spot_img

IDI Gelar Seminar Tantangan Dokter Indonesia Menghadapi MEA

Gambar: Indopos

Program masyarakat ekonomi ASEAN saat ini sedang berlangsung dan akan terus berjalan hingga tahun 2025. Kesepakatan yang ditandatangani oleh Indonesia dan 9 negara ASEAN lainnya membuat kita harus berbenah dan bersiap diri.

Terkait hal ini, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menggelar seminar rekomendasi MEA yang digelar pada hari Rabu (24/04/2019). Pada seminar bertajuk “Peluang dan Tantangan Dokter Indonesia dalam Menghadapi MEA” tersebut menghadirkan Prof Dr Budi Wiweko SpOG(K), MPH sebagai pembicara.

Dilansir oleh Indopos, Budi Wiweko (IDI) mengatakan bahwa kesehatan merupakan salah satu bidang yang termasuk dalam skema kerja sama MEA. Dengan spektrumnya yang luas mulai dari investasi pembangunan dan penyediaan fasilitas kesehatan, alat kesehatan, obat, serta sumber daya manusia. Dalam bidang sumber daya manusia, hal yang menjadi agenda utama adalah penyetaraan kompetensi serta pemberian lisensi praktik dan mobilitas tenaga ahli di wilayah ASEAN.

“Bukan berarti dokter Indonesia akan berpraktik di luar negeri di ASEAN, tetapi kita harus siap ketika nantinya terjadi mobilisasi tenaga kesehatan di negara-negara ASEAN, bahwa dokter-dokter kita itu memiliki kemampuan, kompetensi, profesionalisme yang sama dengan dokter-dokter di negara tetangga seperti dari Singapura, Malaysia, Brunei, Vietnam, Thailand, atau negara lainnya,” tegas Budi.

Tantangan terbesar bagi Indonesia untuk dapat berperan aktif di MEA adalah bagaimana agar mampu menyiapkan tenaga kesehatan yang berkualitas serta kompetitif dalam jumlah yang cukup. Hal ini tentu harus didukung oleh sistem pendidikan, distribusi tenaga serta pelayanan kesehatan yang baik dan terstruktur. Sebagai negara kepulauan yang sangat luas dan memiliki jumlah penduduk terbesar di ASEAN.

Dirinya melanjutkan, Indonesia dinilai sangat strategis dan memiliki potensi pasar yang sangat kuat. Situasi kontradiktif yang terjadi di Indonesia antara lain adalah masih banyaknya penduduk yang melakukan wisata medik ke negara tetangga. Bicara mengenai tantangan dan peluang akan adanya MEA, Budi mengatakan peluang yang bisa dimanfaatkan adalah membangun semangat peningkatan kualitas dari mulai pendidikan sampai pelayanan dengan menetapkan standard kualitas dan pelayanan.

“Untuk tantangan, saat ini investasi asing di bidang kesehatan sudah terbuka. Dengan adanya MEA ini saat ini regulasi memungkinkan asing untuk melakukan investasi pembangunan rumah sakit dan klinik, tapi memang tidak diizinkan manajemen atau dokter asing masuk,” pungkas profesor muda tersebut.

Diyakini Bisa Turunkan Impor, KemenBUMN Geber Pembentukan Holding BUMN Farmasi

Ilustrasi. Gambar: risetindustri.blogspot.com

Guna mencapai target berdirinya holding BUMN farmasi dalam enam bulan ke depan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara semakin gencar menggeber agar ini bisa terwujud.
Pasalnya, menurut Sekretaris Kementerian BUMN Imam Apriyanto, keberadaan perusahaan holding ini nantinya akan sangat dibutuhkan untuk mengurangi impor bahan baku obat-obatan hingga 10%. Kendati persentasenya terlihat kecil, namun memiliki dampak signifikan.

“Ini kemungkinan bisa menyalip pembentukan holding-holding yang lain walaupun baru disampaikan ke Menteri Keuangan,” ujar Iman.

Rencananya, perusahaan holding BUMN Farmasi ini akan diisi oleh PT Indofarma Tbk, PT Kimia Farma Tbk, dan PT Phapros Tbk, dengan induk perusahaan PT Bio Farma (Persero).

