spot_img

Pasar Produk Medis Berteknologi AI Akan Capai USD 8 Miliar Pada Tahun 2022

MarketsandMarket.com baru-baru ini mengeluarkan laporan risetnya mengenai produk berbasis kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) dalam industri medis. Perusahaan riset pasar asal Amerika Serikat itu menyatakan dalam rilisnya bahwa nilai pasar teknologi AI mencapai USD 667 juta pada tahun lalu dan diprediksi akan meningkat hingga USD 8 miliar pada tahun 2022 mendatang.

Peningkatan ini didorong oleh beberapa faktor, yaitu meningkatnya penggunaan big data, keinginan untuk meningkatkan hasil bagi pasien, mengurangi biaya, mengurangi ketimpangan jumlah antara tenaga medis dan pasien dan tentunya semakin intensnya para pemilik modal berinvestasi pada teknologi ini.

Nantinya, AI akan dikolaborasikan dengan berbagai teknologi dalam dunia medis lainnya seperti teknologi pencitraan, manajemen rumah sakit hingga analisis resiko dan data pasien. Tercatat beberapa perusahaan alat kesehatan besar tengah gencar melaukan riset pada teknologi ini.

Scopis Luncurkan Platform Navigasi Holografik Untuk Operasi Bedah

Scopis Medical mengumumkan telah meluncurkan sebuah platform navigasi holografik untuk proses operasi bedah tulang belakang. Platfom ini terintegrasi dengan perangkat HoloLens milik Microsoft.

Selama proses operasi, ahli bedah menggunakan HoloLens dan membuat mereka dapat melihat posisi rencana pemasangan sekrup pedikel pada pasien secara lebih jelas dan akurat. Platform ini juga digadang-gadang dapat menghindari pasien dari efek samping yang tidak diinginkan pasca operasi.

“Solusi holografik Scopis berpotensi membuat operasi tulang belakang lebih efektif, aman, dan tepat,” tutur Christian Woiciechowsky, Kepala Klinik Bedah di Rumah Sakit Vivantes Humboldt, Berlin.

Menurut pihak Scopis, platform ini merupakan solusi universal yang menawarkan keuntungan spesifik, tidak hanya untuk operasi tulang belakang namun ke depannya  uga dapat diterapkan untuk jenis operasi lain yang membutuhkan tngkat presisi dan kecepatan yang tinggi. Misalnya untuk bedah saraf dan tumor.

Bahas Acara HBDI 2017, IDI Lakukan Audiensi dengan Menkes RI

Audiensi IDI dengan Menteri Kesehatan RI. Sumber gambar : idionline.org

Tanggal 5 Mei 2017 lalu, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) melakukan audiensi dengan Menteri Kesehatan RI, Ibu Prof. DR. Dr. NIla Moeloek, Sp.M (K) di kantor Kemenkes, Jl Rasuna Said Jakarta.

Dalam pertemuan yang dipimpin langsung oleh Ketua Umum PB IDI, Prof. Ilham Oetama Marsis, SpOG itu, pihak IDI memberikan laporan terkait acara Hari Bakti Dokter Indonesia (HBDI) yang akan digelar di Makassar tanggal 9 sampai 13 Mei 2017 mendatang.

Pada kesempatan tersebut juga IDI memberikan undangan resmi kepada Menkes agar hadir pada acara Sarasehan tanggal 12 dan 13 Mei 2017 nanti.

Menkes menyambut baik dan bersedia untuk hadir dalam acara tersebut. Sedangkan PB IDI dalam acara tersebut nantinya akan diwakili oleh Dr. Kamarudin Askar, Dr. Dyah A Waluyo, Dr. Mahesa Paranadipa, MH dan Dr. Rosita Rivai.

Sumber berita : Situs resmi IDI

Penerapan Teknologi AI untuk Deteksi Dini TB Sedang Dikembangkan

Penelitian soal kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) di bidang kesehatan saat ini sedang dilakukan. Rencananya, AI digunakan untuk mendeteksi penyakit tuberkulosis.

Paras Lakhani, M.D. dari Thomas Jefferson University Hospital, Philadephia, mengatakan deteksi penyakit tuberkulosis (TB) terhambat di daerah terpencil karena kurangnya pakar di bidang radiologi yang bisa membaca hasil pemeriksaan X-ray. Seperti diketahui bersama, pemeriksaan x-ray di paru merupakan salah satu bentuk deteksi dini TB.

Nah, solusi muncul dengan munculnya teknologi AI. Dikatakan Paras, AI bisa diajari dan diprogram untuk bisa membaca hasil pemindaian paru hasil x-ray. Dengan begitu, pemeriksaan TB di daerah terpencil yang tidak memiliki tenaga radiologi bisa berjalan maksimal.

