spot_img

Autofocals, Alat Revolusioner Yang Bisa Membantu Pengidap Rabun Dekat

Seiring bertambahnya usia, lensa mata kita cenderung menjadi lebih kaku sehingga sulit untuk fokus pada objek terdekat. Presbiopia atau rabun dekat, demikian kondisinya, biasanya dikelola menggunakan kacamata baca dan lensa progresif. Namun, alat bantu ini pun hanya berfungsi dengan baik bila kepala pengguna mengarah ke area fokus yang diinginkan.

Sejumlah peneliti di Stanford University telah mengembangkan sepasang kacamata yang secara otomatis menyesuaikan fokus mata tergantung di mana mata memandang. Alat ini diberi nama Autofocals.

Memang tanpilan kaca mata ini masih jauh dari ideal karena masih berbentuk seperti headset cyborg. Namun ke depannya, para peneliti tersebut yakin ke depannya alat ini bisa dibuat dengan bentuk yang lebih bersahabat untuk dipakai.

 Kacamata ini memiliki pelacak mata yang terus-menerus memantau di mana pengguna melihat. Sensor jarak yang diarahkan ke depan mata digunakan untuk menilai seberapa jauh objek yang dilihat pengguna. Lensa yang dapat menyesuaikan bentuknya dengan memompa cairan masuk dan keluar dari interior mereka, kemudian dapat secara otomatis mengubah titik fokus mereka untuk menempatkan target yang dimaksud dalam fokus.

“Lebih dari satu miliar orang mengidap presbiopia dan kami telah membuat sepasang lensa Autofocal yang suatu hari nanti dapat memperbaiki penglihatan mereka jauh lebih efektif daripada kacamata tradisional,” kata Gordon Wetzstein, salahs eorang anggota tim penelitian.

Dirinya melanjutkan, bahwa di amsa depan, teknologi ini dapat menajadi penemuan yang sangat panting bagi manusia di seluruh dunia.

Dinkes Solo Siaga Penularan Wabah Hepatitis A

Gambar: kompas.com

Akibat munculnya ancaman wabah hepatitis A di Pacitan, Jawa Timur yang membuat pemerintah setempat harus mengeluarkan status kejadian luar biasa (KLB), beberapa waktu lalu membuat Dinas Kesehatan Kota (DKK) Solo waspada.

Salah satu aksinya adalah dengan menyisir 14 rumah sakit untuk mendata temuan penyakit menular tersebut di Kota Bengawan. Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) DKK Solo, Tenny Setyoharini, mengatakan pendataan hanya dilakukan di rumah sakit karena kemampuan laboratorium di puskesmas dan fasilitas layanan kesehatan (fayankes) lain terbatas.

“Sudah kami kumpulkan selama kurang lebih tiga hari. Pendataan ini merupakan permintaan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah. Data kami saat ini belum final. Jadi belum bisa kami sampaikan,” ungkap Tenny.

Dugaan sementara merebaknya penyakit yang disebabkan virus itu, tutur Tenny, adalah aliran air sungai yang terkontaminasi dan dikonsumsi warga sekitar.

“Pengidap hepatitis A yang buang air besar sembarangan di sungai, kemudian alirannya dikonsumsi atau digunakan mencuci oleh warga. Warga yang tidak mencuci tangan dengan bersih lalu langsung makan, dia bisa tertular,” papar Tenny.

Kendati begitu, penyakit yang menyerang organ liver atau hati manusia ini bukan penyakit berbahaya dan dapat disembuhkan. Masa inkubasi atau waktu pertama virus menginfeksi hingga munculnya gejala penyakit hepatitis adalah 15-50 hari.

Sementara masa penyembuhannya sekitar dua pekan atau kurang.

“Pengobatan penyakit ini harus rutin minum obat. Sedangkan pencegahan melalui vaksin belum marak karena lebih diutamakan vaksin untuk hepatitis B yang lebih kronis,” lanjut dia.

Sementara itu, Sekretaris DKK Solo Setyowati, mengatakan sebelum temuan KLB di Pacitan, DKK sudah melayangkan surat edaran (SE) waspada hepatitis A sampai ke tingkat kelurahan. SE tersebut berisi imbauan kepada camat, lurah, dan komponen fasyankes untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hepatitis A melalui penyuluhan massal.

