Perusahaan farmasi dan alat kesehatan (alkes) PT Phapros dikabarkan siap meluncurkan produk kosmetik perdananya pada akhir tahun 2019.
Sekretaris Perusahaan hapros, Zahmilia Akbar mengatakan saat ini produk kosmetik tersebut sedang dalam proses registrasi di pihak terkait dan dirinya berharap prosesnya akan berjalan lancar.
Untuk mengembangkan produk kosmetik ini, Direktur Utama Phapros, Barokah Sri Utami (Emmy) mengaku bahwa Phapros menggandeng Pusat Pengembangan dan Penelitian Stem Cell Universitas Airlangga dalam mengembangkan serum anti penuaan dini (anti-aging) berbahan dasar biologi atau non kimia.
“Ini merupakan salah satu dukungan kami terhadap hilirisasi riset. Dalam mengembangkan produk ini, kami juga telah mendapatkan pendanaan dari Kemenristek Dikti sebesar Rp 20,2 miliar sejak 2017,” ucap Emmy.
Sementara itu, Emy juga mengatakan bahwa pasar kosmetik kini menjadi peluang besar. Sebab seiring dengan perkembangan zaman kosmetik tak hanya dibutuhkan oleh wanita tapi juga pria untuk menunjang penampilan.
Pun dengan adanya produk kecantikan ini, Emmy juga berharap hal tersebut bisa menambah diversifikasi produk Phapros serta mengurangi penggunaan kosmetik impor yang menjamur di pasaran.
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut), meresmikan rumah sakit berjalan atau “Accuplast Cleft Mobile Operation” pada Rabu (19/6).
Rumah sakit berjalan spesialis untuk layanan bedah tersebut diresmikan langsung oleh Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmyadi. Dirinya mengharapkan bahwa rumahs akit berjalan ini bisa ada di kabupaten/kota di Sumut.
“Ini yang kita harapkan ada sejak dulu. Jika semua daerah memiliki rumah sakit bergerak seperti ini, maka kualitas kesehatan masyarakat bisa semakin ditingkatkan,” tegas Edy sebagaimana MedX kutip dari situs IDN Times.
Nantinya, rumah sakit berjalan ini akan memberikan layanan kesehatan berupa penyembuhan penyakit dalam, khitan, hernia, bibir sumbing, penyakit gigi dan mulut, hingga konsultasi kesehatan. Pihak Pemprov memastikan, warga Sumut bisa mendapatkannya seara gratis.
Adapun hadirnya rumah sakit berjalan ini diinisiasi oleh para dokter di Sumut. Diantaranya bahkan ikut menumbang peralatan medis dan obat. Pun dengan biaya operasionalnya, merupakan hasil swadaya dari para donatur.
Alwi Mujahit, salah satu inisiator mengaku bahwa rumah sakit ini ditujukkan untuk melayani masyarakat secara kolektif.
“Banyak di daerah terpencil yang sulit untuk mendapatkan kesehatan yang layak. Ini kita buat agar bisa menyentuh itu. Untuk operasionalnya, bus ini masih menggunakan swadaya dari para donatur berjiwa sosial, tapi dengan respons positif dari Bapak Gubernur Edy Ramayadi mungkin nanti bisa dibantu dianggarkan,” ucap Alwi.
Alwi juga menjelaskan bahwa Ruang Operasi Mobile berbentuk bus ini adalah prototipe original pertama di Sumut.
Sejumlah peneliti dari Technion-Israel Institute of Technology mengembangkan glue gun untuk menyambungkan kembali jaringan dalam tubuh manusia yang terluka parah sehingga tak perlu dijahit lagi.
Proses jahit luka konvensional yang lazim digunakan saat ini, bisa menimbulkan dampak lain bagi pasien seperti rasa sakit, meninggalkan bekas luka, membutuhkan kemampuan khusus dari dokter, dan terkadang butuh penanganan kembali setelah jaringannya sembuh. Jahitan pada usus, paru-paru, atau pembuluh darah bahkan sering bocor dan membutuhkan penutup.
“Lem medis yang dikembangkan ini bersifat “two in one”. Perangkat ini menggantikan peran proses jahit konvensional, dan bisa digunakan untuk luka eksternal maupun internal,” ujar Prof. Boaz Mizrahi head of the Biomaterials Laboratory of the Technion.