“Minat terhadap teknologi AI sangat besar, baik di bidang kesehatan maupun di bidang lainnya. AI merupakan solusi bagi pembacaan hasil radiografi bagi terduga pasien TB terutama di daerah yang sulit dijangkau oleh dokter,” tutur Paras, dikutip dari EurekAlert!

Penelitian dilakukan dengan melihat hasil x-ray 1.007 orang terduga TB. Peneliti menggunakan metode deep convolutional neural network (DCNN), untuk menginput data soal bagaimana membaca sebuah foto hasil x-ray, dan tanda-tanda apa saja yang menunjukkan adanya gejala TB.

Menggunakan dua model DCNN, AlexNet dan GoogLeNet, peneliti berhasil mendapatkan hasil positf TB dengan tingkat akurasi 96 persen. Dikatakan Paras, hasil ini bisa menjadi modal kuat untuk mengembangkan sistem pelatihan dan data yang lebih banyak agar AI mampu meningkatkan akurasinya.

“Aplikasi AI pada bidang kedokteran merupakan hal baru. Sebelumnya tidak ada mesin yang mampu memiliki tingkat akurasi skrining di atas 80 persen,” paparnya.

“Dengan adanya teknologi ini, pengentasan TB dengan menemukan penyakit lebih awal bisa menjadi kenyataan,” tutupnya.

Micra TPS Raih Lulus Uji Standar Pemerintah Jepang

Micra Transcatheter Pacing System (Micra TPS), Sumber Gambar: Medtronic.com

Micra Transcatheter Pacing System (Micra TPS), alat pacu jantung tanam besutan Medtronic Company dikabarkan baru saja mendapat persetujuan dan lulus uji standar dari badan pengawasan obat dan alat kesehatan pemerintah Jepang. Persetujuan ini berdasarkan pada hasil positif atas pengujian yang dilakukan kepada 744 pasien di 56 rumah sakit di 19 negara.

Berbeda dengan alat pacu jantung kebanyakan, Micra TPS memiliki ukuran sangat kecil. Bahkan digadang-gadang sebagai alat pacu jantung terkecil di dunia. Pun dengan cara penggunaannya. Alat pacu jantung konvensional biasanya diletakkan di atas dada namun alkes yang memiliki bentuk seperti kapsul ini ditanamkan langsung ke jantung pasien. Hal ini diklaim dapat  menghilangkan risiko interaksi listrik pada tubuh pasien.

Wakil Presiden Medtronic John Liddicoat mengatakan bahwa Medtronic sangat tertarik untuk bekerjasama dengan pihak pemerintah Jepang guna memberikan maanfaat Micra TPS bagi pasien-pasien rumah sakit negara tersebut. “Kami berharap dapat bekerja sama dengan Departemen Kesehatan Jepang sehingga pasien dapat memperoleh akses ke teknologi inovatif ini secepat mungkin,” ucap John.

Pada April tahun lalu, Micra TPS juga telah mendapat persetujuan dan lulus uji standar dari pihak pemerintah Amerika Serikat melalui badan Food and Drug Administration (FDA).

Ikatan Dokter Indonesia Selenggarakan Indomedica Expo 2017

Menggandeng PT. Okta Sejahtera Insani (OSI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI) akan menyelenggarakan Sarasehan Nasional dan Indomedica Expo 2017 pada tanggal 10 – 12 Mei 2017 mendatang di Grand Clarion Hoten & Convention, Makassar, Sulawesi Selatan.

Tema yang diusung pada acara itu adalah “Reformasi Sistem Pelayanan Kesehatan dan Sistem Pendidikan Kedokteran yang Komprehensif dan Multisektoral Menuju Indonesia Sehat”.

Dipilihnya tema tersebut tak lain merupakan harapan dari pihak IDI agar mereka dapat melakukan revitalisasi dan mengembalikan peran para dokter kepada peran trias dokter serta menggugah tanggung jawab sosial mereka dengan mengetengahkan kembali suatu kegiatan yang mengekspos pencapaian dunia kedokteran Indonesia. Hal tersebut meliputi Pendidikan Kedokteran, Rumah Sakit berikut sarana penunjangnya seperti alat kesehatan, laboratorium dan juga industri farmasi.

