spot_img

Kerjasama Emedis dengan PRIMKOP IDI, PKFI dan ARSINU, Tingkatkan Kualitas E-Procurement Alkes

Dari kiri ke kanan, dr. Daeng M. Faqih, SH, MH, Dr. dr. H. M. Zulfikar As'ad, MMR, dr. Slamet Budiarto, SH, MHKes dan Cakra Putra. (Foto: dok. Emedis)

PT Medis Raya (Emedis.id) bersama tiga lembaga nasional, yaitu Primer Koperasi Ikatan Dokter Indonesia (PRIMKOP IDI), Perhimpunan Klinik & Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer Indonesia (PKFI) dan Asosiasi Rumah Sakit Nahdlatul Ulama (ARSINU) sepakat untuk menjalin kemitraan strategis.

Hal ini ditandai dengan penandatanganan kesepakatan oleh Managing Director Emedis Cakra Putra,  Ketua PRIMKOP IDI dr. Daeng M. Faqih, SH, MH, Ketua Umum PKFI dr. Slamet Budiarto, SH, MHKes dan Ketua Umum ARSINU Dr. dr. H. M. Zulfikar As’ad, MMR di The Ritz-Carlton Jakarta, Pacific Place, Senin (09/10/2017).

Adapun tujuan dilaksanakannya kerjasama ini adalah untuk menyongsong realisasi e-Pengadaan alat kesehatan (alkes) yang inovatif, modern, dan berdaya guna serta mewujudkan infrastruktur distribusi alat kesehatan yang lebih efektif dan efisien bagi semua elemen di ekosistem kesehatan.

“Dengan adanya kerjasama ini, Emedis bisa memberikan fasilitas yang digunakan oleh teman-teman di komunitas (rumah sakit dan klinik Indonesia – red) untuk bisa lebih efesien dan efektif dalam hal pengadaan alat kesehatan. Juga diharapkan, dengan adanya infrastruktur elektronik yang kita bangun ini bisa bermanfaat bagi pihak-pihak terkait,” ungkap Cakra.

Kerjasama ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi 1400 lebih Rumah Sakit dan Klinik di Indonesia. Apalagi jika mengingat bahwa sektor kesehatan di Indonesia tengah memasuki era BPJS dan menuju Indonesia Health Coverage.

“Berharap dengan adanya kerjasama ini, teman-teman di pelayanan (kesehatan – red) akan mendapatkan kemudahan dalam mencari alat kesehatan melalui internet tanpa harus secara fisik datang ke Jakarta ataupun pusat penjualan alkes. Sehingga hal ini dapat menghemat waktu, biaya dan tenaga,” jelas dr. Daeng.

Di lain pihak, dr. Slamet mewakili PKFI menyatakan menyambut baik keberadaan platform Emedis dan pihaknya menyatakan akan memberitahukan keberadaan Emedis kepada seluruh anggotanya. “Kita telah memasuki era BPJS dimana kebutuhan klinik semakin besar, diharapkan Emedis bisa menjawab tantangan ini,” ungkapnya.

Sementara itu, dari pihak ARSINU memandang bahwa kerjasama ini merupakan proses menyamakan tujuan sehingga mencapai keberkahan.

“Keberkahan akan terus ada selama tidak ada complaint dari salah satu pihak ataupun tidak ada pihak yang dirugikan,” kata dokter yang juga akrab disapa Gus Ufik tersebut.

Kendati begitu dirinya mengakui bahwa memang belum semua masyarakat percaya dengan sistem pengadaan elektronik ini.

“Belum semua masyarakat percaya dengan e-sistem. Emedis harus membangun kepercayaan di awal,” lanjutnya.

Nantinya  seluruh anggota yang tergabung dalam PRIMKOP IDI, PKFI, dan ARSINU akan mendapatkan alkses dan fasilitas menyeluruh dari Emedis.id.

“Emedis akan memberikan akses ekslusif kepada anggota tiga lembaga ini, misal promo, special price. Ini berlaku untuk seluruh Indonesia,” tutup Cakra.

Sony Olympus Rilis Mikroskop Bedah ORBEYE 4K-3D,

Olympus ORBEYE 4K-3D. (Foto: medgadget.com)

Olympus Medical Solutions, produsen alat kesehatan asal Amerika Serikat baru saja merilis mikroskop untuk keperluan operasi bedah terbarunya, ORBEYE 4K-3D.