Dokter Ini Temukan Alat Olahraga yang Bisa Digunakan Sambil Duduk

Gambar: bisnis.com

Banyak pekerja kantoran yang terjebak berperilaku tidak aktif selama menjalankan tugasnya. Saat jam kantor, sebagian besar waktu pekerja akan dihabiskan di belakang meja kerja dengan aktivitas monoton berupa duduk. Kebiasaan ini merupakan penyebab menurunnya kesehatan dan aya tahan tubuh. Tak jarang, penyakit berbahaya berawal dari pola hidup inaktif ini.

Melihat kondisi tersebut, seorang dokter spesialis Kedokteran Olahraga Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Listya Tresnanti Mirtha merancang sebuah alat olahraga untuk latihan fisik pekerja dengan posisi duduk tanpa harus meninggalkan meja kerja pada jam kerja.

Alat yang diberi nama Kinesia ini sekaligus berhasil mengantarkan Listya maeraih gelar doktor dalam ilmu kedokteran.

Dirinya menyatakan bahwa aktivitas fisik merupakan salah satu faktor terpenting yang menentukan tingkat kebugaran kardiorespirasi, karena tingkat daya tahan kardiorespirasi yang rendah telah diketahui sebagai faktor risiko penyakit jantung koroner dan kematian akibat penyakit kardiovaskular.

Untuk itu Kinesia diharapkan dapat menjadi solusi pada pemodelan latihan fisik berbasis tempat kerja serta mendukung tubuh untuk senantiasa aktif dan mempertahankan kebugaran jasmani di tempat kerja untuk mencapai titik produktivitas yang diharapkan.

Dengan menggunakan protokol latihan khusus dan formula baru yang telah ditemukan, lanjut dia, alat ini dapat menjadi alternatif modalitas untuk memprediksi nilai daya tahan kardorespirasi (VO2 maks) atau tingkat kebugaran jasmani seseorang serta menjadi sarana penunjang kesehatan di tengah kesibukan bekerja meskipun selalu duduk di depan komputer.

Alat ini dirancang se-ergonomis mingkin agar para pekerja bisa memanfaatkan alat ini tanpa mengangggu perkejaan. Pun, Kinesia telah diuji coba pada kelompok pekerja selama 12 pekan melalui program latihan fisik berbasis tempat kerja dan hasilnya dapat meningkatkan nilai prediksi VO2maks dengan angka kepatuhan minimal 39,7%.

Startup Ini GunakanMachine Learning Untuk Pengobatan Kesehatan Mental

Gambar: BlackThorn Therapeutics

Ada banyak tantangan untuk menemukan perawatan dan obat yang efektif untuk pasien mood/anxiety disorders dan autisme. BlackThorn Therapeutics, sebuah startup yang fokus pada masalah kesehatan mentall mencoba menjawab tantangan tersebut.

Dikabarkan bahwa mereka mengembangkan obat-obatan khusus untuk pasien dengan memanfaatkan teknologi machine learning. Pada bulan April lalu, mereka mengumumkan hasil positif dari uji coba fase I untuk obat tersebut.

“Tiga tahun kemudian, wawasan dari pendekatan berbasis data kami menghasilkan strategi pengayaan pasien yang dapat meningkatkan kemungkinan keberhasilan uji klinis dan meningkatkan hasil pasien,” ucap presiden BlackThorn Bill Martin, PhD.

Atas pengembangan produknya ini, BlackThorn sudah berhasil mengumpulkan pendanaan sebesar USD 76 juta dari berbagai investor seperti GV, Scripps Research, Johnson & Johnson Innovation, Polaris Partners, Premier Partners, Vertex Ventures HC, Alexandria Venture Investments, Altitude Life Science Ventures, ARCH Venture Partners dan Biomatics Capital.

Dikutip dari situs Tech Crunch, dana yang terkumpul ini sebagian besar akan digunakan untuk biaya penelitian dan pengembangkan produk yang sudah ada sekarang.

“BlackThorn didirikan untuk memberikan terapi baru dengan menerapkan kemajuan dalam ilmu komputasi untuk mengatasi heterogenitas pasien. Kami berterima kasih atas dukungan dari investor sehingga Kami bisa terus mengembangkan produk, serta membangun tim berkelas dunia yang menggabungkan kemampuan teknologi dan pengobatan mental dan syaraf,” tutup Bill.

Cara Membayar Iuran BPJS Menggunakan Fasilitas Autodebit

Beberapa waktu lalu, BPJS Kesehatan mengeluarkan fasilitas autodebit bagi Bagi anda peserta Jaminan Kesehatan Nasional – Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Fasilitas yang bisa dinikmati melalui aplikasi mobile JKN-KIS ini, memang sudah berjalan namun faktanya tidak semua peserta mengetahuinya.