Dikutip dari website resmi OSI, ada 3 tujuan utama dari penyelenggaraan acara ini, yaitu:

  • Sebagai media informasi pencapaian dunia kedokteran Indonesia dalam kurun waktu 1908 – 2017.
  • Sebagai bagian dari rangkaian kegiatan memperingati Kebangkitan Nasional pada tanggal 20 Mei 2017.
  • Sebagai media promosi bagi instansi Pendidikan Fakultas Kedokteran, Badan Usaha, lembaga dan asosiasi untuk mempromosikan usaha dan kegiatannya melalui Expo tersebut.

Juga menurut pihak IDI, penyelenggaraan acara ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan memperingati hari kebangkitan Nasional.

Mengenal Ragam Alat Kesehatan Non Elektromedik

Syringe, salah satu alat kesehatan yang masuk dalam kelompok alat non elektromedik. Sumber gambar : healthtap.com

Terdapat berbagai macam jenis alat kesehatan dan fungsinya. Dalam kompendium Kemenkes RI disebutkan beberapa kategori alat kesehatan, yaitu alat kesehatan elektromedik, non elektromedik dan produk diagnostik invitro. Pada artikel  kali ini, MedX akan membahas tentang alat kesehatan non elektromedik.

Alat kesehatan non elektromedik cara kerja dan penggunaannya tidak menggunakan aliran listrik dan alat ini adalah kebalikan dari alat elektromedik yang cara kerjanya harus menggunakan aliran listrik untuk dapat berfungsi.

Alkes jenis ini sangatlah mudah untuk kita temukan. Seluruh rumah sakit dan klinik baik yang berskala besar maupun kecil pasti memiliki alat-alat ini. Walau begitu, peralatan kesehatan ini tetap tidak diperjualbelikan sembarangan karena khawatir akan disalahgunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Misalnya adalah syirnge, alat ini berfungsi untuk menyuntikan cairan kimia ke dalam tubuh. Hal ini sangat berbahaya jika dipakai secara berulang-ulang karena dapat menyebarkan virus dan penyakit menular.

Alat kesehatan jenis ini dibagi lagi menjadi dua kategori, yaitu:

Alat kesehatan non elektromedik Steril. Adalah alat yang penggunaannya tidak memerlukan sumber listrik AC atau DC dan mengalami proses sterilisasi pada proses produksinya dan produknya steril, contoh: jarum suntik, kasa steril, benang bedah, IV catheter dan infuse set dan lain-lain.

Alat kesehatan non elektromedik non steril. Adalah alat yang penggunaannya tidak memerlukan sumber listrik AC atau DC dan produknya tidak steril contoh: plester, instrument bedah, timbangan bayi, kursi roda manual dan lain-lain.

KPPU dan Kemenkes Dorong Transparansi Persaingan Bisnis Sektor Kesehatan

Kantor KPPU. Sumber gambar: tempo.com

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mendorong transparansi persaingan bisnis sektor kesehatan dengan menggandeng Kementerian Kesehatan. Hal ini ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman dengan Kemenkes tentang Pencegahan dan Penanganan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Bidang Kesehatan.

“Tentu kami akan melihat dari persaingan usahanya, Kementerian Kesehatan lihat dari regulasinya. Pengawasan tidak sekadar pada produk yang masuk (e-catalog) Jaminan Kesehatan Nasional, tetapi keseluruhan,” tegas Ketua KPPU Syarkawi Rauf.

Rauf melanjutkan, banyaknya industri di bidang kesehatan memungkinkan adanya praktek monopoli. Pembangunan kesehatan masyarakat yang merupakan tujuan Kemenkes akan terhambat.

Ruang lingkup kesepakatan ini sendiri meliputi harmonisasi dan koordinasi kebijakan persaingan usaha, sosialisasi prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat dan peraturan bidang kesehatan, dan pemberian bantuan narasumber dan/atau ahli. Nota kesepahaman ini berlaku selama lima tahun dan dapat diperpanjang berdasarkan kesepakatan lebih lanjut.

OPINI: Big Data untuk Revolusi Industri Kesehatan Indonesia

Ilustrasi Telemedika. Sumber gambar : pmpediatrics.com

Pada Mei 2016, pemerintah Indonesia menyelenggarakan ajang Penghargaan Top 25 Public Service Innovation Awards di Jakarta. Kompetisi tahunan ini mengundang kementerian, lembaga, dan pemerintah provinsi dari berbagai daerah untuk menciptakan setidaknya satu produk inovatif setiap tahunnya.

Dari 35 inovasi yang terdaftar, hampir setengahnya merupakan inovasi di bidang layanan kesehatan. Salah satu yang paling menonjol yaitu program “Home Care”, yang mengimplementasikan konsep telemedika (telemedicine) di Makassar, Sulawesi Selatan.

