spot_img

Ada 2.445 Perawat Asal Indonesia di Jepang

gambar: northjersey.com

Penempatan tenaga perawat asal indonesia di Jepang telah berlangsung sejak tahun 2008. Dimana ini merupakan salah satu wujud kerja sama Indonesia – Japan Economic Partnership Agreement (Ijepa).

Menurut Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek, saat ini tercatat 2.445 perawat asal Indonesia yang ditempatkan di negeri matahari terbit tersbeut. Para perawat sebagian besar merupakan lulusan institusi pendidikan keperawatan yang ada di daerah, seperti dari Nias, NTT, NTB, Denpasar, Semarang, Indramayu, Cirebon, Banyuwangi dan Sukabumi.

Namun memang, dari jumlah tersebut sebagian besar perawat masih berstatus sebagai caregiver atau perawat rumahan yang biasanya bertugas merawat dan mengurusi orang sakit parah, lansia atau penyandang disabilitas.

Untuk itu, Nila terus mendorong agar para caregiver meningkatkan statusnya, agar menjadi perawat yang sebenarnya atau kangosi sesuai latar belakang pendidikannnya.

Untuk diketahui, agar dapat menjadi kangosi sesuai standar Jepang memang syaratnya tidak ringan. Di antaranya memiliki kemampuan bahasa Jepang N-1, memiliki STR, serta pengalaman kerja minimal 2 tahun dengan transkrip/kurikulum yang diakui oleh pemerintah Jepang.

Sementara itu, seorang kepala Panti Lansia di jepang yang bernama Mr. Michio menyatakan bahwa para caregiver asal Indonesia ini sangat kompeten dalam menjalankan tugasnya. Dan sebagai bentuk apresiasi untuk para caregiver ini, setiap tahun panti tersebut mengadakan acara liburan bersama ke suatu tempat. Rencananya, tanggal 6 -10 Juli mendatang, mereka akan diajak liburan ke Bali.

Tiga Mahasiswa Terima Beasiswa Ratusan Juta Dalam Dexa Award Science Scholarship

gambar: Bisnis.com

Dengan tujuan untuk mendorong perkembangan inovasi riset, khususnya di bidang kesehatan, perusahaan farmasi Dexa Group menggelar Dexa Award Science Scholarship 2019 (DASS 2019) beberapa waktu lalu. Ini merupakan kali kedua perhelatan tersebut di gelar.

Hadiah beasiswa untuk jenjang S2 yang diberikan oleh Dexa berhasil menarik ribuan pendaftar dari berbagai kampus di Indonesia. Tercatat 1.664 pendaftar beasiswa DASS 2019. Ribuan pendaftar tersebut berasal dari 34 provinsi, 295 kabupaten, dan 349 kampus di Indonesia.

Peserta yang berhasil meraih beasiswa DASS 2019 adalah Yesiska K. Hartanti dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Muhammad Rezki dari Universitas Diponegoro (Undip), dan Yayan D. Sutarni dari Universitas Sebelas Maret (UNS). Masing-masing penerima beasiswa akan mendapatkan rata-rata Rp 200 juta hingga Rp 300 juta dan bebas memilih kampus S2 terakreditasi A di seluruh Indonesia.

Pemberian beasiswa tersebut tidak hanya untuk penelitian mahasiswa dalam bidang farmasi, namun keilmuan secara keseluruhan yang masih berkaitan dengan kesehatan yang nantinya bisa diaplikasikan untuk kesehatan masyarakat.

Sementara itu, Chief Executive Officer (CEO) Dexa Group Ferry A. Soetikno mengungkapkan bahwa Dexa Group konsisten mendorong perkembangan inovasi riset.

“Dalam perkembangan Dexa, kami yakin terhadap pentingnya inovasi. Sekitar 5 persen penghasilan perusahaan untuk riset dan development,” pungkasnya.