Teknologi ini dilengkapi dengan monitor 4K-3D 55 inci yang yang memungkinkan ahli bedah dan steluruh staff yang teribat dalam proses operasi untuk melihat langsung melalui layar, sehingga mereka dapat terlihat jelas apa yang sedang terjadi pada jaringan tubuh pasien.

Alat kesehatan ini dilengkapi sensor CMOS Sony 4K ExmorRTM dan prosesor gambar yang mempertahankan kontras dan akurasi warna yang tepat. Tak hanya itu, sistem tersebut bekerja secara real-time.

Olympus ORBEYE 4K-3D. (Foto: medgadget.com)

Dari sisi desain, alat ini dilengkapi sejenis tongkat panjang yang berfungsi menggenggam mikroskop, sehingga memungkinkan untuk mengambil gambar jaringan tubuh pasien dari berbagai posisi. ORBEYE 4K-3D juga dilengkapi dengan empat buah roda sehingga bersifat feksibel dan mudah dipindah-pindah.

Dua Mahasiswa Ini Kembangkan Alat Orthopedi yang Ramah Lingkungan

Dua mahasiswa penggagas alat orthopedi berbahan magnesium. (Foto: detik.com)

Mohamad Mualliful Ilmi dan Denny Okta Kusumawardhana, dua mahasiswa asal Institut Teknik Surabaya (ITS) mencoba mengembangkan potensial materi orthopedi berbasis magnesium. Tak hanya itu, mereka juga merancang metode produksi magnesium yang diklaim lebih ramah lingkungan dan harganya relatif lebih murah.

“Selama ini alat-alat orthopedi dibuat dari alloy (Perpaduan logam, red), titanium dan platina. Logam-logam tersebut faktanya sulit terdegradasi dan dapat menjadi racun jika larut dan bebas ke dalam tubuh dalam jumlah besar,” ujar Ilmi, seperti dikutip dari situs detik.com.

Dirinya melanjutkan, selama ini produksi magnesium selalu menggunakan proses down yang mencemari lingkungan karena perlu penggalian atau penambangan yang merusak lingkungan dan mengemisikan CO2. Sedangkan dia dan rekannya tersebut mencoba menggunakan metode elektrolisis langsung yang cukup pakai energi listrik, dan magnesiumnya sendiri diperoleh dari air laut.

Ide pengenmangan alat ini terinspirasi dari pengalaman Ilmi yang pernah mengalami operasi patah tulang. Operasi tersebut mengharuskan tulangnya dipasang implan dan membutuhkan biaya besar untuk mengambilnya.

“Akhirnya saya berkeinginan untuk mencari potensi material pengganti yang dapat terdegradasi tanpa pengangkatan dan dapat disintesis secara ramah lingkungan,” ungkap Ilmi.

Hasil gagasan yang cemerlang ini sendiri telah berhasil mengantongi juara pertama dalam ajang Indonesian Youth Conference on Sustainable Development (IYCSD) 2017 di Yogyakarta, akhir September lalu.

Siloam Hospitals Tunjuk PT Philips Untuk Perawatan Aset Alat Kesehatan

Penandatanganan kerjasama antara Siloam Hospital dan PT Philips. (Foto: tribunnews.com)

Siloam Hospitals Group menunjuk PT Philips untuk melakukan perawatan dan pemeliharaan aset alat kesehatan di 21 jaringan rumah sakit yang mereka miliki. Penunjukan tersebut ditandai dengan penandatanganan kesepakatan oleh Wakil Presiden Direktur PT Siloam Hospitals, Caroline Riady dan Presiden Direktur Philips Indonesia Suryo Suwignjo di Gedung MRCCC Siloam, Jakarta, beberapa waktu lalu.

“Kerjasama ini untuk memastikan kualitas layanan kesehatan optimal diberikan oleh Siloam Hospitals Group kepada pasiennya. Sekaligus untuk efisiensi serta efektivitas operasional dan biaya layanan di RS Siloam,” kata Caroline.

Caroline melanjutkan, kerjasama ini akan berlangsung selama lima tahun yang mencakup layanan pemeliharaan dan operasional untuk semua peralatan teknologi kesehatan di rumah sakit Siloam di Indonesia, antara lain Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Makassar, Bali, Palembang dan kota-kota besar lainya.