Pelelehan dan pelapisan lem pada jaringan yang luka dilakukan dengan pistol lem-panas. Peerangkat ini menghangatkan lem pada temperatur tubuh yang sesuai agar tidak menyebabkan luka bakar. Setelah dioleskan, maka lem akan mengering dengan cepat, dan terurai dalam beberapa minggu. Perekat ini juga cocok digunakan pada jaringan dalam tubuh, dan empat kali lebih kuat dari proses jahit konvensional. Alat ini telah diujicoba pada sel dan hewan laboratorium, dan mereka mengklaim bahwa hasinya efektif dan tidak beracun.
Penggunaan polymer pada kepentingan medis sebelumnya sudah disetujui oleh Badan Penagawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA). Mizrahi berharap produk ini dapat dipasarkan secara luas dalam dua atau tiga tahun ini.
“Pihak Universitas kini sedang mencari mitra untuk mengkomersialisasikan teknologi ini,” ujar Mizrahi.
Tim sepak bola Persija Jakarta telah menjalin kerja sama dengan Rumah Sakit Premier Bintaro untuk memenuhi semua kebutuhan terkait kesehatan pemain. Kesepakatan ini akan berlangsung selama satu musim berjalannya Liga 1 (sebutan untuk kompetisi liga utama sepak bola Indonesia – red).
“Ya ini sesuatu yang baik yang menguntungkan bagi Persija apalagi Rumah Sakit Premier Bintaro adalah salah satu rumah sakit sport medicine yang terbaik,” ujar Direktur Utama Persija Kokoh Afiat.
Dikutip dari situs indosport.com, Kerja sama yang terjalin mencakup penanganan cedera, medical check up, konsultasi masalah kesehatan agar atlet lebih fokus dan tenang dalam menjalani kompetisi. Khusus penanganan cedera, pemain dipastikan akan mendapatkan pelayanan terbaik.
“Saya yakin pemain Persija akan mendapatkan pelayanan terbaik sehingga mereka terlindungi dengan kerjasama ini sehingga Iebih tenang dan tidak khawatir lagi seandainya mengalami cedera,” ucap Kokoh.
Sementara itu, Manajer Marketing RS Premier Bintaro Pringgodani mengatakan bahwa kerja sama ini merupakan sebuah kehormatan karena bisa bekerja sama dengan klub yang dinilai sangat profesional.
“Harapannya Rumah Sakit Premier Bintaro dapat dipercaya Persija untuk mendampingi dimanapun baik saat pemainnya mengalami cedera, saat mereka bertanding, saat mereka medical check up, dan lainnya. Kami harap Persija sukses menjadi juara dan kami bisa melayani dengan baik,” tegas Pringgodani.
Untuk diketahui, RS Premier Bintaro ini termasuk salah satu rumah sakit memiliki Sport clinic menangani secara terpadu semua problem cedera olahraga. Rumah sakit ini juga memiliki tim dokter spesialis yang lengkap beserta fasilitas lengkap untuk membantu memulihkan atlet yang mengalami cedera.
Awal bulan Juni 2019, RSUD Kota Tangerang mendadak ramai diperbincangkan di jagad internet. Pasalnya beredar foto papan tulisan di rumah sakit tersebut yang dianggap diskriminatif.
Papan tersebut bertuliskan “Dalam rangka menghindari khalwat dan ikhtilath, penunggu pasien wanita seyogyanya adalah wanita; penunggu pasien pria seyogyanya adalah pria. Kecuali penunggu pasien adalah keluarga (mahramnya).”
Menanggapi hal tersebut, Kepala Hubungan Masyarakat RSUD Kota Tangerang Lulu Faradis mengatakan bahwa reaksi masyarakat dinilai terlalu berlebihan. Pengumuman itu, sebenarnya hanya merupakan sebuah imbauan, bukan keharusan. Kendati setelah viral, papan tersebut tidak lagi dipasang.
Gambar: Kompas.com
“Kami menggunakan kata-kata yang terkesan sangat syariat sekali. Seperti kata khalwat dan iktilath,” ujar Lulu sebagaimana MedX kutip dari situs tirto.id
Terlepas dari kontroversi tersebut, mungkin banyak yang bertanya-tanya, sebenarnya apa beda rumah sakit syariah dan rumah sakit konvensional. Apa saja yang menjadi faktor sebuah rumah sakit disebut syariah atau bukan?
Apa yang Membedakan?
Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Niam Sholeh mengatakan rumah sakit syariah lahir demi ketenangan masyarakat dalam menjalankan ibadah. Termasuk saat sakit dengan menyediakan layanan sesuai ketentuan agama Islam (syariah).
