spot_img

Promo Produk Alat Kesehatan Dari PT Oneject Indonesia

PT Oneject Indonesia memberikan Promosi untuk produk-produk berikut:

Nama Produk      : BIOQUICK COVID 19 Ag Rapid Test Device (Nasal)
Nomor Produk     : 4815000018-FKS-003271308
Harga Asli           : Rp 37.740
Harga Promosi  : Rp 29.600

Nama Produk      : BIOQUICK COVID 19 Ag Rapid Test Device (Nasopharyngeal)
Nomor Produk     : 4815000018-AK1-001271705
Harga Asli           : Rp 37.740
Harga Promosi  : Rp 29.600

* Harga Promo berlaku mulai tanggal 1 Maret s.d 30 Juni 2023

Sumber: e-katalog.lkpp.go.id

Tentang produk:

Bioquick Covid-19 Ag Rapid Test Device Test merupakan alat diagnostik cepat untuk deteksi SARS-COV-2 Antigen dalam spesimen nasofaringeal dari indvidu yang diduga terpapar Covid.
Tentang Perusahaan:

PT. Oneject Indonesia merupakan pelopor produsen alat suntik sekali pakai di Indonesia dalam menyediakan suntikan yang aman yang diproduksi dan beredar di Indonesia dalam kontribusinya untuk mengurangi jumlah alat suntik standar yang dapat digunakan berulang kali

Meningkatkan Devisa dengan Wisata Medis: Indonesia Merancang Sanur Sebagai Lokasi Pertama

wisata medis
Sanur, Bali digadang menjadi pusat wisata medis. Foto: Denpasarkota.go.id.

Potensi wisata medis menjadi salah satu hal yang dikembangkan oleh beberapa negara untuk menarik wisatawan. Namun, hal ini justru membuat Indonesia kehilangan devisa. Sebabnya lebih dari dua juta WNI setiap tahunnya memilih berobat ke luar negeri. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif merancang wilayah Sanur sebagai lokasi pertama wisata medis di Indonesia.

Dalam upaya untuk memikat daya tarik wisata medis, pemerintah akan membangun sebuah rumah sakit bertaraf internasional. Bekerjasama dengan RS di Amerika Serikat untuk menarik wisatawan lokal, Dr. Ediansyah, seorang doktor yang baru saja menjalani ujian disertasi program doktoral di Binus Business School, Jakarta, menyatakan bahwa hal ini merupakan hal yang tepat karena masyarakat tidak perlu jauh-jauh bila ingin berobat.

Di sisi lain, menurut penelitian program doktoralnya, WNI memilih berobat keluar negeri karena mereka sudah mendapatkan data yang jelas. Baik mengenai rumah sakit dan biaya, dan di waktu yang sama bisa mengajak keluarga berlibur.

Di Malaysia misalnya, Penang terkenal sebagai lokasi wisata medis dan jadi tujuan para WNI yang ingin berobat. Faktor terbesar karena sudah menjabarkan dengan rinci mengenai pelayanan kesehatan yang diberikan. Seperti berapa waktu yang dibutuhkan untuk perawatan, biayanya, lokasi rumah sakit, dan hotel bagi keluarganya yang menunggu. Sebaliknya, di Indonesia belum bisa karena masing-masing rumah sakit seakan berlomba menarik pasien.

Wisata Medis Marak di Luar Negeri Salah Satunya Karena Faktor Biaya dan Pajak Alkes

Ada faktor lain yang menyebabkan biaya medis di luar negeri seperti Malaysia Lebih murah. Hal ini disebabkan pemerintah negeri jiran membebaskan pajak bagi alat kesehatan yang digunakan rumah sakit dan fasilitas kesehatan disana. Berbeda dengan di Indonesia, pajak alat kesehatannya tinggi bahkan disamakan dengan pajak barang mewah. Karena itu biaya rumah sakit di Indonesia menjadi mahal.

Prof. Dr. Ir. Mohammad Hamsal, Head of Corporate Strategy and Agility, Area of Knowledge Inquiry in Doctor of Research in Management Program Binus Business School, juga mengatakan bahwa di Indonesia fasilitas kesehatan di daerah berbeda dengan wilayah di luar negeri.

