran Hospex 2019. Dimana customer bisa berbelanja alat kesehatan dengan cara mencicil.

Jadi tidak perlu khawatir jika rumah sakit atau klinik Anda membutuhkan alkes yang harus segera dibeli namun belum ada dana tunai tersedia. Flexipay bisa menjadi solusi dengan plafon hingga 5 miliar rupiah dan bunga cicilan hingga 0%.

Gandeng Ping An Doctor, GrabHealth Segera Meluncur di Indonesia

Gambar: Dream.co.id

Perusahaan aplikasi digital Grab, berencana meluncurkan layanan anyar di bidang kesehatan yaitu Grab Health.

Menurut Presiden Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata, perusahaan sebelumnya telah melakukan soft launching untuk layanan GrabHealth dan rencananya akan disusul dengan peluncuran resmi. Sedangk

Dikutip dari situs Daily Social, layanan GrabHealth sendiri merupakan perusahaan patungan antara Grab dan Ping An Doctor. Bila ditelusuri, perusahaan patungan ini bernama PT Good Doctor Technology. Terdaftar sebagai layanan medis online di Kemkominfo. Sehingga bisa dikatakan Good Doctor adalah pemain baru healthtech di Indonesia yang siap bersaing dengan pemain sebelumnya seperti Halodoc, Alodokter, SehatQ, dan lainnya.

Masih menurut situs Daily Social, nantinya fitur yang akan dihadirkan adalah konsultasi via chat, beli obat, artikel kesehatan, dan pengguna bisa mengakses riwayat kesehatan serta transaksi di GrabHealth. Semua fitur dihadirkan di dalam aplikasi Grab tanpa harus mengunduh aplikasi lain.

Gambar: Daily Social 9dailysocial.id)

Konsultasi dokter disediakan dalam dua tipe, konsultasi untuk mendapatkan saran gratis dari dokter umum in-house, atau pilih dokter umum atau spesialis dari rumah sakit mitra. Pilihan yang kedua dikenakan biaya mulai dari Rp15 ribu per 24 jam.

Sementara, untuk beli obat bekerja sama dengan mitra apotek. Satu mitra yang sudah mulai tersedia adalah K24. Kemungkinan yang pasti jumlah dan persebaran mitra akan diperluas untuk menjangkau seluruh pengguna Grab.

Pada perkembangan lain, startup yang menyandang sattus sebagai Decacorn tersebut tercatat menorehkan berbagai pencapaian positif sepanjang paruh pertama tahun ini. Ridzki mengatakan perusahaan mengalami pertumbuhan nilai penjualan bruto (gross merchandize value/GMV) sebesar tiga kali lipat pada semester I/2019.

Tahun lalu, total nilai kontribusi Grab terhadap perekonomian Indonesia tercata mencapai Rp48,9 triliun. Dia menambahkan, saat ini Grab telah hadir di 8 negara dan 339 kota di Asia Tenggara dengan 9 juta pengusaha mikro serta sebanyak 165 juta unduhan terhadap aplikasi.

RSUD Asal Surabaya Ini Gunakan Nuklir Untuk Pengobatan Kanker

Rumah Sakit Umum Daerah Bhakti Dharma Husada (RSUD BDH). Gambar: Tribunnews.com

Jumlah pasien kanker di Surabaya makin meningkat setiap tahun. Berdasar data akhir Juli lalu, jumlahnya mencapai 2.730 kasus. Pasien harus mengantre sampai enam bulan untuk mendapatkan layanan radioterapi karena alat terbatas. Antrean itu bisa semakin panjang karena RS di Surabaya juga jadi jujukan pasien kanker dari Indonesia Timur.

Sebagai solusi menangani hal tersebut, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya memunculkan ide untuk membangun RS dengan fasilitas kedokteran nuklir. Rumah Sakit Umum Daerah Bhakti Dharma Husada (RSUD BDH) ditunjuk untuk melaksanakan hal ini. Sebab, RS di Kecamatan Benowo tersebut masih dikelilingi lahan kosong.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya Febria Rachmanita menjelaskan bahwa teknologi nuklir sering diterapkan di dunia kedokteran. Di kota-kota besar teknologi itu juga sudah dioperasikan. “Di Semarang, Jakarta, dan Makassar sudah ada,” katanya.