Adapun proses pembentukan holding BUMN Farmasi antara lain Kementerian BUMN akan mengirim surat ke Kementerian Keuangan mengenai rencana tersebut. Selanjutnya Kementerian Keuangan mengirimkan draf Rancangan Peraturan Pemerintan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, sebelum dilanjutkan dengan pembahasan antara kementerian.

Untuk diketahui, memang Menteri Badan Usaha Milik Negara atau BUMN Rini Soemarno berambisi menyelesaikan holding BUMN di enam sektor pada 2019. Salah satunya adalah farmasi, sedangkan lainnya adalah sektor perumahan, infrastruktur, asuransi, keuangan, pelabuhan dan industri strategis.

Kolaborasi Dua Perusahaan Amerika Ini Ciptakan Alat Bantu Dengar IoT

Gambar: www.wearable-technologies.com

Dua perusahaana asal Amerika Serikat, Semtech Corporation (SMTC dan Sonova yang merupakan produsen alat bantu dengar, saat ini tengah berkolaborasi untuk menciptakan produk alat bantu dengar yang dilengkapi dengan Internet of Things (IoT).

Alat bantu dengar tersebut dilengkapi dengan Integrated Circuit (IC) berukuran ultra-small sehingga alat ini memiliki kemampuan mendukung beragam protokol radio pada jaringan 2.4 GHz, termasuk operasi pada daya yang sangat rendah.

“Chip ini membantu Sonova bergerak maju ke arah pengembangan baru dalam bidang alat bantu pendengaran.” Ujar Marc Secall, Director Research & Development Wireless at Sonova.

Nantinya, alat bantu dengar ini bisa terhubung dengan berbagai aplikasi smartphone sehingga akan memiliki beberapa fungsi yang bisa menggunakan penggunanya.

Pabrik Alat Rapid Test Milik Kimia Farma Resmi Beroperasi

Gambar: Viva News

Mungkin banyak yang sudah tak asing dengan rapid test. Yaitu alat tes kesehatan yang memberikan hasil cepat, contohnya alat tes kehamilan, malaria, HIV dan lain sebagainya.

Berkenaan dengan hal tersebut, ada kabar gembira bagi industri kesehatan dalam negeri. Pasalnya salah satu perusahaan kesehatan Indonesia sudah mampu memproduksi alat ini secara masal. Pabrik produksinya sendiri terletak di Denpasar, Bali dan telah diresmikan oleh Menteri Kesehatan Nila Moeloek pada Selasa Selasa(23/042019).

Produk alat kesehatan yang dihasilkan foleh pabrik ini dan sudah mendapat izin edar yaitu alat tes kehamilan (hCG test), tes hepatitis (HBsAg test), tes sifilis, tes malaria, tes dengue (IgG/IgM test).

Tentunya dengan adanya alat ini, diharakan akan membantu masyarakat maupun pengelola instansi ayanan kesehatan seperti klinik dan rumah sakit. Terlebih ketika wabah nyamuk demam berdarah terjadi. Masyarakat akan lebih cepat mendapatkan penanganan medis dengan adanya rapid test.

“Kalau dari saya, tentu secara umum, saya kira ini memang satu hal kemajuan yang kita punya. Kita tahu masalah nyamuk masih menjadi masalah sulit yang kita atasi, tapi dengan alat ini, kita bisa mendiagnosa dengan cepat. Begitu demam dan didiagnosa positif (DB dan malaria), tentu dokter juga akan tepat menanganinya” tutur Menkes Nila.

Sementara itu, test kit yang masih dalam pengembangan adalah HIV 1&2 test, drug test yang terdiri atas morphine test, cocaine test, marijuana test, amphetamine test, methamphetamine test, ectasy test, dan benzodiazepine test.

Saat ini, Kimia Farma juga sedang melakukan pengembangan bahan baku test kit untuk antibodi monoklonal lokal bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk Dengue NS1 dan Universitas Andalas untuk antibodi monoklonal lainnya beserta reagensia.