Untuk dapat mengaksesnya fitur Pendaftaran Autodebit ini sangat mudah. Setelah calon peserta atau peserta melakukan login pada aplikasi Mobil JKN, klik di bagian Tagihan lalu klik fitur Pendaftaran Autodebit.

Ada dua jenis layanan pendaftaran autodebit bisa diakses di Mobile JKN, yaitu autodebit bank dan non-bank. Khusus autodebit bank, memang saat ini hanya untuk pemilik rekening Bank Mandiri saja, namun pihak BPJS Kesehatan mengatakan bahwa ke depannya tidak menutup kemungkinan untuk ditambahkan beberapa bank lain.

Sedangkan untuk yang non bank (mobile cash), sistemnya seperti model pengisian saldo rekening maupun uang elektronik, dimana dapat dilakukan top up melalui e-channel perbankan maupun ATM Bersama. Juga bisa dilakukan di channel PPOB seperti, PT Pos, Alfamart, hingga jejaring Apotek Sanafarma.

Bagi peserta yang tidak memiliki smartphone, peserta dapat melakukan registrasi melalui konsep USSD dengan menekan *141*999# melalui berbagai tipe ponsel. Bahkan peserta dapat melakukan registrasi di beberapa mitra payment point online banking (PPOB).

Dengan menggunakan layanan autodebit ini, peserta akan memperoleh banyak manfaat. Peserta dapat melakukan pembayaran iuran sesuai dengan kemampuan kapan pun dan dimana pun, terhindar dari potensi risiko denda pelayanan akibat keterlambatan pembayaran iuran, dan beberapa channel memberikan program promo yang menarik.

17 Rumah Sakit di Tangsel Sediakan Program Pengelolaan Darah Gratis

Gambar: witnetnews.com

Tujuh belas rumah sakit di Kota Tangerang Selatan (Tangsel) kini sudah menggratiskan layanan pengelolaan darah bagi warga setempat.

Masyarakat hanya perlu memperlihatkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang dimilikinya, dan jika memang benar terdaftar warga Tangsel maka akan mendapatkan layanan yang meliputi meliputi pembelian kantong darah serta biaya penyimpanan di ruang khusus agar terbebas dari bakteri.

Berikut daftar 17 rumah sakit tersebut:

1. RSUD Kota Tangerang Selatan
2. RS Premier Bintaro
3. RS Sari Asih Ciputat
4. RS Islam Asshobirin
5. RS Buah Hati Ciputat
6. RS Hermina Ciputat
7. RS Hermina Serpong
8. RS Ichsan Medical Centre
9. RS Insan Permata
10. RS Permata Pamulang
11. RS Rumah Indonesia Sehat
12. RS Syarif Hidayatullah
13. RSIA Cinta Kasih
14. RSIA Dhia
15. RSIA Prima Medika
16. RSIA Putra Dalima
17. RSIA Buah Hati Pamulang

Biaya operasional pengolahan darah ini ditanggung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan memakan biaya sebesar Rp 2,2 miliar.

Dan Dinas Kesehatan Tangsel sampai saat ini masih berupaya agar semua rumah sakit di kota ini mau bekerjasama dalam program pengelolaan darah gratis ini.

Kimia Farma Akan Tambah Gerai di Makkah dan Madinah

Kimia Farma akan kembali melakukan ekspansi bisnisnya ke luar negeri. Kali ini dikabarkan mereka tengah membidik untuk menambahkan gerai apotek di kota Makkah dan Madinah.

Sekretaris Kimia Farma, Ganti Winarno mengungkapkan bahwa apotek tersebut akan beroperasi di sana, dimana nantinya juga menyediakan layanan pesan antar bagi masyarakat luas, termasuk jamaah haji dan umrah yang membutuhkan obat-obatan dan alat kesehatan lainnya.

“Bagi jamaah haji dan umrah bisa berkunjung, serta ada diskon khsusu bagi warga negara Indonesia (WNI),” jelas Winarno seperti dilansir oleh situs Warta Ekonomi.

Saat ini, lanjut Winarno, setidaknya sudah ada 36 apotek Kimia Farma di tanah Arab tersebut. Kendati begitu, Kimia Farma mengakui, apotek-apotek tersebut saat ini hanya dapat menjual kebutuhan obat dan alat kesehatan untuk jamaah perorangan, belum dalam skala yang besar.

Hal tersebut menjadi alasan utama ekspansi bisnis ini.