Di luar negeri, setiap daerah punya ciri dan keunggulan rumah sakit di masing-masing daerah. Oleh karena itu, perlu daerah yang punya potensi wisata seluruh stakeholder bersatu, sebagaimana dilansir dari Berita Satu (11/03/2023).

“Di masa depan, RS di setiap daerah perlu memiliki ciri khasnya masing-masing untuk menerapkan wisata medis. Misalnya di Jakarta spesialisasinya untuk penyakit apa, sedangkan Bali tentang apa, Medan tentang apa sehingga masyarakat bisa memilih mana yang terbaik di dalam negeri dan tidak perlu keluar negeri lagi untuk berobat,” kata Prof. Mohammad.

Apabila setiap daerah memiliki ciri khas wisata medis masing-masing, akan meningkatkan pendapatan negara. Juga mendorong pertumbuhan sektor pariwisata dan kesehatan di Indonesia.

 

Ambulans Listrik Berbasis DFSK Gelora E dari CKM, Inovasi Ramah Lingkungan

ambulans listrik
DFSK Gelora E, kendaraan yang diubah menjadi ambulans berbahan bakar listrik. Foto: dfskmotors.co.id.

Inovasi industri kesehatan perlu dilakukan pada berbagai sektor. Bukan saja pada bangunan dan alat medis, tapi juga perangkat transportasinya. Inilah yang dilakukan oleh Cahaya Kurnia Mandiri (CKM) dengan ambulans listrik berbasis DFSK Gelora E. Bisa dibilang ini adalah ambulans bertenaga listrik pertama yang ada di Indonesia.

Pada acara 6th Annual Scientific Meeting On Emergency Medicine yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Dokter Ahli Emergensi Indonesia (Perdamsi) di Grand Mercure Yogyakarta, 9-12 Maret 2023, ambulans listrik pertama di Indonesia berbasis DFSK Gelora E hasil inovasi Cahaya Kurnia Mandiri (CKM) diperkenalkan kepada publik.

CKM merupakan sebuah perusahaan karoseri yang berpengalaman dalam menciptakan kendaraan ambulans. Baik ambulans transportasi maupun ambulans gawat darurat. Kendaraan ini dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan medis sesuai dengan permintaan dari rumah sakit ataupun instansi kesehatan.

Kepala Cabang PT Global Auto Mobil Sebagai Autorized Dealer Yogyakarta, Yakub, menyatakan dukungan terhadap inovasi CKM dalam menghadirkan ambulans listrik.

“DFSK Yogyakarta mendukung inovasi CKM dalam wujud ambulans listrik. Kami siap memberikan pelayanan terbaik penyediaan dan perawatan kendaraan secara berkala,” kata Yakub dilansir dari Antara News (12/03/23).

Ambulans Listrik Inovasi Teknologi Otomotif dan Kesehatan Ramah Lingkungan

ambulans listrik
DFSK Gelora E, kendaraan yang diubah menjadi ambulans berbahan bakar listrik. Foto: dfskmotors.co.id.

Executive Marketing CKM, Hari, menegaskan perusahaan ingin berkontribusi lebih dalam dunia medis di Tanah Air. Salah satunya melalui kendaraan ambulans yang ramah lingkungan, responsif, serta didukung berbagai peralatan medis yang sudah mumpuni, Dengan begitu penanganan pasien baik dalam keadaan stabil maupun keadaan emergensi mampu dilakukan dengan baik.

Menurut Hari, CKM melihat ambulans listrik akan menjadi kebutuhan di masa depan. Mengingat kebutuhan kendaraan yang ramah lingkungan dan hemat energi akan menjadi prioritas di masyarakat.

DFSK Gelora E “Disulap” Jadi Ambulans dengan Kabin Ekstra Lega

ambulans listrik
Ambulans dengan tenaga listrik dipamerkan pada 6th Annual Scientific Meeting On Emergency Medicine. Foto: Antara News.

Ambulans listrik yang dikembangkan oleh CKM menggunakan basis kendaraan DFSK Gelora E. Memiliki dimensi 4.500mm x 1.680mm x 2.000mm (PxLxT) yang memberikan kabin ekstra luas dan lapang. Area kabin yang besar ini “disulap” oleh para desainer di CKM untuk dijadikan ambulans gawat darurat atau ambulans transportasi.