Universitas di Australia Ini Gunakan Telehealth Sebagai Instrumen Dalam Proses Pengajarannya

Gambar: medium.com

Swinburne University of Technology yang terletak di Melbourne, Australia baru saja mengumumkan kemitraan dengan platform software telehealth Coviu, untuk lebih mendorong penggunaan teknologi kesehatan digital di sekolah, klinik, dan penelitian.

Pihak Swinburn University of technology berpendapat bahwa semakin besar komunitas yang menggunakan teknologi telehealth, maka semakin besar manfaatnya bagi perawatan kesehatan online warga Australia.

Coviu sendiri adalah perusahaan spesialis dalam bidang konsultasi kesehatan online, akan menyediakan akses pada teknologinya bagi siswa, peneliti, dan petugas klinis Swinburne.

Para siswa akan belajar “menerobos dinding penghalang” yang membatasi antara profesional kesehatan dan pasien. Swinburne akan menggunakan teknologi Coviu dalam kurikulum keperawatan, occupational therapy, psikologi, pendidikan gizi, illmu kesehatan, kesehatan digital dan informasi digital.

Kelas ini akan diselenggarakan di fasilitas terbaru Swinburne Health Precinct. Tak hanya itu, teknologi ini juga akan diterapkan pada kelas Master of Physiotherapy, dan Graduate Certificate in Teleaudiology, yang baru akan diluncurkan pertengahan 2019 mendatang.

“Teknologi kesehatan dan digital akan berjalan beriringan, dan kemitraan ini mencerminkan komitmen Swinburne untuk menjadi pemimpin dalam bidang kesehatan digital dan ketertarikan kami atas inovasi dalam berbagai aspek pengajaran, pelatihan, dan penelitian,” ujar dr. Mark Merolli, Academic Director of Digital Health and Informatics Swinburne.

Menurut dr. Silvia Pfeiffer yang merupakan CEO dan Co-founder Coviu, hasil penelitian menunjukkan hingga 80 persen kunjungan klinis bisa dilakukan secara online dengan hasil konsultasi klinis yang bersaing pula. Untuk itu perusahaannya bekerja keras menyederhanakan teknologi telehealth agar mudah digunakan baik bagi pasien dan penyedia layanan.

Menkes Klaim 50% Alkes Di Indonesia Sudah Buatan Perusahaan Dalam Negeri

Ilustrasi Alkes. Foto: Okezone

Belakangan memang pemerintah Indonesia giat mendorong pertumbuhan produksi dalam negeri untuk alat kesehatan. Menteri Kesehatan Nila Moeloek mengklaim bahwa saat ini lima puluh persen alat kesehatan di Indonesia sudah diproduksi oleh perusahaan dalam negeri.

Beberapa jenis produk yang diproduksi adalah alat suntik yang sudah diproduksi di kawasan Sidoarjo, Jawa Timur padahal dulu Indonesia harus melakukan impor dari Jepang. Kemudian alat kesehatan lainnya seperti stent jantung, baju operasi, masker, hingga engsel yang biasa di tubuh juga sudah diproduksi oleh perusahaan asli Indonesia.

“Banyak produksi lokal untuk memenuhi kebutuhan rumah sakit, 50 persen alat kesehatan produksi lokal, alat suntik, stand jantung, baju operasi, skrub engsel buat yang patah tulang,” ungkap Nila yang MedX kutip dari beberapa sumber.

Dirinya juga menyebutkan bahkan ada beberapa produk alkes buatan perusahaan lokal yang diekspor ke luar Afrika dan Eropa. Misalnya tempat tidur pasien maupun meja operasi.

“Saya hapal tempat tidur itu sudah lama banyak bersaing terakhir diekspor di Afrika, Australia, Jepang, New Zealand, negara dari maju membeli dari kita mungkin karena lebih efisien,” ucap Nila.

Yang paling baru adalah alat rapid test atau alat pemeriksaan dini untuk kehamilan, hepatitis, sifilis, malaria, dan demam berdarah. Indonesia sudah bisa memproduksi sendiri alat ini. Dilakukan oleh perusahaan farmasi dan kesehatan Kimia Farma

“Kalau dari saya kira ini memang satu hal kemajuan yang kita punyai. Memang ini yang kita inginkan, jadi gak semua kita harus import,” pungkas Nila.