RSUD Arjawinangun Cirebon Siap Jadi Pusat Perawatan Trauma

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arjawinangun Cirebon tengah bersiap menjadi rumah sakit pusat trauma atau trauma center. Untuk mendukung hal itu, peremajaan hingga perlengkapan alat medis tengah dilakukan. Salah satunya adalah membeli alat bedah saraf senilai Rp 4 miliar.

Direktur RSUD Arjawinangun dr H Bambang Sumardi mengungkapkan, pusat trauma center berawal dari kunjungan kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat ke RS Arjawinangun belum lama ini. Saat itu kepala dinas mempertanyakan rencana atau arah ke depan rumah sakit tipe B tersebut.

“Waktu ada kunjungan dari kepala dinas provinsi ditanya, Rumah Sakit Arjawinangun mau dibawa ke mana? Saya jawab, karena posisinya di Pantura dan sebagai penyangga jalan tol, lebih cocok dikembangkan sebagai rumah sakit pusat trauma atau trauma center,” terangnya.

Bambang melanjutkan, trauma center bukan hanya menangani kasus kecelakaan, akan tetapi berbagai trauma lain yang berkaitan dengan psikologis. Berbagai persiapan tengah dilakukan. Seperti melengkapi alat bedah dan memantapkan SDM yang telah ada.

“Untuk psikis kita ada ruang perawatan jiwa. Kemudian untuk trauma kecelakaan nanti akan kita bangun dan kembangkan khusus untuk bedah. Persiapan ke arah sana, kita SDM sudah ada. Seperti dokter bedah saraf, bedah tulang, kumudian psikiater juga sudah ada,” pungkasnya.

Kemenkes Dan MUI Adakan Sertifikat Halal Bagi Alkes dan Obat

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengungkapkan telah menggandeng Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk menjamin kehalalan untuk produk obat-obatan, alat kesehatan (alkes) dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Terkait dengan hal tersebut, Kemenkes juga sudah menyerukan agar produsen dan stakeholder dari industri terebut untuk memperhatikan kehalalan produk mereka.

“Selama ini Kemenkes telah melakukan upaya penyebaran informasi kepada industri farmasi, mengenai adanya Undang-Undang No. 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal,” tegas Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Farmalkes) Kemenkes RI, Engko Sosialine Magdalene.

Nantinya, hasil dari kerja sama ini akan melahirkan fasilitas sertifikat halal bagi alat kesehatan, obat-obatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Lalu merekomendasi pencabutan Sertifikat Halal dan Label Halal bagi produk yang tidak sesuai aturan. Serta tugas lain yang terkait dengan penyelenggaraan JPH sesuai tugas dan fungsi masing-masing.

Produk yang beredar di masyarakat ini, lanjut Engko, harus terjamin keamanan, khasiat, manfaat, dan mutunya. Untuk itu pembuatan obat-obatan mulai dari produksi, peredaran, distribusi, hingga penyerahan harus dilakukan sesuai standar dan persyaratan.

“Dalam hal peredaran, obat-obatan harus memperoleh izin edar dari BPOM (Badan Pengawas Obat-Obatan dan Makanan). Selain itu, terkait standar atau persyaratan juga harus memenuhi ketentuan mengenai penandaan atau label yang diatur oleh BPOM,” papar Engko.

Kendati begitu, saat ini memang 98 persen obat-obatan yang masih belum bisa dipastikan kehalalannya. Terkait hal tersebut, Engko menjelaskan tentang ketentuan PP No. 31 tahun 2019, dimana disebutkan sertifikasi halal untuk obat-obatan tidak dilakukan oleh Kemenkes RI, melainkan oleh lembaga yang berwenang. Di PP yang sama juga diatur bahwa penahapan kewajiban bersertifikat halal bagi produk yang dikenakan kewajiban (termasuk obat), dilakukan secara bertahap.

Ketentuan mengenai penahapan tersebut didelegasikan untuk diatur dalam Peraturan Menteri Agama, setelah berkoordinasi dengan kementerian atau lembaga terkait. Di dalamnya mengatur salah satunya adalah mengenai produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.