Program kesehatan yang telah diimplementasikan di Makassar sejak 2014 ini memungkinkan para tenaga kesehatan untuk mengakses catatan kesehatan di masa lalu maupun catatan kesehatan terbaru milik pasien melalui Kartu Pintar, tanpa keduanya harus secara fisik bertatap muka.

Kartu ini juga berisi informasi penting tentang tempat tinggal seseorang, termasuk e-KTP, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), serta informasi asuransi nasional (BPJS Kesehatan). Kartu Pintar ini dikeluarkan oleh pemerintah Makassar yang bekerjasama dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk semua penduduk Makassar.

“Home Care” memungkinkan warga untuk mendapatkan perawatan kesehatan tanpa harus mendatangi klinik atau rumah sakit. Cukup dengan menelepon call center Home Care, dokter dapat dengan mudah serta efisien mengakses data pasien via Kartu Pintar.

Ini kemudian diikuti dengan kunjungan langsung kepada pasien menggunakan kendaraan Home Care, Dottoro’ta, yang dilengkapi dengan fasilitas ultrasound (USG) dan electrocardiogram (EKG). Data medis yang dibuat peralatan ini lalu dikirimkan ke server yang aman agar bisa diakses dokter spesialis sebagai dasar dari diagnosa dan rekomendasinya dari jarak jauh.

Melalui inovasi teknologi yang sederhana tetapi efektif ini, Kartu Pintar memungkinkan para pekerja kesehatan di rumah sakit manapun di Makassar mengakses catatan medis pasien dari jarak jauh dengan mudah dalam situasi apapun, terutama dalam keadaan darurat dimana setiap detiknya menjadi sangat penting.

Dengan menggunakan pendekatan manajemen big data, ada beberapa manfaat yang bisa diambil, salah satunya adalah menghilangkan silo sehingga berbagai pemangku kepentingan tidak lagi bekerja sendiri-sendiri.

Pada akhirnya, kinerja manajemen meningkat dan strategi yang dihasilkan pun menjadi lebih baik. Berkat sistem pengelolaan data yang komprehensif ini, data yang ada dapat dimanfaatkan sebagai basis pengambilan keputusan yang lebih baik.

Studi kasus ini menggambarkan manfaat revolusioner dari telemedika – inovasi terbaru dalam layanan kesehatan. Teknologi telemedika ini memungkinkan para praktisi kesehatan untuk memberikan diagnosa dan penanganan pasien dari jarak jauh, tanpa mengurangi kualitas layanan professional tenaga kesehatan yang ada. Pemanfaatan konektivitas dan data server yang aman memungkinkan catatan medis pasien untuk diakses dan dianalisa sebelum dokter bertemu langsung dengan pasien.

Manfaat dari telemedika ini juga dapat langsung dirasakan oleh penyedia layanan kesehatan maupun pasien sebagai penerima layanan tersebut.

Dengan telemedika, keterbatasan tenaga medis akibat tidak meratanya penyebaran tenaga kesehatan di seluruh Indonesia–termasuk akibat keterbatasan jumlah dokter spesialis di sejumlah kota–bisa diatasi karena telemedika memungkinkan pasien mendapatkan konsul dari dokter yang praktik di kota lain dengan jumlah penyedia jasa kesehatan lebih banyak. Dengan demikian, akses masyarakat Indonesia atas layanan kesehatan pun menjadi semakin luas.

Berdasarkan laporan dari Menteri Kesehatan Indonesia tahun 2014, Jakarta memiliki jumlah dokter umum terbanyak. Rata-rata 16.000 dokter ditempatkan di kota-kota besar di Indonesia dan melayani lebih dari 10 juta penduduk. Daerah pada urutan terakhir dengan jumlah dokter paling sedikit adalah Sulawesi Barat, dengan 100 dokter lebih untuk melayani sekitar 1,3 juta penduduk.

Ada begitu banyak cara untuk menggunakan dan memanfaatkan telemedika. Seperti misalnya pengawasan secara real-time atas kondisi kesehatan pasien melalui perangkat wearable berkat dukungan teknologi Intel sehingga memungkinkan dokter untuk memberikan diagnosa yang jauh lebih baik. Dengan inovasi ini, kondisi medis yang fatal pun bisa dicegah dan sudah bukan tidak mungkin lagi untuk ditangani.

Bahkan pada kenyataannya teknologi ini telah digunakan untuk mengobati penyakit Parkinson melalui kombinasi konektivitas, cloud data center dan analisa Big Data. Konektivitas memungkinkan para peneliti medis untuk mengumpulkan lebih banyak data dari pasien yang menderita Parkinson.