Analisis Potensi Layanan Keamanan Siber di Sektor Kesehatan Tahun 2018 – 2023

Gambar: www.dogtownmedia.com

Menurut riset, potensi pasar untuk jasa keamanan siber untuk sektor kesehatan akan bertumbuh seiiring dengan semakin canggihnya sistem fasilitas medis yang digunakan baik oleh produsen alat kesehatan maupun perusahaan penyedia jasa layanan medis.

Karena semakin canggih dan terdigitalisasi, maka disinyalir rawan peretasan dan serang siber sehingga bisa menyebabkan ancaman nyata terhadap pasien. Baik data-data penting seperti rekam medis elektronik maupun nyawa si pasien sendiri.

Layanan jasa kemanan ini di seluruh dunia diprediksi akan berkembang pada tingkat CAGR 8.8% selama periode 2018 hingga 2023. Valuasi pasar globalnya mencapai pertumbuhan USD 221 juta selama periode tersebut.

Perkembangan teknologi berbasis cloud diramalkan juga akan mempercepat momentum pertumbuhan pasar dengan mendorong adopsi berskala-besar layanan keamanan di sektor ini.

Perusahaan Terdepan

Beberapa pemain kunci yang akan banyak ambil bagian dalam pasar keamanan siber sektor kesehatan diantaranya:

  • Cisco Systems
  • IBM
  • GE Healthcare
  • Symantec
  • CA Technologies
  • DXC Technology
  • CloudPassage
  • FireEye
  • Sophos
  • Imperva
  • Fortinet
  • Palo Alto Networks
  • ClearDATA
  • Philips
  • Check Point Software Technologies

Segmentasi Pasar

Berdasarkan Komponen, jasa keamanan siber sektor kesehatan dibagi dalam solusi dan layanan. Segmen solusi dibagi lagi menjadi solusi pengelolaan identitas dan akses, solusi antivirus/antimalware, solusi encryption, solusi pencegahan kehilangan data, pengelolaan resiko & penyesuaian, sistem deteksi/pencegahan penerobosan, solusi pemulihan kerusakan, solusi penolakan layanan, dan lainnya. Sedangkan segmen layanan profesional mencakup layanan konsultasi, pelatihan & edukasi, dukungan & pemeliharaan, dan desain & integrasi.

Berdasarkan jenisnya, pasar keamanan peralatan kesehatan dibagi kedalam keamanan jaringan, keamanan endpoint, keamanan aplikasi, keamanan cloud dan lainnya. Khusus segmen keamanan endpoint menuntut share yang besar dalam pasar keamanan peralatan kesehatan.

Berdasarkan jenis pengguna, pasar keamanan peralatan kesehatan disegmentasikan kedalam penyedia layanan kesehatan seperti rumah sakit dan produsen baik alat kesehatan atau obat-obatan.

Analisis Regional

Secara Geografis, pasar keamanan peralatan kesehatan dibagi menjadi empat wilayah utama seperti Eropa, Amerika, Asia-Pasifik dan Timur Tengah serta Afrika. Amerika menjadi pasar dengan jumlah terbesar karena memang produsen alat kesehatan dan obat-obatan banyak berada di wilayah ini, belum lagi cepatnya adopsi dan penerapan IoT yang menyebabkan tingginya ancaman serangan-cyber di wilayah ini.

Wilayah Eropa juga diprediksi memiliki pertumbuhan pesatakibat tingginya insiden cyber crime, tingginya penggunaan perangkat kesehatan online ditambah dengan giatnya para stakeholder setempat dalam memberikan pendanaan dan penelitian untuk sektor kesehatan ini.

Wilayah Asia Pasifik juga diramalkan akan mendapat porsi yang tidak sedikit. Sangat cepatnya pertumbuhan teknologi dan digitalisasi di negara-negara wilayah ini berbanding lurus dengan kebutuhan akan kemanan siber.

Timur Tengah dan Afrika akan menjadi wilayah yang pertumbuhan layanan ini sangat lambat. Seperti diketahui, memang penetrasi teknologi dan digitalisasi sektor kesehatan di wilayah ini pun memang tidak secepat negara-negara di wilayah Amerika, Asia Pasifik dan Eropa.