Henk de Jong, kepala pemasaran internasional Philips, mengatakan sebagai perusahaan teknologi berbasis kesehatan, Philips memiliki sejarah panjang dalam inovasi kesehatan dan kolaborasi dengan mitra medis. Pihaknya menyediakan peralatan medis yang canggih dan terpelihara dengan baik untuk memberikan layanan kesehatan yang aman dan hemat biaya, yang pada akhirnya akan menguntungkan pasien.

Sebagai kelompok rumah sakit swasta terbesar di Indonesia, Siloam Hospitals menyediakan perawatan umum dan spesialis kepada 2 juta pasien setiap tahunnya. Fasilitas andalan yang dimiliki oleh jaringan rumah sakit milik Lippo Group ini antara lain ruang khusus untuk terapi image-guided dan solusi pencitraan diagnostik, seperti Magnetic Resonance Imaging (MRI), Ultrasound dan memografi.

Indonesia Kini Mampu Penuhi Kebutuhan Jarum Suntik Dalam Negeri

Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Menkes RI) Nila Moeloek saat berkunjung ke pabrik produsen jarum suntik, PT Jayamas Medica Industri. (Foto: detik.com)

Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Menkes RI) Nila Moeloek menjelaskan bahwa kebutuhan jarum suntik dalam negeri terbilang sangat tinggi. Sebelumnya untuk memenuhi hal tersebut, Indonesia kerjasama dengan negara lain seperti Jepang. Namun kini tidak perlu lagi karena sudah ada produksi dalam Negeri yang bisa memenuhinya. Hal tesebut diungkapkan Nila usai meninjau langsung produksi alat kesehatan produk dari PT. Jayamas Medica Industri di krian, Sidoarjo, Rabu (04/10/2017).

Tak hanya itu, dirinya juga mendorong perusahaan yang memproduksi alat kesehatan (alkes) agar memasarkan produknya hingga ke ASEAN. Pasalnya, produksi alkes dalam negeri sudah sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) bahkan Internasional. Pemasarannya juga sudah sampai Luar Negeri hingga ke Negara Brasil.

“Saya tadi sudah melihat langsung proses produksinya, semuanya sudah memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan RI. Tapi kenapa pemasarannya harus ke Brasil, kan sebaiknya ke pasar ASEAN dulu,” tegas Nila.

Sementara itu, CEO PT. Jayamas Medica Industri Jimmy Hartanto mengatakan, produksi dalam negeri harus diprioritaskan karena hampir 95 persen produksi alat kesehatan saat ini merupakan impor.

“Sebenarnya kita mampu untuk memproduksi sendiri dan karena memang dulu fokusnya tidak ada. Dan saat ini sudah didukung pemerintah untuk memproduksi alat kesehatan dalam negeri dan memakai produk kesehatan dalam negeri. Dengan adanya pembinaan Ibu Menkes ini, kami akan semangat lagi ke depannya,” ungkap Jimmy.

Jimmy menegaskan, dalam teknologi sedang pihaknya masih mampu. Bahkan yang padat karya bisa kompetisi dengan Negara lain seperti Tiongkok, Singapura dan negara lain. “Kita ini penduduknya banyak dan bisa menjadi prdusen di negeri kita ini. Secara kualitas, produksi kami sudah memenuhi standar Internasional,” pungkasnya.

Kacamata EnChroma, Solusi Untuk Penyandang Buta Warna

Apa jadinya ketika orang-orang yang selama ini menyandang buta warna bisa melihat seluruh warna dengan lengkap untuk pertama kalinya? Seperti menemukan sesuatu yang baru dalam hidup, pastinya.

Hal tersebut dapat terwujud dengan kacamata EnChroma, solusi untuk penderita buta warna. Dengan menggunakan alat yang ditemukan oleh seorang ahli bedah mata asal Amerika Serikat ini, para penyandang buta warna pun bisa melihat warna-warna yang mungkin selama ini hanya bisa mereka dengar tanpa tahu seperti apa warna aslinya. Bagaimana cara alat ini bekerja sehingga bisa menghasilkan efek yang sedemikian hematnya?

Kita bisa melihat cerahnya warna-warni lingkungan sekitar karena mata kita memiliki reseptor warna yang disebu sel kerucut (cone cells). Mata yang sehat dan normal memiliki sel kerucut yang bisa menangkap tiga pigmen utama warna: pigmen merah, hijau dan biru.