Alat Ini Bisa Membuat Dokter Melihat Rasa Sakit Pasien

Gambar: Michigan News

Para peneliti di University of Michigan telah mengembangkan teknologi yang memungkinkan dokter untuk “melihat” rasa sakit pasien secara real time. Ini dinilai sangat berguna untuk pasien yang kesulitan mengkomunikasikan dan menjelaskan tentang rasa sakit yang dideritanya.

Alat ini sendiri terdiri dari kacamata augmented reality untuk dokter dan topi yang berisi sensor otak untuk pasien, sistem ini menggunakan kecerdasan buatan untuk mengubah data aktivitas otak menjadi visualisasi tanda tangan nyeri sehingga dokter dapat menilai tingkat rasa sakit.

“Saat ini, sulit untuk mengukur tingkat rasa sakit secara akurat. Juga bagi sebagian orang, terutama anak-anak, kadang-kadang hampir tidak mungkin untuk secara akurat menjelaskan rasa sakit yang mereka alami. Memang saat ini dunia kedokteran memiliki sistem peringkat 1 hingga 10 untuk menjelaskan rasa sakit yang diderita pasien, namun namun menurut kami itu masih belum bisa diandalkan secara penuh,” ucap Alex DaSilva, seorang peneliti yang terlibat dalam penelitian ini.

Teknologi bernama CLARAi (clinical augmented reality and artificial intelligence) ini bertujuan untuk memberikan gambaran visual aktivitas otak yang terkait dengan rasa sakit, sebagai cara bagi dokter untuk menilai tingkat rasa sakit pada pasien mereka. Sistem ini melibatkan pasien yang mengenakan topi yang dilengkapi sensor, yang mengukur perubahan oksigenasi dan aliran darah untuk menilai aktivitas otak sebagai respons terhadap rasa sakit.

Data ini kemudian ditafsirkan oleh sistem kecerdasan buatan yang dapat mempelajari sinyal otak mana yang terkait dengan respons rasa sakit. Seorang dokter dapat melihat hasilnya menggunakan kacamata augmented reality, di mana titik-titik merah dan biru menunjukkan lokasi dan intensitas sinyal rasa sakit di otak virtual.

Dikutip dari situs Medgadget, alat ini telah diujicoba kepada 21 sukarelawan pasien sakit gigi. Namun memang hasil keakuratannya masih sekitar 70% saja. Untuk itu memang, ungkap Alex, penelitian lebih dalam dan berkelanjutan masih akan terus dilakukan.

Pemerintah Upayakan Penambahan Investasi Asing di Sektor Farmasi Indonesia

Saat ini pemerintah Indonesia tengah berupaya agar meningkatkan investasi asing di sektor farmasi dalam negeri. Bukan tanpa sebab, menurut Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), pada tahun 2018, total realisasi investasi asing (FDI) bidang farmasi menurun sebesar 8,8 persen dibandingkan tahun 2017, yaitu menjadi Rp 392,7 triliun.

Direktur Perencanaan Jasa dan Kawasan BKPM, Nurul Ichwan mengatakan sebetulnya Indonesia menarik bagi investor luar karena memiliki pasar potensial. Tetapi, karena ada banyak kendala, menyebabkan investor berpikir ulang untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Ditambah lagi, Indonesia mesti menghadapi persaingan dengan negara lain yang terbilang lebih menggiurkan bagi investor.

“Kalau Singapura punya kekuatan infrastruktur, Vietnam bisa berikan tax holiday, kita juga punya kekuatan market,” ujarnya seperti MedX himpun dari situs Kumparan.

Untuk mengatasi hal ini, Nurul menilai bahwa Indonesia membutuhkan strategi untuk memberikan daya tawar yang kompetitif bagi investor asing. Dengan kelebihan potensi pasar, maka Indonesia bisa memberikan biaya logistik yang terjangkau, seperti infrastruktur mumpuni. Tak hanya itu, pemerintah juga perlu menyiapkan kebijakan hingga insentif pajak.

“Yang bisa memberikan kontribusi terhadap murahnya biaya produksi untuk perusahaan farmasi di Indonesia, ini baru bisa membuat indonesia lebih kompetitif,” tegasnya.

Sementara itu, insentif itu juga perlu diterapkan untuk mendorong adanya RnD (research and development) terkait farmasi di Indonesia. Lebih jauh lagi, BKPM juga menyarankan agar pembuatan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) farmasi perlu diseriusi. Selain memberikan insentif lebih banyak, KEK itu harapannya nantinya juga bisa membuat sistem terintegrasi dari industri farmasi yang solid.