Upaya Kimia Farma Dorong Penjualan Produk OTC dan Kosmetik

Kimia Farma tengah mendorong penjualan lini produk over the counter (OTC) dan kosmetik melalui ritel kecantikan dan kesehatan yang pertama kali diluncurkan akhir Maret 2019 di Surabaya. Ke depannya membuka gerai dengan konsep serupa di 10 titik di antaranya Surabaya, Bali, dan Jawa Barat.

Direktur Keuangan Kimia Farma IG Ngurah Suharta mengatakan, kehadiran ritel kecantikan dan kesehatan merupakan bagian dari rencana 100 gerai baru pada 2019.

Gerai tersebut menjadi saluran distribusi bagi lini produk over the counter (OTC) dan kosmetik. Untuk diketahui, Kimia Farma sendiri memiliki lini produk kosmetik di antaranya bedak Marcks, serta perawatan tubuh Venus dan Salicyl.

Suharta menambahkan, perusahaan berharap ritel kecantikan dan kesehatan ini bakal mendorong penjualan produk kosmetik. Apalagi, peluang pertumbuhan di segmen kosmetik terhitung menjanjikan seiring dengan pertumbuhan dua digit.

“Kami bekerja sama dengan prinsipal lain yang produknya paling laku seperti Wardah. Sehingga, penjualan Marcks, Venus, dan Salicyl otomatis juga ikut terdorong,” imbuhnya.

Berdasarkan laporan tahunan tahun 2018, Kimia Farma menetapkan target pendapatan sebesar Rp11,58 triliun pada 2019 atau tumbuh 55,40% dari realisasi 2018. Target pendapatan ini berasal dari proyeksi penjualan ekspor sebesar Rp626,98 atau tumbuh 125,42% secara tahunan.

Kemudian, penjualan lokal sebesar Rp10,96 triliun atau tumbuh 52,68% secara tahunan. Dengan demikian, laba bersih diproyeksi mencapai Rp480,86 miliar pada 2019 atau tumbuh 19,68% secara tahunan.

Berkenalan Dengan Cakra Putra, Pendiri Emedis.id

Gambar: Teknologi.id

Didirikan tahun 2016, Emedis.id merupakan sebuah startup penyedia platform layanan B2B untuk alat kesehatan di Indonesia. Sebagai sebuah perusahaan rintisan yang sudah berkiprah selama lebih dari 2 tahun ini tentu menarik jika bisa berbagi pengalamaan, ide dan pemikiran tentang dunia teknologi dan kesehatan dengan founder atau pendirinya.

Sebuah portal berita bernama Teknologi.id pernah mewawancarai Cakra Putra selaku founder Emedis.id. Dan MedX mempublikasikannya kembali agar bisa membawa manfaat positif bagi pembaca.

DISCLAIMER:

Konten wawancara ini MedX kutip dari situs Teknologi.id. Dan seluruh statement dari tulisan ini murni merupakan opini pribadi Cakra. Jika ada hal yang bertentangan dengan pihak tertentu, setidaknya wawanara ini diharapkan bisa diambil sisi positifnya.

Gerry (G) : Halo Mas Cakra, kenapa sih memilih untuk menjalankan startup, boleh diceritakan awalnya?

Cakra (C): Saya resign pada tahun 2012 dari sebuah grup perusahaan konglomerasi di Indonesia dengan mimpi bisa menjadi the next Zuckerberg yang ternyata saya keliru dan buta sama sekali. Dalam kurun waktu setahun, saving saya habis mostly dikarenakan saya belum tahu sama sekali tentang pengelolaan teknologi, alhasil banyak pengeluaran yang tidak efektif dan tidak efisien. Dari sana, saya mulai belajar kembali dengan mengerjakan berbagai hal, yang pada dasarnya ditujukan untuk membuat saving baru dan mempertajam pengetahuan saya di bidang teknologi. Hingga hampir 2 tahun terakhir ini saya berkecimpung di emedis.id

(G) : Nah untuk emedis.id, ceritakan mengenai startup yang Mas Cakra jalankan, mengapa memilih dibidang tersebut dan Mas Cakra berperan sebagai apa disana?