Sebagai sebuah kendaraan listrik, DFSK Gelora E dibekali dengan baterai yang bisa membawa kendaraan melaju kurang lebih 300 kilometer sekali pengisian baterai. Jarak tempuh yang ditawarkan DFSK Gelora E jauh di atas rata-rata perjalanan sebuah ambulans.

Satu unit ambulans biasanya melakukan perjalanan sehari-hari rata-rata hanya sekitar 100 kilometer terutama untuk penggunaan di kota-kota besar.

Selain itu, pengisian baterai pada DFSK Gelora E juga mudah. Didukung fitur Fast Charging yang mampu mengisi 20-80 % hanya dalam 80 menit. Apabila tidak ditemukan charger fast charging, baterai juga bisa dicas dengan daya 220V 16A.

Biaya operasional yang dibutuhkan sehari-hari juga tergolong murah. Karena uang yang dikeluarkan untuk mengisi baterai dari 0-100 hanya di kisaran Rp71.400 dengan asumsi biaya per Kwh listrik sebesar Rp1.700.

 

Masih Banyak Warga Indonesia yang Lebih Memilih Berobat Ke Luar Negeri

berobat keluar negeri
Ilustrasi tenaga medis memberikan pelayanan kesehatan. Foto: Rawpixel.

Upaya menarik minat warga Indonesia agar lebih memilih tetap di dalam negeri daripada berobat keluar negeri masih menemui tantangan. Baik dari pelayanan, peralatan kesehatan, dan biaya besar yang salah satunya datang dari beban pajak alkes dan obat.

Dilansir dari Pikiran Rakyat (08/03/2023), menurut data dari Medical Tourism Index 2020-2021, negara Asia Tenggara yang unggul menjadi destinasi wisata medis antara lain Singapura di peringkat 2 dan Thailand di peringkat 17. Sementara 30 besar terdapat Filipina di peringkat 24.

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menyatakan, selain lebih murah dan pelayanannya lebih nyaman, warga Indonesia memilih berobat ke luar negeri karena alat kesehatannya yang sangat lengkap. Padahal, dengan sumber daya manusia dan rumah sakit yang dimiliki, Indonesia sebetulnya bisa menjadi tuan rumah bagi warganya sendiri untuk mengakses pelayanan kesehatan.

Pada tahun 2006 saja sedikitnya ada 350 ribu masyarakat Indonesia yang berobat keluar negeri. Kemudian jumlahnya meningkat sembilan tahun kemudian sebanyak 600 ribu orang. Angka ini menunjukkan peningkatan hampir dua kali lipat.

Menurut Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo, “Peningkatannya cukup tajam. Total pengeluaran yang dikeluarkan warga Indonesia untuk berobat ke luar negeri bisa mencapai 11,5 miliar dolar AS per tahun. Dari jumlah itu, 80 persennya dihabiskan di Malaysia.”

Berharap Pemerintah Mengkaji Lagi Pajak Alkes dan Obat

berobat keluar negeri
Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo. Foto: MPR RI.

Faktor yang diyakini cukup signifikan mempengaruhi biaya berobat di dalam negeri salah satunya adalah pajak barang mewah yang dikenakan pada alat kesehatan. Beban biaya ini menjadi lebih terasa ketika ada alat kesehatan yang masih harus diproduksi di luar negeri. Apabila ada keringanan pajak maka beban operasional fasilitas kesehatan seperti rumah sakit dapat berkurang. Dampaknya akan dirasakan pula oleh masyarakat.

Bambang menyatakan, pajak untuk beberapa alat kesehatan hampir mencapai nol persen di Malaysia. Otomatis biaya berobat di sana jauh lebih murah dibandingkan dengan Indonesia.

Aktivitas Startup Kesehatan untuk Penderita ADHD Semakin Marak, Apakah Tren Baru?

penderita ADHD
Ilustrasi gejala ADHD. Foto: Wikimedia.

Menurut sebuah riset yang diterbitkan oleh National Library of Medicine, ditemukan 366.66 juta penderita ADHD secara global pada 2020. Mereka menunjukkan gejala ADHD yang membuat mereka kehilangan 22 hari produktifnya setiap tahun.