Dalam beberapa seminar yang diadakan Perhimpunan Kedokteran Nuklir Indonesia (PKNI), terapi nuklir dianggap lebih mudah dan aman. Misalnya, terapi kanker tiroid yang bisa menghabiskan puluhan juta rupiah untuk kemoterapi. Dengan teknologi nuklir, penanganan kanker tiroid hanya membutuhkan biaya Rp 6 juta hingga Rp 9 juta.

Salah satu metode yang digunakan adalah ablasi. Yakni, pengobatan dengan terapi radioaktif untuk menyusutkan bahkan menghilangkan kelenjar tiroid. Karena biayanya lebih murah, yang diuntungkan adalah pasien dan pihak BPJS yang selama ini mempunyai tunggakan ke berbagai RS.

Namun, Febria Rachmanita menegaskan bahwa tujuan utama pembangunan teknologi nuklir itu bukan hanya soal biaya, melainkan juga fungsi kedokteran nuklir. “Keunggulan utamanya theranostics,” ujarnya. Itu adalah kombinasi diagnostik dan terapi. Theranostics adalah transisi dari pengobatan konvensional ke pendekatan pengobatan kontemporer yang lebih presisi.

Cara kerjanya berbeda dengan kemoterapi yang menggunakan obat rancangan khusus. Obat tersebut membidik dan membunuh sel kanker yang membelah dengan cepat. Masalahnya, obat kemoterapi juga dapat membunuh sel tubuh yang sehat dan normal. Karena itu, kemoterapi biasanya memunculkan beragam efek samping. Mulai rambut rontok hingga masalah pencernaan.

Sementara itu, radiasi panas nuklir dapat ditargetkan secara presisi ke bagian yang sakit saat terapi. Dengan begitu, terapi tersebut tidak merusak jaringan sehat dan normal di sekitar. Jika pun ada kerusakan, tergolong ringan.

Dari seluruh kasus di Surabaya, jumlah pasien kanker payudara yang paling banyak. Yakni, hampir separuh dari jumlah keseluruhan pasien kanker. Angka itu disusul kanker serviks, ovarium, paru, dan nasofaring.

Feni mengungkapkan, ada berbagai jenis penyakit yang bisa ditangani dengan menggunakan teknologi nuklir tersebut. Misalnya, meratakan keloid alias bekas luka.

DPRD dan pemkot sudah sepakat mempercepat realisasi fasilitas itu. RSUD BDH mendapat suntikan Rp 30 miliar untuk menyediakan peralatan serta sarana dan prasarana pendukung. Untuk itu, Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman Cipta Karya dan Tata Ruang (DPRKP CKTR) Surabaya digerojok tambahan dana Rp 90 miliar untuk pembangunan fisik RS tersebut.

Kabid Bangunan Gedung DPRKP CKTR Iman Krestian telah menyusun konsep teknis pembangunan RS itu. Pada tahap pertama, pihaknya akan menggali bungker untuk mencegah radiasi nuklir. “Secara konsep teknis sudah. Hanya, untuk basic desain, masih menunggu pemenang lelang,” jelasnya.

Nuklir Aman untuk Pengobatan

Pengembangan nuklir bagi kesehatan terus dilakukan, termasuk untuk mengobati kanker yang menjadi salah satu penyakit paling mematikan. Wakil Ketua Ikatan Dokter Indonesia Wilayah Jawa Timur (Jatim) Dr dr Hendrian Dwikoloso Soebagjo SpM (K) memaparkan, di Indonesia memang belum banyak yang menyediakan layanan teknologi nuklir untuk membunuh sel kanker.

Selain itu, masyarakat masih sering khawatir dan takut terhadap metode tersebut karena nuklir berkaitan erat dengan senjata untuk perang. Padahal, teknologi nuklir bisa menjadi alternatif terapi bagi penderita kanker. Misalnya kanker serviks. Pasien akan diberi tindakan untuk jangka waktu tiga bulan. Dalam jangka waktu tersebut, hasil radioterapi akan berproses menghancurkan sel-sel kanker.

Metode teknologi nuklir, papar Hendrian, sangat aman untuk menyembuhkan kanker maupun penyakit lain.

Namun, untuk mendapatkan hasil maksimal, dalam penggunaannya, diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten.

“Dokter, perawat, dan penunjang medis lainnya harus yang sudah ahli,” jelas Hendrian.

Selain itu, infrastruktur untuk menunjang pelayanan teknologi nuklir harus dibuat secara khusus. Termasuk, alat di RS harus mumpuni. Hal tersebut berhubungan juga dengan limbah tenaga nuklir.