(C) : Riwayat emedis.id sebenarnya relatif sederhana. Saya dan partner saya melihat opportunity yang besar di dunia B2B alat kesehatan yang dapat dileverage dengan peran teknologi. Role saya di emedis.id adalah Managing Director.

(G) : Apakah strategi bisnis itu hal yang utama dalam memimpin sebuah startup?

(C) : Bagi saya, semua role di segala lini usaha memiliki bobot secara proporsional. Artinya Semua role itu sama pentingnya dari entry level sampai dengan level tertinggi di management. Jadi, being able to convey the right vision to every single team members itu menjadi penting. Dengan level kepercayaan yang tinggi terhadap vision dan pribadi kita sebagai nahkoda dalam organisasi ini akan diterjemahkan secara otomatis ke dalam bentuk performa masing-masing individu. Saya selalu percaya keberhasilan tidak pernah ditentukan oleh per individu melainkan hasil kumulatif kelompok. Jadi a success of a startup really will be defined upon the outcome of the whole team.

(G) : Business model di startup menurut Mas Cakra, yang paling efektif itu apa?

(C) : Saya rasa setiap startup atau bidang usaha apapun memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Jadi tidak bisa dijudge model mana yang paling efektif. Namun satu hal yang saya rasa penting adalah bahwa pada akhirnya sebuah startup/usaha harus mampu untuk menciptakan profit yang berkesinambungan. Akhir-akhir ini banyak hype yang tercipta yang saya rasa terkadang menyesatkan, seakan-akan membuat atau menjalani startup adalah sesuatu yang keren dan pasti atau kemungkinan “berhasil” (karena banyak pemberitaan tentang pendanaan dsbnya). Sebuah usaha/bisnis/startup kalau tidak bisa profit, ya ga usah dijalani. Masih banyak hal/ide lain yang dapat disempurnakan model untuk mencari profitnya yang juga bisa sustainable.

(G) : Apakah model business dan revenue saat ini sudah bagus di perusahaan anda, boleh sharing tips untuk strategize the business?

(C) : Kita menggunakan skema tradisional — komisi per transaksi. Kunci kita terletak pada kemampuan kita untuk benar-benar memahami nature bisnis/usaha di bidang distribusi alat kesehatan, both buyers and vendors.

(G) : Kembali ke startup yang dijalankan Mas Cakra, untuk sekarang sudah berapa karyawan yang bekerja di sana? Apasih kiat-kiatnya agar karyawan disana tetap produktif dan semangat dalam bekerja?

(C ) : Sekarang kita masih berjumlah 10 orang. Untuk masa early stage seperti kita, endurance dari masing-masing individu akan terefleksikan secara sendirinya, Kita tidak akan mampu memaksakan atau setidaknya sulit sekali untuk mengendalikan composure ataupun mentality setiap orang. Setiap dari kita sudah dibekali dengan scope & responsibility, hasilnya kemudian akan menjadi penentu apakah orang tsb “sesuai” dengan nature dari startup kita ini. Makanya hiring menjadi komponen yang esensial di sini.

(G) : Dalam pengembangan produk, apakah terhitung cepat? Berapa lama, dan apa saja kendalanya dalam mengembangkan produk tersebut?

(C) : In regards with product, kita cenderung tidak product-focussed melainkan commercial-focused dikarenakan sebenarnya kita cenderung dikategorikan agak semi-tech karena industri alat kesehatan adalah industri yang sangat konvensional. Artinya teknologi bukan di driver seat melainkan hanya enabler/enhancer.

Online behavior setiap industry shareholders masih sangat ripe dan investasi kita sendiri akan lebih di edukasi sehingga kita untuk masih dapat tetap berkembang (walaupun tidak massive) seiring dengan berjalannya waktu.

(G) : Menurut Mas Cakra, seberapa penting produk Mas Cakra dalam mendukung bisnis itu sendiri, bisa diceritakan?

(C) : Again ya, saya rasa nature dari masing-masing startup bervariasi dan berbeda-beda. Strategi & USP masing-masing startup sangat tergantung dengan pemahaman menyeluruh mereka tentang industry dan marketnya sendiri.