Untuk mereka yang menderita buta warna, salah satu sel kerucut pada mata tidak berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga mereka tidak mampu membedakan warna dengan benar. Pada kebanyakan kasus buta warna, kerusakan terjadi pada sel kerucut merah atau hijau, menyebabkan penderitanya kesulitan membedakan berbagai macam warna. Selain itu, pada beberapa kasus sel kerucut akan menangkap warna dengan spektrum yang tumpang tindih.

Inti dari kemampuan EnChroma adalah, mampu membantu fungsi sel reseptor mata yang rusak. Kacamata itu memiliki filter yang bisa menangkap cahaya dimana spektrumnya saling tumpang tindih.

Perbedaan kacamata EnChroma dengan kacamata pada umumya adalah dari lensanya yang lebih keras serta tahan terhadap goresan. Kacamata ini juga telah dilengkapi oleh fitur color correction yang hanya mampu bekerja pada sinar cahaya yang terang.

Kendati begitu, Jay Neitz, seorang ahli mata dan profesor oftalmologi di University of Washington, mengingatkan bahwa kacamata EnChroma tidak bisa menyembuhkan buta warna. Sama halnya dengan fungsi kacamata untuk membantu penderita rabun jauh melihat lebih jelas, kacamata EnChroma hanya membantu para penderita buta warna untuk melihat dan membedakan warna.

Pemerintah Sumba Barat Daya Bangun 12 Gedung RSUD Tambahan

Pembangunan 12 unit gedung baru RSUD SUmba Barat Daya. (Foto: Akun Youtube Kaleku Dotnet)

Berbekal alokasi anggaran dari Kementerian Kesehatan RI sebesar Rp 30 miliar, Kabupaten Sumba Barat Daya tengah membangun tambahan gedung untuk rumah sakit umum daerah (RSUD) sebanyak 12 unit. Tak hanya itu, dana tersebut rencananya juga akan digunakan untuk pengadaan alat-alat kesehatan.

Dikutip dari Pos Kupang, Bupati Kabupaten Sumba Barat Daya Markus Dairo Tallu, S.H menargetkan pembangunan dan pengadaan alat kesehatan tersebut rampung pada akhir Desember 2017 dan akan resmi beroperasi pada awal Januari 2018. Dirinya juga mengatakan bahwa penambahan gedung RSUD tersebut akan meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat di daerahnya.

12 Unit gedung baru itu dibangun di atas lahan seluas 10 ha dan berlokasi di Desa Weelonda, Kecamatan Kota Tambolaka. Dikatakan bahwa letaknya cukup strategis sehingga dapat mempermudah akses bagi masyarakat SBD dari wilayah Kodi, Wewewa dan Loura.

Bupati MDT meminta dukungan penuh masyarakat SBD agar proses pembangunan gedung RSUD lebih cepat rampung sehingga secepatnya dapat beroperasi guna melayani masyarakat SUmba Barat Daya. Untuk diketahui, sebelumnya pada tahun anggaran 2017, pemerintah Kabupaten mendapat alokasi anggaran tahap I pembangunan gedung RSUD Tambolaka sebesar Rp 7 miliar.

Siemens Healthineers Attelica Kini Tersedia Untuk Pasar Global

Attelica dari Siemens Healthineers (Foto: medgadget.com)

Attelica Solution, peralatan laboratorium dan analisis kimia besutan Siemens Healthineers kini telah tersedia untuk pasar global. Perangkat ini memiliki sistem magnetik dua arah untuk memindahkan sampel, sehingga memungkinkan hasil kerja sepuluh kali lebih cepat daripada menggunakan konveyor konvensional. Alat analisa immunoassay sangat cepat, menghasilkan 440 tes per jam.

Perangkat ini memiliki sistem modular dan bisa menguji hingga sepuluh komponen yang berbeda. Juga dapat ditempatkan dalam berbagai posisi, lurus, bentuk U ataupun bentu L, tergantung pada ukuran dan bentuk ruangan tempat mereka akan diletakkan.

Atellica dapat dikonfigurasi bersama dengan sistem Otomasi Aptio Siemens untuk menyediakan platform pengujian komprehensif yang mencakup analisis kimia klinis, immunoassay, hemostasis, hematologi, dan protein plasma.

Mampu menghasilkan 440 tes per jam. (Foto: medgadget.com)

Tak hanya itu, Attelica mampu memproses lebih dari 30 jenis wadah sampel yang berbeda, termasuk cangkir sampel pediatrik dan tube-top yang dapat disedot dari tabung utama. Dengan menggunakan reagen dan bahan yang sama di berbagai pengaturan analisis yang berbeda, laboratorium dapat menyederhanakan persediaan dan memberikan hasil tes pasien yang konsisten kapanpun dimanapun.