“Terintegrasi mulai dari raw material, semi produksi, sampai final produksi, sampai ke pelabuhan untuk ekspor itu lebih baik lagi,” pungkasnya.

Menilik Penggunaan Drone Untuk Mengantar Vaksin dan Obat ke Wilyah Terpencil di Indonesia

Walau masih belum terlalu banyak, namun dewasa ini teknologi drone sudah dimanfaatkan dalam sektor kesehatan. Swoop Aero, startup asal Australia memanfaatkan teknologi drone yang dikembangkannya untuk mengirimkan vaksin penting ke daerah terpencil di negara pulau Pasifik Vanuatu dalam proyek percobaan yang didanai UNICEF dan pemerintah Australia.

Sekitar 60 persen distribusi darah untuk keperluan medis, dikirimkan ke ibukota Rwanda Kigali menggunakan drone milik Zipline, startup asal Amerika Serikat. Saat ini layanan mereka dikabarkan sudah meluas ke ke Tanzania dan Ghana. Sementara itu, Wing X, startup pengembang drone yang juga merupakan anak perusahaan Google telah mengantongi ijin dari pemerintah setempat untuk mengoperasikan dronenya guna mengirim obat-obatan dan keperluan medis lain.

Sementara itu, menurut situs Bisnis.com, selama 5 tahun terakhir, perkembangan program imunisasi di Indonesia tidak begitu signifikan. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 Kementerian Kesehatan RI, terlihat bahwa cakupan status imunisasi dasar lengkap (IDL) pada anak usia 12-23 bulan menurun dari 59,2% (2013) menjadi 57,9% (2018).

Angka ini menunjukkan bahwa dari sekitar 6 juta anak berusia 12-23 bulan masih ada sekitar 3,5 juta anak belum mendapatkan imunisasi lengkap. Terlebih lagi, angka imunisasi dasar lengkap anak di perdesaan lebih rendah (53,8%) dibandingkan dengan anak-anak di perkotaan (61,5%).

Salah satu penyebab hal kurang sedap tersebut adalah karena kurangnya fasilitas kesehatan di 6.000 pulau di Indonesia dan kurang memadainya transportasi ke daerah terpencil. Untuk menjangkau wilayah-wilayah pedalaman atau terpencil di Indonesia memang masih penuh dengan tantangan. Selain tantangan fasilitas kesehatan dan transportasi, menjaga kualitas vaksin merupakan persoalan penting lainnya. Vaksin harus disimpan dan dijaga pada suhu dan waktu tertentu untuk mempertahankan kualitasnya.

Tak hanya itu, akibat sulitnya kases ke pulau dan daerah terpencil di Indonesia kerap ditemui stok obat di Puskesmas wilayah tersebut hanya tersedia sebanyak 20-50% dari sekitar 300 obat-obatan penting yang semestinya tersedia. Angka ini juga masih jauh di bawah standar WHO yang mensyaratkan kecukupan suplai setiap saat.

Terkait dengan dua fakta yang sudah di jabarkan di atas mengenai pemanfaatan teknologi drone dan sulitnya akses ke daerah terpencil di Indonesia yang menyebabkan terkendalanya pengantaran vaksin dan obat-obatan, memang nampaknya perlu ada pihak-pihak yang setidaknya mencoba untuk memanfaatkan drone untuk hal ini. Dan tentunya pemerintah juga turut serta mendukung.

Drone yang selama ini dipakai oleh Swoop Aero dan Zipline, tercatat dapat terbang sejauh maksimal 80 kilometer, sehingga diperkirakan hanya butuh tidak sampai setengah jam untuk membawa vaksin dan obat-obatan dari kota terdekat ke wilayah terpencil yang dituju. Karena drone bisa secara gesit bergerak dan terbebas kendala, baik di darat maupun kepulauan.

Drone yang mereka gunakan diketahui juga mampu mengangkut 40 botol vaksin dalam sekali pengiriman. Dengan frekuensi terbang maksimal 30 drone dengan selang penerbangan setiap 30 detik.

Menurut Prof dr Budu, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, jika pemerintah kita mau mengadopsi teknologi drone untuk sektor kesehatan dengan mengambil momentum Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional dan Daerah yang baru, maka kendala distribusi vaksin dan banyak bantuan medis lainnya, dapat terpecahkan secara efektif.

“Indonesia memerlukan terobosan yang lebih inovatif, yang dapat memastikan pengiriman bantuan vaksin dan bantuan medis lainnya menembus kendala jarak dan waktu,” tandas dr. Budu sebagaimana MedX kutip dari situs Bisnis.com.