(G) : Denger-denger Mas Cakra dulu adalah seorang DJ dan penggemar music EDM. Sekarang Mas Cakra masih bergelut didunia tersebut tidak?

(C) : Hahaha. Akan selalu kok. Music has been way beyond just hobby or preference for me 🙂

(G) : Kenapa lebih tertarik dibidang ecommerce medis, dibanding membuat startup dibidang musik padahal notabene mas adalah seorang DJ dan penikmat music EDM?

(C ) : Bukan lebih tertarik di medis, melainkan saya sudah pernah coba dulu dan saya juga berusaha mempelajari seluk beluk di industry EDM yang tidak serta merta “mudah” untuk dikelola walaupun kesannya sekarang semua hypenya EDM (aka usernya banyak).

(G) : Nah terakhir, ada pesan, dan tips and trick untuk mereka yang baru akan memulai sebuah startup?

(C) : Saya mungkin tidak relevan kalau disebut sebagai org yang “bisa” memberikan tips. Mungkin konteksnya lebih kepada sharing berdasarkan pengalaman dan pengetahuan saya sendiri.

Bagi saya pribadi, menjalani sebuah usaha adalah opsi yang paling baik bila dicompare dengan opsi-opsi lainnya. Namun, menjalani sebuah usaha bukan tanpa pengalaman, pengetahuan, modal dll. Yes, it took bloodsweat effort untuk bisa survive the wave dan succeed eventually.

Statistik sudah membuktikan bahwa lebih banyak startup yang gagal daripada yang berhasil. Yang gagal dan berhasil juga banyak lesson learnt yang bisa diakses di internet. This is a harsh truth but still a truth. Jadi terutama bagi yang first jobber alangkah baiknya dapat lebih reflektif sebelum akhirnya decide utk full startup.

Waktu tidak mungkin bisa diulang. Bayangkan ketika kalian gagal (syukur-syukur tidak gagal konyol/bego seperti saya) di 1–3 tahun pertama dan ketika itu butuh pekerjaan, coba pikir kira-kira company/startup mana yang mau hire. Jadi saya sangat menyarankan agar dapat memupuk pengalaman dan pengetahuan terlebih dahulu sebelum bikin decision.

Correct me if i’m wrong but suksesnya startup di nasional ataupun global tidak serta merta persis seperti yang diomongin oleh foundernya. Banyak hal internal yang hanya mereka lah yang tahu, yang kita tidak tahu. People always think they know things but in fact they don’t have any idea at all.

Salam sukses!

Bisa Bantu Nasabah yang Dirawat, Allianz Life Perkenalkan Rider Kesehatan Terbaru

Gambar: Allianz

PT Asuransi Allianz Life Indonesia (Allianz Life) memperkenalkan rider terbarunya yaitu Allianz Hospital & Surgical Care Premier. Menurut pihak perusahaan yang dilansir oleh situs Kontan, produk ini memberi manfaat tersebut menawarkan perlindungan bagi nasabah yang memerlukan rawat inap di rumah sakit.

Berdasarkan keterangan resmi dari pihak Allianz, produk ini ditawarkan oleh Allianz Health & Corporate Solutions (AHCS), divisi yang menyediakan produk dan layanan asuransi kesehatan individu serta program kesejahteraan karyawan (employee benefit).

Managing Director AHCS Allianz Life Indonesia Todd Swihart menjelaskan manfaat tersebut dapat ditambahkan ke polis utama asuransi jiwa unit link.

“Untuk membantu nasabah mengantisipasi dan menyiapkan kenaikan biaya kesehatan yang dibutuhkan di masa mendatang, kami menyediakan Allianz Hospital & Surgical Care Premier,” ujar Swihart.

Dirinya percaya bahwa rider tersebut dapat dijadikan solusi ketika nasabah harus mendapatkan perawatan di rumah sakit tanpa terbebani biaya.

Swihart menambahkan, Rider Hospital & Surgical Care Premier, akan memberikan manfaat penggantian biaya perawatan rawat inap sesuai tagihan dengan sistem nontunai. Nasabah kemudian dapat memilih plan manfaat sesuai dengan kebutuhan.