PP No. 31 tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal itu, menyebutkan produk yang bersertifikat halal harus memenuhi proses produk halal. Proses tersebut adalah rangkaian kegiatan untuk menjamin kehalalan produk mencakup tujuh poin.

Yakni penyediaan bahan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian produk. Ketujuh aspek tersebut harus terpenuhi kehalalannya, sehingga bagi industri obat dan vaksin yang proses produksinya cukup rumit, perlu melakukan usaha yang lebih keras untuk dapat memenuhi itu.

“Sementara terkait sediaan farmasi (termasuk vaksin) agar dapat diedarkan, harus memiliki izin edar yang diberikan oleh BPOM. Ketentuan mengenai izin edar sediaan farmasi diatur oleh BPOM,” pungkas Engko.

Pentagon Kini Bisa Identifikasi Seseorang Hanya Dari Detak Jantungnya

Dewasa ini, teknik pengenalan identitas manusia menggunakan bagian tubuh (biometric identification) telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Yang sudah banyak digunakan adalah teknik pengenalan wajah di bandara, mobil yang bisa dibuka hanya dengan melihatnya, teknologi yang mendeteksi cara unik seseorang dalam berjalan, dan tentu saja menggunakan sidik jari yang banyak digunakan dalam berbagai bidang.

Terkait hal tersebut, MIT Technology Review melaporkan bahwa Pentagon atau Departemen Pertahanan Amerika Serikat telah mengembangkan alat yang bisa mengenali identitas seseorang dari dari jarank jauh berdasarkan detak jantung mereka. Alat bernama Jetson ini menggunakan laser vibrometry untuk mengidentifikasi pergerakan permukaan pada kulit yang disebabkan oleh detak jantung. Teknik ini mampu bekerja dari jarak 200 meter.

Kondisi detak jantung semua setiap orang unik dan berbeda-beda. Tidak seperti wajah dan sidik jari, detak jantung tidak bisa berubah ataupun dimanipulasi dengan cara apa pun.

Namun saat ini memang alat ini masih memiliki keterbataasan. Yaitu tidak mampu menempus pakaian yang lebih tebal seperti mantel musim dingin. Juga, diperlukan waktu sekitar 30 detik untuk mengumpulkan informasi yang diperlukan. Jadi saat ini hanya berfungsi dengan baik jika target duduk atau diam. Dan tentu saja, efisiensinya juga akan tergantung pada semacam database jantung. Meskipun demikian, dalam kondisi yang tepat, Jetson memiliki akurasi lebih dari 95 persen.

Jelas, teknologi ini dapat membuktikan keuntungan besar bagi militer dan organisasi keamanan Amerika Serikat. Namun menurut MIT, alat ini juga bisa bergunaka bagi sektor kesehatan. Misal, dokter dapat memeriksa detak jantung seseorang dari jarak jauh atau tanpa harus menyentuh pasien. Sehingga juga bisa bermanfaat untuk memantau kondisi pasien dari jarak jauh, apalagi sekarang sudah dibantu dengan berbagai teknologi digital lainnya.

Belasan Dokter dan Alkes Dikerahkan Untuk Sembuhkan Penyakit Walkot Risma

Tri Rismaharini. Sumber gambar : alchetron.com

Saat ini Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini masih mendapatkan perawatan intensif di ruang intensive care unit (ICU) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Soetomo, Surabaya. Kendati begitu pihak Pemkot Surabaya menyatakan bahwa kondisi wanita yang yang kerap disapa Risma ini berangsur-angsur membaik.

Upaya untuk menyembuhkan Risma memang nampak optimal dilakukan oleh segenap pihak terkait. Diantaranya adalah mengerahkan 15 dokter spesialis yang terdiri dari dokter anestesi sebagai konsultan. Kemudian dokter paru untuk asma, dokter jantung, dokter radiologi, dokter penyakit dalam, hingga dokter mikrobiologi untuk menilai hasil laboratorium.