Perangkat ini juga dilengkapi dengan teknologi pengangkutan, sistem penglihatan multi-kamera, perutean sampel cerdas, kontrol kualitas dan kalibrasi otomatis.

Samsung Jalin Kerjasama Dengan Aplikasi Chat Khusus Instansi Rumah Sakit

Tampilan Aplikasi tigerText. (Fote : tigertext.com)

Samsung Electronics akan menjalin kemitraan strategis dengan TigerText, penyedia aplikasi chatting yang khusus diperuntukkan untuk instansi rumah sakit / klinik (RSK). Nantinya, aplikasi ini akan mendapatkan sertifikasi resmi dan tersedia untuk Samsung Galaxy J7, Galaxy S8 dan Note 8.

Melalui aplikasi ini, dokter, perawat beserta dan RSK dapat berkomunikasi secara lbih efektif, real-time dan aman. TigerText mengintegrasikan seluruh hal terkait informasi RSK dan pasien dalam satu aplikasi, seperti data catatan kesehatan elektronik (EHR), pusat jadwal dokter dan operasi pasien, keperluan scan dan laboratorium, pusat database perawat yang dapat dipanggil/dihubungi kapan saja.

Kerjasama ini juga menghasilkan sistem keamanan terkait data sensitif di dalam aplikasi bernama Knox Security Solution. Sistem ini menyediakan panel control yang memungkinkan admin atau bagian IT mengelola dan mengatur penggunaan aplikasi.

Pihak TigerText menyatakan bahwa kerjasama dengan vendor smartphone ini bukanlah yang pertama kali. Bulan Juni 2016, mereka telah bermitra dengan Honeywell untuk perangkat Dolphin CT50h. Selain itu, mereka juga mengumumkan telah menjalin kerjasama dengan 300 RSK di Amerika Serikat. Hmmm…kira-kira kapan ya aplikasi ini masuk ke Indonesia?

Mengenal Rail Clinic, Kereta Kesehatan Ala PT KAI

Rail Clinic. (Foto : Dok. PTKAI)

Bertepatan dengan hari lahirnya yang ke-72, Kamis (28/9), PT Kereta Api Indonesia Persero (KAI) meluncurkan kereta kesehatan atau Rail Clinic generasi ke-4 di Stasiun Kiaracondong, Bandung. Adapun Rail Clinic generasi pertama diresmikan pada 12 Desember 2015, dan sekaligus mendapatkan piagam rekor MURI sebagai kereta kesehatan pertama di Indonesia.

Rail Clinic sendiri adalah kereta dengan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Yakni, meliputi pemeriksaan umum, gigi, kehamilan, mata, serta pelayanan kefarmasian.

Memasuki versi generasi ke-4, sudah dilengkapi dengan fasilitas laboratorium hematology analizer sysmex berbasis komputer yang berfungsi untuk mengukur sampel darah sehingga mampu membantu mendiagnosis penyakit, seperti kanker, diabetes, dan sebagainya.

Tak hanya itu, generasi terbaru ini juga dilengkapi perpustakaan manual dengan beragam buku untuk kalangan anak-anak sampai pengetahuan umum untuk dewasa dalam gerbong kereta bernama Rail Library. Di dalam gerbong ini terdapat fasilitas e-library atau perpustakaan elektronik berupa enam buah monitor layar sentuh dengan database berbagai bacaan, video edukatif, dan lagu anak-anak.

Menurut Direktur Utama KAI, Edi Sukmoro, Rail Clinic memberikan pelayanan kesehatan secara gratis kepada masyarakat sebagai bentuk kepedulian KAI melalui program Corporate Social Responsibility, terutama masyarakat yang tinggal berdekatan dengan stasiun atau rel kereta api.

Meski begitu, kegunaan Rail Clinic tidak sebatas hanya untuk membantu masyarakat dalam pelayanan kesehatan gratis, tetapi juga bisa dilibatkan untuk pertolongan korban bencana alam termasuk dalam upaya melakukan evakuasi.

Pembuatan Rail Clinic dilatarbelakangi oleh semangat PT KAI untuk memberikan pelayanan lebih kepada masyarakat Indonesia khususnya di bidang kesehatan dengan memanfaatkan jalur KA. Sehingga, dapat menembus daerah yang sulit dilalui oleh kendaraan bermotor.