Infrastruktur bungker untuk mengolah limbah tersebut juga harus disediakan dengan aman. “Teknologi nuklir yang baik akan memiliki daya terapi yang baik dan efek samping bagi tubuh tidak besar,” pungkas Hendrian.

Catat Tanggalnya, Bionime Akan Perkenalkan Tes Gula Darah IoT Pada Hospex 2019

Menurut catatan berbagai sumber, jumlah penderita diabetes atau kencing manis di Indonesia menunjukkan tren peningkatan hingga sekira 40 persen. Untuk mencegahnya, diperlukan pola hidup yang sehat melalui asupan makan yang baik serta rajin berolah raga.

Namun, pemeriksaan kadar gula darah secara rutin juga sangat diperlukan. Bagi penderita, berguna untuk mengetahui sehingga bisa mengontrolnya. Juga bisa digunakan sebagai deteksi dini bagi Anda yang belum divonis mengidap penyakit ini.

Terkait hal tersebut, Bionime Corporation yang berasal dari Taiwan memperkenalkan sejumlah alat kesehatan terintegrasi yang dapat dioperasikan dengan mudah oleh individu antara lain Rightest CARE DMS, Rightest CARE Clinic App, Rightest CARE App dan Rightest Smart Meter (Seri Rightest POCT & Bluetooth). Produk dan layanan mereka akan diperkenalkan pada kegiatan Hospital Expo 2019 pada 23 – 26 Oktober 2019 yang digelar di Exhibition Hall B, Jakarta Convention Center.

Founder & CEO Bionime Coorporation Roy Huang mengatakan, Bionime Corporation yang berasal dari Taiwan memperkenalkan sejumlah alat kesehatan terintegrasi yang dapat dioperasikan dengan mudah oleh individu antara lain Rightest CARE DMS, Rightest CARE Clinic App, Rightest CARE App dan Rightest Smart Meter (Seri Rightest POCT & Bluetooth).

Alat tes kesehatan tersebut adalah kombinasi Internet of Medical Things (IoMT) terbaru dengan dukungan teknologi dan integrasi solusi kesehatan digital sehingga mampu mengumpulkan informasi secara tepat dan melakukan analisis terhadap seluruh rekaman kesehatan elektronik (EHR).

“Kemampuan integrasi dan analisa data tersebut memungkinkan bagi individu pengguna untuk mendapatkan saran perawatan kesehatan, informasi farmasi, maupun lembaga layanan kesehatan lainnya berdasarkan ide perawatan masyarakat” papar Huang.

Saat ini, lanjut Huang, lebih dari seribu lembaga mendukung sistem yang dikembangkan Bionime Corporation, menjadikannya salah satu platform kesehatan paling unik dan terspesialisasi di dunia dalam bidang diabetes dan manajemen penyakit kronis.

Bionime mengintegrasikan keahlian tingkat atas dalam ilmu kedokteran, kimia, elektronik, dan mekanisme presisi untuk mengkomersialkan teknologi paten dari struktur strip pengujian yang unik. Saat ini Bionime mengoperasikan empat anak perusahaan di pasar utama, Eropa, Amerika, dan China.

Untuk diketahui, kegiatan Hospital Expo 2019 dilakukan dalam rangka mendorong produsen Taiwan untuk meningkatkan kemampuan serta menambah nilai dan inovasi dalam produk mereka yang didukung Kementerian Urusan Ekonomi/Ministry of Economic Affairs (MOEA) melalui proyek skala nasional yang disebut Proyek Pengembangan Citra Industri Taiwan/The Taiwan Industry Image Enhancement Project (IEP project).

Luncurkan Produk CT Scan Terbaru, GE Lirik Pasar Indonesia

CT Scan terbaru dari General Electric. Foto: GE

Presiden dan CEO GE Asia Pasifik Wouter Van Wersch mengungkapkan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.000 pulau. Selain itu, Indonesia masih mempunyai remote area dan lokasi perbatasan dengan peralatan kesehatan sangat minim.

“Pasar alat kesehatan cukup besar. Indonesia memiliki remote area yang cukup banyak. Namun, masalah yang dihadapi dalam pengoperasian alat kesehatan adalah kemampuan tenaga kesehatan di daerah yang sulit,” katanya, seperti MedX kutio dari situs Bisnis.com.

GE sendiri merupakan salah satu produsen alat kesehatan yang salah satu produk andalannya adalah CT Scan. Sampai saat ini tercatat produk CT Scan mereka telah tersebar sebanyak 40 unit di Vietnam, 39 unit di Indonesia, 34 unit di Filipina, serta ada juga di Malaysia, Kamboja dan Thailand.