Meskipun demikian, informasi yang terkumpul dari perangkat Internet of Things (IoT) sudah begitu banyak sehingga akan memicu terjadinya ledakan data di seluruh industri. Oleh karena itu, data center berbasis cloud dan kemampuan pengelolaan layanan data diperlukan untuk menyimpan data dalam jumlah besar sekaligus memastikan kelengkapan data dengan menggunakan fasilitas back-up dan pemulihan data berbasis cloud.

Data ini kemudian akan dianalisa menggunakan big data analytics sehingga para peneliti dapat menyimpulkan pola perilaku pasien penderita Parkinson dan memberikan penanganan yang lebih baik.

Industri kesehatan harus mampu menyimpan dan mengelola data dalam jumlah besar untuk pasien mereka, apalagi dengan pertumbuhan suplai informasi yang terus meningkat cepat. Termasuk dalam hal ini kemampuan untuk memproses data dalam jumlah besar dari berbagai sumber, seperti misalnya perangkat wearable.

Fasilitas TI juga harus hemat biaya dan dapat memindahkan data dengan mulus atau seamlessly untuk mengolah dan menganalisis sehingga menghasilkan analisa prediktif yang efektif.

Sederhananya, penting bagi industri kesehatan untuk mempermudah dan menyederhanakan pengelolaan data dengan memanfaatkan IoT dan big data analytics untuk membuat sistem lebih efisien, hemat biaya, dan yang paling penting meningkatkan cara kerja praktisi kesehatan dan menghasilkan layanan kesehatan berkualitas tinggi untuk pasien.

Bagaimana cara kita melakukannya? Pertama-tama, industri kesehatan di Indonesia perlu melakukan digitalisasi catatan medis pasien. Praktik ini sebenarnya sudah dilakukan perawat atau petugas kesehatan diseluruh nusantara. Tapi perlu diingat bahwa data-data yang ada harus disimpan dalam protokol standar untuk memastikan interoperabilitas data tersebut.

Keamanan data juga perlu dijamin dengan menyediakan penyimpanan data dan backup yang kuat menggunakan online backup atau penyimpanan cloud. Selain itu, praktik komputasi aman perlu dipertahankan dengan membuat arsip sistem data secara regular apakah itu pada siang hari atau malam hari.

Saat ini revolusi big data dalam bidang kesehatan terus berlangsung. Bayangkan berapa banyak data yang dihasilkan dan digunakan seseorang untuk catatan medis mereka? Bagaimana kita bisa mengatur semua data dan informasi yang sangat banyak dan mengambil semua manfaat yang ditawarkan?

Kita bisa menyelesaikan isu-isu kritis dalam pelayanan kesehatan ini dengan memanfaatkan IoT untuk mengumpulkan data secara digital dan menggunakan konektivitas untuk menyimpan data pada cloud data center sekaligus melakukan big data analytics. Sekaranglah saatnya untuk mengembangkan sektor kesehatan dengan fasilitas pengelolaan data yang tepat guna di Indonesia.

Opini ini ditulis oleh Ana Sopia, Country Manager NetApp Indonesia.
Sumber tulisan diambil dari tekno.liputan6.com

Verily Life Sciences Bukukan Pendanaan USD 800 Juta

Verily Live Sciences, perusahan yang merupakan transformasi dari Google Life Science menerima pendanaan sebesar USD 800.000.000 dari Temasek, perusahaan investasi yang berbasis di Singapura. Sebagian besar dana akan diberikan dalam waktu beberapa hari ke depan dan sisanya pada semester kedua tahun ini.

Pendanaan tersebut akan digunakan untuk mengembangkan sayap operasional Verily di luar Amerika Serikat serta untuk mendukung beberapa proyek penelitan yang sedang digarap oleh mereka. Diantaranya adalah pengembangan lensa kontak dengan sensor glukosa built-in, penghentian wabah penyakit yang dibawa oleh nyamuk dan serangga, penelitian terhadap penyakit parkinson dan banyak project lainnya yang bersifat visioner dalam bidang medis.

Sebagai imbalan untuk pendanaan tersebut, Temasek akan menerima saham minoritas dan juga wakilnya akan dinominasikan untuk duduk di jajaran direktur pada anak perusahan Alphabet Inc. (perusahaan induk Google) tersebut.

Walau begitu ini bukanlah satu-satunya pendanaan yang pernah diterima oleh Verily. Sebelumnya mereka membukukan USD 248.000.000 dari Sanofi, perusahaan farmasi asal Perancis untuk proyek pengembangan solusi software dan teknologi guna menanggulangan penyakit diabetes.