ADHD adalah Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Sebuah gangguan neuron pada perilaku. Umumnya terjadi pada anak-anak sampai orang dewasa. Beberapa gejalanya antara lain sulit memfokuskan perhatian, impulsif, dan hiperaktif.

Ada beberapa dugaan mengapa jumlah penderita ADHD meningkat. Salah satunya diduga akibat pandemi yang cukup berat dengan dampak baik langsung maupun tidak kepada seluruh orang di dunia. Seiring dengan itu banyak startup kesehatan dengan inovasi medtech terbarunya terjun untuk menangani masalah ini.

Aktivitas Startup Kesehatan untuk Menangani Penderita ADHD

penderita adhd
Ilustrasi gejala ADHD. Foto: Wikimedia.

Beberapa perusahaan modal di Eropa memberikan pendanaan sebesar $1.4 miliar untuk sektor kesehatan mental pada 2021. Walaupun kemudian investasi menyusut menjadi “hanya” $354 juta pada tahun lalu.

Akan tetapi masih banyak aktivitas yang terjadi di dunia startup kesehatan yang bertujuan menangani ADHD dilansir dari Tech Crunch.

Contohnya HelloSelf yang berbasis di London. Perusahaan ini berupaya mencocokkan pasien dengan terapis berlisensi yang mencakup berbagai kondisi kesehatan mental, termasuk ADHD.

Kemudian dari New York, Inflow, sebuah aplikasi untuk membantu anggotanya menghadapi gejala ADHD dengan memberikan dukungan terapi perilaku kognitif (CBT). Perusahaan ini juga mengumpulkan pendanaan putaran Seri A sebesar $11 juta yang dipimpin oleh Octopus Ventures.

Ada pula Centered, aplikasi desktop dengan suara AI yang telah dilatih (machine learn) untuk membantu penderita ADHD untuk tetap fokus.

Lalu startup asal Ukraina, Numo yang mengembangkan aplikasi untuk orang dewasa penderita ADHD. Di dalam aplikasi ini terdapat permainan harian yang dapat digunakan oleh orang dengan gejala ADHD. Perusahaan di Inggris, Healios juga mengumpulkan pendanaan Seri A sebesar £7 juta ($9,9 juta) untuk memperluas platformnya.

Startup kesehatan Sidekick meluncurkan “peramban produktivitas”. Di dalam peramban ini terdapat sejumlah fitur yang ditujukan bagi penderita ADHD dan orang yang mudah teralihkan perhatiannya secara umum.

Perusahaan ini mengklaim terjadi “peningkatan signifikan” pada pengguna dengan ADHD setelah menggunakan peramban ini. Peramban berbasis Chromium ini didirikan oleh Dmitry Pushkarev. Ia adalah PhD Stanford dalam Biologi Molekuler. Juga pernah menjabat sebagai eksekutif Amazon dan ia sendiri juga merupakan penderita ADHD.

Ikhtisar

Jumlah penderita ADHD diperkirakan meningkat akibat pandemi. Hal ini mendorong banyak startup kesehatan untuk menciptakan solusi terkait ADHD. Meskipun investasi di sektor ini cenderung mengalami penurunan, namun aktivitas startup kesehatan terus meningkat.

Mayapada Hospital Bandung Berkonsep Green Hospital Diresmikan Presiden Joko Widodo

mayapada hospital bandung
Presiden Jokowi saat meresmikan Mayapada Hospital Bandung. Foto: Mayapada Hospital.

Presiden Joko Widodo meresmikan Mayapada Hospital Bandung hari Senin (06/03). Pada kesempatan itu Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan apresiasi pada konsep Green Hospital yang diusung oleh Mayapada Healthcare.

Rumah sakit ini telah mendapatkan sertifikasi Platinum dari Greenship dan EDGE dengan poin tertinggi. Dengan demikian Mayapada Hospital Bandung menjadi rumah sakit pertama di Indonesia yang mendapatkan sertifikasi tersebut dilansir dari CNN Indonesia (08/03/23).