Tak hanya itu, alat kesehatan terbaik pun di dipasangkan ke tubuh Risma guna menjaga stabilitas kesehatannya.

“Kita (sesuai) protap (prosedur tetap), semua pasien yang di ICU, yang dibantu, dipasang alat bantu napas,” kata Kepala ICU sekaligus dokter spesialis anestesi, dr Hardiono.

Hal ini diamini oleh Kepala Humas RSUD dr Soetomo, Pesta Parulian. “Semua alat kesehatan kita pasang untuk lebih continous memonitornya. Alat monitor kesehatan. Banyak banget. Pokoknya kita all out untuk ibu kita ini,” tegas Pesta.

Masih ada lagi. Agar semakin mempercepat proses penyembuhan, rumah sakit membatasi kunjugan besuk serta menjauhkan alat komunikasi.

“Kita akan membatasi kunjungan karena ibu (Risma) dirawat secara intensif. Kita melihat serangan asma itu kan mempunya gradasi. Sementara kita jauhkan dari komunikasi supaya ibu bisa beristirahat dengan tenang,” terang Pesta.

Pada Selasa (25/6) pagi kesehatan risma dikabarkan memburuk. Kemudian dia dilarikan ke RSUD dr Soewandhi. Dab malam harinya langsung dirujuk ke RSUD dr Soetomo. Dari diagnosis dokter, Risma disebut menderita asma dan maag akut, serta menurunnya kondisi tubuh akibat diterpa kelelahan.

Canon Luncurkan Ultrasonografi Aplio Budget Ultrasounds

Gambar: www.medgadget.com

Canon Medical merilis serangkaian produk ultrasonografi Aplio a-series. Diumumkan pertamakali pada pertemuan tahunan American Society of Echocardiography, Aplio a450 dan Aplio a550 dirancang untuk fungsi pencitraan multi-purpose canggih, termasuk untuk pencitraan jantung namun dengan harga yang tetap bersaing.

Dirancang dengan beberapa fitur unggulan dari ultrasonografi yang lebih canggih dari produk Canon lainnya, seri a ini menerapkan teknologi a-Beam yang mampu menjangkau lebih dalam jaringan tubuh dan menyediakan gambar yang lebih tajam. Fitur unggulan lainnya iSense, membantu petugas memindai pasien dan memperoleh hasil pemeriksaan lebih cepat.

Aplio a550 juga menawarkan fitur AutoEF dan Strain Imaging (Wall Motion Tracking).

“Dengan mengutamakan pelanggan dan pasien, kami merancang Aplio a-series dengan mengintegrasikan teknologi pencitraan industri terdepan, aplikasi canggih, dan kontrol intuitif seluruhnya dengan harga yang terjangkau.” Ujar Dan Skyba, Director of Ultrasound Business Unit, Canon Medical Systems.

Dirinya melanjutkan, produk ini menawarkan solusi lengkap yang menjamin kepastian diagnostik dari serangkaian kebutuhan pencitraan jantung, membantu ahli jantung melakukan pencitraan baik yang rutin maupun rumit demi kemajuan layanan kesehatan bagi pasien.”

Namun sayangnya, sampai saat ini belum ada kabar apakah produk ini akan beredar dan dipasarkan di Asia Tenggara khususnya Indonesia.

Bakteri Kebal Obat Semakin Mengkhawatirkan, Ini Langkah WHO

Direktur Eksekutif WHO, Mike Ryan, berbicara di Jenewa, Swiss. Gambar: WHO

Infeksi bakteri biasanya diobati dengan antibiotik. Namun, bakteri lama-lama bisa beradaptasi dengan obat-obatan dan menjadi makin sulit untuk dibunuh. Ini yang disebut dengan resistensi bakteri terhadap antibiotik.