“Layanan spesial dalam rumah sakit syariah sekaligus menjadi pembeda dengan rumah sakit biasa yang lain. Rumah sakit syariah menjamin kepatuhan syariah dalam layanan dan transaksi, menu makan, dan obat-obatan yang halal serta dibolehkan sesuai syariah. Keuntungannya warga menjadi lebih tenang dalam menerapkan ajaran agama,” ucap Asrorun sebagaimana dilansir oleh situs detikHealth.
Rumah sakit syariah, lanjut Asrorun, adalah upaya menerapkan kepatuhan ajaran agama Islam dalam melayani pasien. Selain dalam pelayanan, RS Syariah juga menerapkan aspek lain sesuai hukum syariah misal dalam transaksi, pengelolaan aset, pengembangan dana, serta pemilihan lembaga pengelola keuangan.
Sementara itu, Majelis Upaya Kesehatan Islam Seluruh Indonesia (MUKISI), pada situs resminya yang beralamat di mukisi.com bahwa ada 3 indikator mutu wajib syariah agar sebuah rumah sakit bisa mendapatkan sertifikasi ini.
Yang pertama yaitu pasien sakaratul maut terdampingi dengan talqin. Kedua, mengingatkan waktu shalat bagi pasien dan keluarga. Ketiga, pemasangan kateter sesuai jenis kelamin (yang lelaki dipasang perawat lelaki demikian juga sebaliknya).
Selain itu, ada 8 indikator standar pelayanan minimal yang harus dimiliki oleh RS syariah, di antaranya membaca “bismillah” pada pemberian obat dan tindakan. Lalu, hijab untuk pasien Muslim wanita. Selanjutnya, mandatory training untuk fikih pasien, adanya edukasi islami (leaflet atau buku kerohanian), serta pemasangan EKG sesuai jenis kelamin.
Syarat lainnya, pemakaian hijab menyusui, pemakaian hijab di kamar operasi, penjadwalan operasi elekif (terencana) atau tidak berbarengan dengan waktu shalat.
Muncul Akibat Adanya Permintaan dari Masyarakat
Dikutip dari situs Tirto.id, Dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (UI) Telisa Aulia Falianty mengatakan bahwa keberadaan rumah sakit syariah sendiri sebenarnya memang akibat adanya permintaan yang cukup tinggi dari masyarakat.
Dirinya melanjutkan, warga kelas menengah Muslim saat ini memang semakin memperhatikan sisi spiritual atau agama dalam kehidupan sehari-hari seiring dengan meningkatnya pendidikan dan penghasilan mereka.
“Saya kira ini mirip bank. Ada yang konvensional, ada juga yang syariah. Sama fungsinya tapi ada perbedaan. Nah, saat ini banyak orang yang mencari perbedaan itu, terutama dalam konteks rumah sakit,” ucapnya.
Kendati begitu, rumah sakit syariah pada akhirnya harus tetap bisa melayani semua pasien terlepas dari keyakinan agamanya. Ini ditegaskan oleh Humas Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Anjari Umarjiyanto.
“Namun perlu diketahui, rumah sakit bersertifikat syariah juga menghormati dan memfasilitasi hak pasien dan keluarga yang mempunyai keyakinan berbeda (nonmuslim),” tandas Anjari.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) berkolaborasi dengan PT Kimia Farma untuk mengembangkan dan memproduksi alat deteksi dini (early detection) Demam Berdarah (DBD).
“Kit Diagnostik ini dirancang untuk deteksi dini dan deteksi non-dini penyakit DBD. Sehingga penyakit demam berdarah bisa dideteksi lebih awal dengan menggunakan alat ini,” kata Kepala BPPT Hammam Riza dalam keterangan pers, sebagaimana dilansir oleh Antara.
Kolaborasi BPPT dan Kimia Farma meliputi optimasi produksi bahan baku dan produk kit rapid test DBD, uji fungsi dan pengurusan ijin edar produk, alih teknologi produksi bahan baku dan produ, serta produksi dan komersialisasi produk.
Pun Hammam berharap Kit Diagnostic DBD itu segera bisa diproduksi dan dikomersialisasikan guna mempercepat deteksi dan tindakan penanganan demam berdarah di Indonesia. Saat ini pihaknya sedang menunggu ijin edar produk darui Kementerian Kesehatan.
“Kami menyadari bahwa hasil kajian dan inovasi teknologi BPPT tidak akan bisa sampai kepada pengguna dan masyarakat. Untuk itu kami gandeng industri dalam negeri dalam hal ini PT Kimia Farma yang siap produksi secara massal,” ucapnya.