Dapat dikatakan, rumah sakit ini rumah sakit pertama yang mengusung konsep Green Hospital di Indonesia. Konsep ini menjadi perhatian penting saat ini untuk menciptakan lingkungan yang ramah lingkungan dan sehat.

Masih di hari yang sama Presiden melakukan peninjauan dan memberikan reaksi positif. Beliau sangat terkesan dengan bagian dalam yang lengkap dari rumah sakit ini. Mulai dari ruangan, peralatan kesehatan, dan tata ruangnya telah mendapatkan sertifikasi Green Building.

Di sisi lain Presiden merasa prihatin bahwa masih ada sekitar 2 juta orang yang pergi berobat ke luar negeri. Padahal di negeri sendiri terdapat rumah sakit seperti Mayapada Hospital Bandung yang sangat baik kualitasnya.

Dukungan Presiden juga berkaitan dengan banyaknya orang Indonesia yang justru berobat di negara lain. Akibatnya terdapat sekitar Rp165 triliun devisa yang justru pergi keluar negeri.

Komitmen Mayapada Hospital Bandung untuk Melayani Masyarakat Lebih Luas

Menurut Jonathan Tahir, Group CEO Mayapada Healthcare, Mayapada Hospital Bandung adalah bagian dari ekspansi Mayapada Healthcare di Jawa Barat. Fasilitas kesehatan ini menjadi rumah sakit pertama yang mengusung tema Green Hospital.

Terbukti dengan sertifikasi Greenship dan EDGE. Dari sini dapat dilihat besarnya komitmen penuh pihak rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan bermutu dan berkualitas bagi masyarakat di daerah Bandung dan sekitarnya.

Dengan luas tanah lebih dari 2,5 hektar dan terdiri dari 16 lantai, rumah sakit di Bandung ini dapat menampung lebih dari 200 pasien. Mereka juga memperhatikan efisiensi energi dan penggunaan peralatan hemat energi. Disertai pengolahan limbah padat dan cair yang dikelola dengan baik.

Material bangunan dan interior yang digunakan non-toxic untuk memberikan suasana nyaman, aman, dan menenangkan pasien. Layanan emergency 24 jam juga tersedia untuk menangani kasus kegawatdaruratan. Seperti jantung, stroke, dan trauma.

 

Singapura Memimpin Inovasi Femtech di Asia Tenggara

inovasi femtech
Data sebaran femtech Asia Tenggara. Foto: Fermata.

Disadur dari sumber, pada tahun 2022 Singapura menjadi pemimpin pasar di bidang inovasi femtech (female technology). Dengan total 32 perusahaan yang didirikan dan beroperasi di dalam negeri menandai peningkatan sebesar 45% dibandingkan tahun sebelumnya.

Sementara itu negara tetangganya yaitu Malaysia menempati posisi kedua dalam “lomba” inovasi industri kesehatan ini dengan 12 perusahaan. Penambahan jumlah perusahaan ini merupakan lonjakan sangat signifikan sebesar 500% dibandingkan tahun sebelumnya.

Di sisi lain, negara tetangga seperti Kamboja, Laos, dan Myanmar menunjukkan pertumbuhan industri kesehatan khususnya pengembangan femtech masih stagnan sejak tahun lalu.

Ada beberapa faktor krusial yang menyebabkan inovasi sulit berkembang. Salah satu contoh ekstrem adalah ketidakstabilan politik yang terjadi di Myanmar sejak 2021 lalu. Akibat kondisi ini terjadi efek domino. Kondisi politik tidak stabil menyebabkan naiknya angka kemiskinan. Seiring dengan itu wanita menjadi sulit untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak akibat melonjaknya biaya fasilitas kesehatan.

Mengapa Singapura Mampu Menjadi Tempat Ideal Inovasi Femtech di Asia Tenggara

Femtech atau female technology mulai hadir sejak 2012. Istilah ini didefinisikan sebagai industri yang dilakukan oleh perusahaan teknologi yang memfokuskan diri pada pemenuhan kebutuhan kesehatan wanita. Tipe perusahaan ada yang melayani konsumen langsung (B2C), atau business-to-business (B2B).

Pertanyaannya mengapa tidak semua negara mampu menjadi tempat pengembangan femtech ideal, khususnya di Asia Tenggara?