Dewasa ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melihat bahwa bakteri yang kebal terhadap obat antibiotik atau antimikroba semakin berkembang akibat meluasnya penyalahgunaan antibiotik. menjadikan hal ini sebagai salah satu risiko kesehatan paling mendesak di dunia. Sekaligus memperlihatkan fakta kurang sedap, yaitu bahwa satu abad kemajuan medis akan gagal jika tidak ada tindakan untuk melawan peningkatan kekebalan dengan menggunakan antibiotik yang lebih aman dan manjur.

Untuk itu, WHO secara resmi telah meluncurkan alat baru untuk menghambat pertumbuhan antimikroba atau bakteri kebal antibiotik. Kampanye globalnya bertujuan untuk membuat keputusan dan pembuat kebijakan sadar akan penggunaan antibiotik yang tepat dan manjur untuk infeksi tertentu.

Alat yang dikembangkan ini didasarkan pada Daftar Obat Pokok WHO. Daftar tersebut menetapkan antibiotik mana yang akan digunakan untuk infeksi yang paling umum dan serius yang harus tersedia setiap saat dalam sistem perawatan kesehatan.

Asisten Direktur Jenderal WHO untuk akses obat-obatan, Mariangela Simao mengatakan, pneumonia membunuh banyak anak di negara berkembang, karena mereka tidak mendapatkan pengobatan yang tepat.

“Lebih dari satu juta kematian di negara-negara berkembang disebabkan penyakit akibat bakteri yang dapat diobati, yang dalam banyak kasus dikaitkan dengan kurangnya akses ke antibiotik, atau kesalahan menulis resep dan diagnosa. Jadi, dengan meluncurkan alat ini, WHO bertujuan mengurangi kesenjangan antara kelebihan penggunaan antibiotik dan aksesnya,” ungkap Simao seperti dilansir oleh VOA Indonesia.

Sementara itu Asisten Direktur Jenderal WHO untuk Perlawanan Antimikroba, Hanan Balkhy, mengatakan Daftar Obat Pokok juga menunjukkan antibiotik yang harus digunakan dengan hemat dan sebagai upaya terakhir.

“Kami berharap bahwa daftar itu akan menjadi referensi yang sah untuk penyedia layanan kesehatan yang ingin memahami cara-cara yang lebih baik dalam menulis resep antibiotik. Dan dengan mengikuti pedoman itu sebenarnya akan membantu mereka dalam sistem bagaimana mereka akan membuat resep antibiotik, dan memilikinya berdasarkan sumber daya yang sah, yaitu WHO,” ujarnya.

Ia menambahkan, pedoman baru akan membantu pembuat resep dan petugas kesehatan memilih antibiotik yang tepat untuk infeksi yang tepat, sehingga melindungi antibiotik yang terancam tidak manjur.

Startup Kesehatan Ini Gunakan AI Untuk Pengobatan Kanker Prostat

Kanker prostat merupakan salah satu penyakit berbahaya yang diderita oleh pria. Menurut situs Medgadget, 1 dari 9 pria di dunia memiliki potensi menderita penyakit ini.

Untuk menangani penyakit ini, biasanya pihak medis melakukan berbagai jenis terapi pengobatan. Namun masalahnya, karena jarak anatomi yang dekat antara prostat dan organ-organ inti, terapi pengobatan kadang menimbulkan komplikasi inkontinensia urin dan disfungsi ereksi.

Melihat hal ini, sebuah startup healtech asal Amerika Serikat bernama Avenda Health menggunakan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) untuk mengurangi tingkat komplikasi tersebut dan meningkatkan hasil pengobatan.

Avenda Health didirikan pada Juni 2017. Awalnya startup ini hanyalah kumpulan tiga orang peneliti di University of California, Amerika Serikat yang memang fokus pada masalah Kanker Prostat. Ketiga peneliti tersebut adalah Shyam Natarajan, Ph.D yang sekarang menjabat sebagai CEO, Brittany Berry-Pusey, Ph.D. yang menjabat sebagai COO, dan Leonard S. Marks, MD sebagai Chief Medical Officer (CMO).