Dan pada bulan Juni 2019 lalu, perusahaan asal Korea Selatan tersebut telah meluncurkan produk CT Scan terbarunya. Mengutip laman resmi GE Indonesia,produk ini memiliki keunggulan 128 slices, yang dilengkapi dengan fitur unggulan. Dari mulai Low Dose CT Scan (LDCT), virtual colonoscopy , Xtream display di tengah gantry untuk penggunaan yang lebih sederhana, CT perfusi 4 dimensi, Denta scan, dan Lung VCAR.

LDCT merupakan tomografi terkomputasi dosis rendah yang bisa menghasilkan gambar tiga dimensi dengan resolusi tinggi dan lebih detail dibandingkan x-ray dada konvensional. LDCT bisa mendeteksi bengkak yang sangat kecil di paru-paru, yang terlalu kecil untuk dideteksi oleh x-ray paru-paru konvensional.

Produk keluaran baru ini juga menggunakan dosis radiasi yang lebih rendah dibandingkan CT-scan biasa. LDCT biasanya untuk mendeteksi kelainan paru termasuk kanker paru dan penyakit jantung koroner.

Dengan LDCT, maka pasien tak perlu khawatir akan terpapar radiasi karena menggunakan radiasi berdosis rendah sehingga pasien terpapar radiasi yang lebih sedikit dibandingkan CT-scan konvensional.

Kini Layanan Vaksin Internasional Sudah Tersedia di RS Pelni Jakarta

Bag Anda yang terbiasa melakukan perjalanan ke luar negeri pasti sudah tahu kalau kita wajib melakukan vaksinasi tertentu yang disyaratkan oleh negara tujuan atau dikenal dengan istilah vaksinasi internasional.

Vaksinasi tersebut juga diperlukan agar setelah kembali ke tanah air tidak membawa suatu virus penyakit yang mungkin menular dan menjadi wabah di Indonesia. Salah satu jenis vaksin yang umum dilakukan adalah sebelum melakukan perjalanan Umrah atau Haji, serta vaksin meningitis dan influenza.

Vaksinasi internasional lainnya adalah pneumonia, yellow fever, atau pun polio OPV. Vaksinasi tersebut bisa didapatkan di rumah sakit yang sudah mendapat ijin dari Kementrian Kesehatan (Kemenkes).

Rumah Sakit Pelni Jakarta, baru saja meluncurkan layanan vaksin internasional tersebut. Kepala Rumah Sakit Pelni Dr. Dewi Fankhuningdyah F, MPH mengatakan, layanan terbaru ini dapat membantu masyarakat khususnya yang berada di area Jakarta untuk mendapat pilihan tambahan.

“RS Pelni selain memberikan vaksin juga menerbitkan buku vaksin internasional,” kata Dewi seperti dilansir oleh berbagai sumber.

Layanan Vaksin Internasional di RUmah Sakit Pelni ini bisa Anda nikmati melalui Klinik Medical Check Up Sakura. Bahkan saat ini ada harga khusus biaya vaksin combo Meningitis dan Influenza sebesar Rp 390.000.

Paradigma Ambulans Dunia Kesehatan Kita

Postur anggaran kesehatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kita tak pernah mencapai dua digit. Padahal bidang kesehatan serta pendidikan dan sistem jaminan sosial merupakan tiga pengeluaran besar dalam konsep negara kesejahteraan yang dianut mayoritas negara di dunia, termasuk Indonesia (Moran, 2000).

Degradasi politis dunia kesehatan tak berlangsung begitu saja. McKinlay (2002) menganalogikan proses tersebut dengan runtuhnya dominasi sosial gereja di Eropa. Dokter, sebagai representasi utama layanan kesehatan, berdiam di dalam “kuil pendeta” (baca: rumah sakit) seraya menunggu pasien yang akan datang berobat. Standar ritual-ritual tertentu dan seragam khasnya membuat mereka mendapatkan status sosial yang setara dengan pendeta keagamaan.

Revolusi Industri pada abad ke-19 memaksa semua profesi terlibat dalam proses produksi barang dan jasa serta mereduksi tenaga kesehatan menjadi penyedia layanan jasa belaka, laiknya jasa konsultasi rohaniwan (Stoeckle, 1988). Navarro(1976) menyebut perubahan tersebut sebagai layanan statis yang berubah menjadi moda bergerak untuk memenuhi tuntutan konsumen. Saya menganalogikannya sebagai transformasi “kuil” menjadi “ambulans”.