Untuk diketahui, Kit rapid test tersebut berbasis teknik imunokromatografi dengan menggunakan anti–NS1 antibodi monoklonal yang dikembangkan oleh pihak BPPT. Untuk deteksi menggunakan kit tersebut, diperlukan waktu 2-10 menit.
Beberapa keunggulan prototipe kit diagnostik itu adalah mampu mendeteksi dini infeksi DBD, menggunakan bahan baku antibodi monoklonal berdasarkan strain lokal Indonesia, hasil dapat diperoleh dengan relatif cepat serta penyimpanan tidak memerlukan pendingin.
“Selain itu kami juga berharap inovasi kit DBD ini menjadi bukti eksistensi teknologi BPPT dalam mendorong kemandirian dan daya saing industri kesehatan dalam negeri,” tandas Hammam.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan atau BPJS dikabarkan tengah berencana menaikkan iuran bagi pesertanya. Hal ini terungkap pada pertemuan yang dilakukan BPJS Kesehatan dan Kementerian Kesehatan baru-baru ini.
Menanggapi hal itu, Menteri Kesehatan Nila Moeloek mengatakan bahwa kenaikan iuran harus diiringi kesesuaian antara penerimaan iuran oleh BPJS, dan manfaat yang diterima oleh masyarakat.
“Harus kaji dengan simulasi-simulasi. Penerimaan dan manfaat harus sesuai. Tidak bisa penerimaan bertambah, tapi manfaat tidak,” ujarnya sebagaimana MedX kutip dari Viva News.
Nila melanjutkan, kenaikan iuran harus dikaji dengan sebaik-baiknya, dihitung kembali. Karena jangka waktu berlakunya tarif baru itu tidak akan selamanya, melainkan ada durasinya.
Soal alasan mengapa diperlukan kenaikan iuran, Nila menjelaskan bahwa hal itu disesuaikan dengan populasi masyarakat Indonesia yang terus bertambah setiap tahunnya. Misalnya, populasi lansia meningkat, penyakit degeneratif pun pasti meningkat. Menkes mencontohkan, katarak akan jadi salah satu penyakit yang banyak diderita di masa depan. Lalu, ad juga penyakit tulang.
“Artinya, kita harus betul mengkaji, dalam hal ini terkait kenaikan iuran,” pungkas nila.
Dewasa ini, sektor layanan kesehatan memili berbagai tantangan yang cukup berat. Melonjaknya populasi populasi manusia maupun bertambahnya populasi manula berbanding terbalik dengan ketersiadaan tenaga medis.
Untungnya tantangan ini berbanding lurus dengan kemajuan perkembangan teknologi di dunia. Pemanfaatan kecerdasan buatan (AI), internet, platform software online untuk manajemen rumah sakit, hingga Augmented Reality (AR) sudah bisa dirasakan mafaatnya bagi industri kesehatan.
Khusus AR, bahkan teknologi ini oleh beberapa pihak digadang-gadang bsia menjadi teknologi andalan bagi rumah sakit dan tenaga medis.
Keunggulan dari AR yang bisa dikendalikan dari jarak jauh (remote) bisa menjadi alat kolaborasi yang andal bagi dokter.
Contohnya, seorang ahli bedah di London, Inggris dapat mengirimkan visual melalui AR kepada sesama ahli bedah di Hong Kong selama prosedur pembedahan kompleks.
Visual yang nampak sangat real dari berbagai sudut pandang ini membuat kedua ahli bedah tersebut dapat berkolaborasi dari jarak jauh demi dapat membantu menyelamatkan nyawa pasien.
Washington Post baru-baru ini melaporkan setidaknya 20 persen pasien dengan penyakit serius mengalami salah diagnosis pada awalnya. Namun berkat teknologi AR yang membuat antar dokter dapat berkolaborasi, angka ini dapat diminimalisir dengan cara yang relatif mudah.
Pertanyaannya adalah, jika memang hanya membutuhkan kolaborasi jarak jauh antar tenaga medis kenapa tidak menggunakan teknologi video conference saja?
Inilah yang membuat AR akan bisa sangat diandalkan untuk sektor kesahatan. Sebab AR bisa mengirimkan gambar visual kondisi pasien kepada dokter lain namun tetap bisa merahasiakan identitas dan kondisi ruang operasi.