Tidak seperti perawatan kanker prostat konvensional saat ini yang melibatkan pengangkatan atau penyinaran seluruh kelenjar prostat, Avenda menggunakan kecerdasan buatan untuk memandu perawatan laser dan hanya menargetkan tumor itu sendiri.

“Menggunakan kumpulan big data pencitraan dan patologi, Avenda menggunakan AI untuk menghitung dengan tepat di mana pengobatan harus diterapkan, menyelamatkan jaringan yang sehat sehingga pria dapat mempertahankan fungsi kemih dan seksual,” ucap Natarajan.

Hasilnya menjanjikan sejauh ini, Natarajan menjelaskan, dari hasil pengujian terapi yang sudah dilakukan, sampai saat ini belum ada pasien yang melaporkan disfungsi urin atau seksual.

“Kami sangat gembira tentang masa depan perawatan kanker prostat, Dibandingkan dengan standar perawatan saat ini untuk kanker prostat, sistem kami dirancang untuk secara dramatis mengurangi komplikasi, mempersingkat waktu pemulihan dan prosedur, dan memindahkan perawatan dari ruang operasi yang mahal ke pengaturan berbasis kantor, ” kata Berry-Pusey.

Avenda Health juga pada awal tahun 2019 kemarin, telah mendapatkan pendaaan seri A sebesar USD 3,1 juta dari NIH (National Institutes of Health).

90 Persen Bahan Baku Farmasi Masih Impor, Ini Solusi Pemerintah

Vincent Harijanto, Ketua Penelitian dan Pengembangan Perdagangan dan Industri Bahan Baku Gabungan Pengusaha Farmasi Indonesia (GP Farmasi), mengatakan bahwa impor bahan baku atau active pharmaceutical ingredients (API) yang mencapai lebih 90% menjadi salah satu hal mencolok dari industri farmasi dalam negeri. Ketergantungan ini menyebabkan industri farmasi mendapatkan pengaruh langsung dari gejolak kurs.

Terkait hal tersebut, Industri farmasi saat ini memang tengah menanti aturan mengenai tingkat komponen dalam negeri (TKDN). Pasalnya, ini dinilai bisa mendorong pengembangan industri hulu farmasi di dalam negeri dan mengurangi ketergantungan bahan baku impor.

“Tentunya kalau ingin mengurangi impor bahan baku industri hulu harus dibangun, tetapi investor pasti bertanya apa yang bisa didapatkan kalau dibuat di dalam negeri. Salah satu yang bisa meyakinkan investor adalah TKDN, jadi sangat ditunggu,” ujar Vincent sebagaimana MedX kutip dari Bisnis.com.

Dirinya melanjutkan, pihak industri memahami jika dalam prosesnya, pembahasan aturan TKDN ini masih banyak faktor yang dipertimbangkan seperti bagaimana cara dan basis penghitungannya sehingga hingga kini belum dirilis.

Menurutnya, pelaku industri yang telah memproduksi API dalam negeri juga harus diberi privilege seperti prioritas dalam kegiatan tender pemerintah. Saat ini, kerja sama dalam bentuk joint venture antara produsen farmasi nasional dan investor asing terbuka dengan banyaknya perusahaan yang mampu memproduksi API. Bahkan beberapa pabrikan lokal telah menggandeng investor, seperti Kimia Farma, Combiphar, dan Otto Pharmaceutical.

Sementara itu, Taufiek Bawazier, Direktur Industri Kimia Hilir Kemenperin sebelumnya menyebutkan draf aturan ini sudah selesai semenjak awal kuartal III/2018 lalu. Dan masih dalam tahap harmonisasi.

Dalam tersebut terdapat empat variabel yang akan dinilai dari industri. Yaitu meliputi active ingredients dengan bobot 30%, research and development 25%, process based 35%, dan packaging 10%.

Bagi industri yang mampu memenuihi aturan TKDN akan akan mendapat insentif khusus. Bentuknya dapat mendorong industri hulu untuk farmasi tumbuh sehingga dapat menekan impor.