Sosok ambulans dengan sirene yang meraung-raung sering dikaitkan dengan proses kegawatdaruratan medik bagi mereka yang tengah jatuh sakit. Itu sebabnya paradigma pembangunan kesehatan kita masih enggan beranjak dari kacamata kuda kuratif, alih-alih promotif-preventif sebab yang pertama bersifat “aksi” ketimbang omongan (baca: penyuluhan) belaka. Pemerintah dan masyarakat kita masih memandang layanan kesehatan baru berfungsi sempurna jika ia laksana ambulans yang bergerak ke sana-kemari. Ia tak dibutuhkan jika tak ada orang sakit. Tak mengherankan jika sektor kesehatan diidentikkan dengan layanan kuratif dan bentuk-bentuk layanan kedokteran lainnya (Barr et al, 2004).

Paradigma ambulans ini tecermin jelas dalam tindakan beberapa kepala daerah, seperti Gubernur Jakarta Jokowi yang mengubah belasan pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) di Ibu Kota menjadi rumah sakit kecamatan pada 2013. Pandangan “besar sedikit ubah jadi rumah sakit” menjadi dogma bagi para pemangku kebijakan.

Selama 2012-2018, jumlah rumah sakit swasta nirlaba melonjak 17,5 persen setiap tahun. Bandingkan dengan rata-rata pertumbuhan puskesmas yang hanya 3-5 persen per tahun (Laksono & Listyani, 2018). Padahal paradigma sehat tak terbentuk di rumah sakit, karena rumah sakit tak punya beban wilayah kerja, tapi pada kelompok masyarakat yang belum jatuh sakit dan merupakan tanggung jawab puskesmas. Mustahil mendidik pola hidup sehat pada orang-orang yang tengah meradang dan butuh layanan sesegera mungkin. Tak mengherankan bila kita tak mampu menekan insiden penyakit katastrofik yang melahap porsi terbesar anggaran Jaminan Kesehatan Nasional.

Disepelekannya sektor kesehatan kian terlihat jelas pada defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Pemerintah tak berusaha mencari solusi komprehensif karena “ambulans” masih berjalan seperti biasa. Ini sebetulnya “bom waktu” yang membuat “ambulans” suatu saat mogok. Gejala-gejalanya mulai tampak. Ratusan rumah sakit umum daerah (RSUD) sudah tak mampu membayar jasa medik petugas kesehatan dan malah diarahkan untuk “gali lubang tutup lubang” dengan meminjam dana via mekanisme supply chain financing. Di bidang farmasi, tunggakan pembayaran BPJS Kesehatan mengakibatkan RSUD tak mampu membayar perusahaan farmasi dan berujung pada kekosongan obat.

Selain rencana menaikkan iuran BPJS pada 2020, pemerintah semestinya lebih cerdik mencari sumber-sumber pembiayaan cepat lain tanpa membebani kondisi keuangan negara yang tengah defisit. Penerbitan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional agar BPJS Ketenagakerjaan dapat membantu BPJS Kesehatan secara finansial patut dikedepankan. Solusi tentatif tersebut memberikan sedikit ruang fiskal bagi keberlangsungan hidup BPJS sebelum menerapkan solusi jangka panjang lain, seperti menaikkan tarif cukai rokok, relokasi dana konversi energi, serta mendisiplinkan manajemen pengelola dan peserta BPJS Kesehatan.

Proses pembangunan hanya bisa berjalan maksimal jika didukung oleh sumber daya manusia yang sehat dan produktif serta berkualitas. Arah dan kebijakan pembangunan itu sendiri juga amat bergantung pada paradigma politis pemimpinnya (Notoatmodjo, 2008). Sebuah studi menunjukkan korelasi positif antara paradigma politis suatu pemerintahan dan derajat kesehatan masyarakatnya (Navarro et al, 2016). Di Jerman pada abad ke-19, misalnya, Otto von Bismarck menginisiasi asuransi sosial dan kesehatan pertama di dunia karena menginginkan sumber daya manusia yang tangguh bagi dunia usaha dan angkatan perang (Bump, 2010).

Di Indonesia, asas klasik gotong-royong seharusnya menjadi paradigma politis yang dianut bangsa, tak sekadar memandangi “ambulans” sektor kesehatan hilir-mudik sendirian.

Artikel asli ditulis oleh Muhammad Hatta (Dokter alumnus Manajemen Kesehatan University of Illinois, Chicago), dan dimuat di Situs Tempo