Karena seperti diketahui, kerahasiaan isi ruang bedah dan identitas pasien merupakan hal yang sangat krusial dalam dunia layanan kesehatan.
dr Niko Azhari Hidayat (dua dari kanan), pendiri Varises Indonesia. Foto: Tribun News
Varises adalah pembuluh darah vena yang membengkak dan tampak dekat dari permukaan kulit. Pembuluh vena membawa darah dengan rendah oksigen dari sel dan jaringan kembali ke jantung, di mana darah bisa kembali mendapatkan oksigen. Penyakit ini memang tidak tergolong penyakit berbahaya namun bagi penderitanya merupakan hal yang sangat mengganggu dan beresiko menimbulkan komplikasi.
Terkait dengan penyakit ini, dr Niko Azhari Hidayat Sp BTKV mendirikan platform online yang fokus menyediakan konten artikel serta konsultasi terkait varises bernama Varises Indonesia.
Bahkan dokter Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA) telah sukses membawa Startup besutannya ini ke kancah internasional sebagai salah satu perwakilan Indonesia yang berhasil lolos pada ajang akselerator Asean Entrepreneur Training Program (AETP) di Swiss.
“Persiapannya sebenarnya cukup singkat. Meskipun training sebagai startup di bawah akselerator sudah dimulai sejak 15 Maret 2019. Masing-masing Startup dilatih untuk mempersiapkan presentasi dengan materi dan susunan konten yang disesuaikan dengan persyaratan panitia,” terang dokter spesialis Bedah Jantung dan Pembuluh Darah ini.
dr. Niko berharap platform varisesindonesia.com bisa menjadi website rujukan serta solusi dari permasalahan penyakit varises maupun penderitanya. Karena dia merasa masyarakat perlu mendapat pemahaman yang komprehensif terhadap varises.
“Kebanyakan orang memang tidak menganggap masalah ini serius, sehingga kasus varises yang dideritanya tidak segera tertangani dan biasanya datang dengan sudah mengalami komplikasi,” ungkapnya.
Untuk diketahui, Varises Indonesia juga merupakan salah satu peserta dalam program bimbingan Lembaga Pengembangan Bisnis dan Inkubasi (LPBI) Universitas Airlangga.
Menyambut hari jadinya yang ke 51, BPJS kesehatan mengadakan lomba Vlog berskala nasional yang bertema “Pelayanan di Fasilitas Kesehatan Zaman Now“. Lomba yang ini diharapkan bsia memfasilitasi generasi muda saat ini untuk opini, ide hingga pengalaman pribadi mereka seputar pelayanan di fasilitas kesehatan di Indonesia. Peserta bisa mengikuti perlombaan ini mulai sekarang hingga tanggal 30 Juni 2019 mendatang.
Kepala Humas BPJS Kesehatan, M Iqbal Anas Ma’ruf mengatakan bahwa kegiatan ini diharapkan bisa mendorong generasi milenial untuk mempromosikan layanan kesehatan JKN-KIS. Selain itu, dengan mengikuti lomba ini, mereka juga membantu pemerintah dan BPJS Kesehatan melaporkan pelaksanaan pelayanan kesehatan di lapangan.
Sudah menjadi rahasia umum kalau aktivitas Video Blogging atau Vlog sudah menjadi aktivitas yang lumrah saat ini, bahkan tak jarang yang menjadikannya sebagai profesi.
Untuk mengikuti lomba ini, peserta wajib mem-follow dan subscribe akun media sosial BPJS Kesehatan, serta mem-posting ulang pengumuman lomba vlog tersebut di akun Instagram pribadi. Sejumlah persyaratan lain yang harus dilengkapi antara lain:
1. Mengirimkan identitas diri serta screenshoot bukti sudah follow dan subscribe media sosial BPJS Kesehatan ke email humas@bpjs-kesehatan.go.id.
2. Video berdurasi 3 menit, berkualitas high definition, dan dilakukan dengan teknik hand-held menggunakan kamera jenis apa pun dengan resolusi 720p.
Bagi para juara, BPJS Kesehatan menyiapkan hadiah uang tunai sebesar Rp 30 juta untuk tiga orang pemenang dengan besaran masing-masing Rp 15 juta untuk juara pertama, Rp 10 juta untuk juara kedua, dan Rp5 juta untuk juara ketiga.
“Perlu diketahui, vlogging ini bisa dilakukan di mana saja. Peserta tidak harus melakukan perekaman di fasilitas kesehatan. Silakan bebaskan kreativitas Anda, keluarkan semua opini atau gagasan yang unik dan menarik. Pemenang tidak ditentukan berdasarkan jumlah view dan like, melainkan dari kreativitas konten sesuai dengan tema yang diberikan. Jangan lupa, penuhi juga persyaratan teknisnya,” pungkas Iqbal.