Jawabannya ada beberapa. Mulai dari iklim Singapura yang selama ini sudah dikenal sebagai tempat yang ideal untuk menjadi lokasi ujicoba (test bed) berbagai perusahaan yang ingin mengembangkan inovasinya dan faktor pendukung lainnya sebagai berikut:

1. Riset dan Pengembangan

Sedikitnya ada dua domain riset yang relevan dengan industri femtech: Kesehatan dan Potensi Manusia (HHP) dan Smart Nation dan Ekonomi Digital (SNDE).

Dua domain tersebut diawali oleh inisiatif yang dilakukan pada Desember 2020. Dilakukan oleh Yayasan Riset Nasional Singapura yang meluncurkan Rencana Inovasi Riset Enterprise 2025 dengan anggaran sekitar S$25 miliar (US$18 miliar).

2. Perbincangan di Media Sosial

Pada awal 2021 muncul banyaknya post dan laporan tentang angka kelahiran yang menurun di Singapura. Media sosial saat itu diramaikan dengan percakapan tentang kesuburan dan perencanaan keluarga.

Keriuhan ini membantu meningkatkan perbincangan tentang kesehatan wanita. Juga meningkatkan kesadaran dan membuka peluang bisnis baru yang dapat dilakukan oleh perusahaan industri kesehatan.

Dapat disimpulkan Singapura saat ini memimpin pasar inovasi femtech di Asia Tenggara dengan 32 perusahaan yang beroperasi di dalam negeri. Didukung oleh berbagai faktor, seperti iklim yang ideal untuk pengembangan inovasi dan investasi besar dalam riset dan pengembangan. Juga maraknya perbincangan di media sosial yang meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan wanita.

 

Length Board, Alat Pengukur Panjang Badan Bayi

pengukur panjang badan bayi
Ilustrasi length board manual berkualitas,praktis, dan aman.

Panjang badan bayi merupakan salah satu indikator pertumbuhan yang penting untuk dipantau. Agar hasil pengukuran tepat dibutuhkan alat bernama length board atau papan pengukur panjang badan bayi.

Pada artikel ini, kita akan membahas lebih detail tentang apa itu length board dan bagaimana cara menggunakannya untuk mengukur panjang badan bayi.

Definisi Length Board

pengukur panjang badan bayi
Ilustrasi alat untuk mengukur panjang badan bayi. Foto: Four Square Health.

Disadur dari Unicef.org, length board adalah papan pengukur yang digunakan untuk mengetahui panjang bayi berusia kurang dari dua tahun. Perangkat ini menggunakan satuan milimeter dan centimeter dalam pengukurannya dan disebut juga sebagai infantometer.

Ambisi Startup Kesehatan Neuralink Melakukan Pengujian ke Manusia Ditolak FDA

startup kesehatan neuralink
Ilustrasi teknologi terintegrasi dengan otak manusia. Foto: Neuralink.

Startup kesehatan Neuralink mengalami penolakan dari lembaga pengawas obat dan makanan Amerika Serikat (FDA) untuk implementasi rencana uji coba ke manusia.

Sebagaimana dilansir dari Reuters, lembaga tersebut menolak pengajuan perusahaan yang didirikan salah satunya oleh Elon Musk itu untuk memulai pengujian ke manusia. Di sisi lain penolakan ini sudah diperkirakan sebelumnya oleh berbagai pengamat industri kesehatan.

Ada beberapa dasar kekhawatiran dalam rencana pengujian teknologi ke manusia. Salah satunya resiko terjadinya neural lace. Resiko ini adalah kemungkinan terjadinya migrasi implan melalui jaringan lunak di dalam otak. Faktor pertimbangan lain adalah resiko terjadinya overheat pada perangkat, kemudian kemungkinan kegagalan baterai, resiko kegagalan pengangkatan, sampai dengan infeksi otak.

Berbagai kekhawatiran ini wajar terjadi dan umum dialami oleh teknologi medis baru dalam bentuk alat yang akan kontak langsung dengan manusia. Akan tetapi selalu ada peluang baru karena setelah penolakan biasanya penemu teknologi kesehatan dapat mengajukan kembali satu tahun kemudian.

Mengenal Lebih Jauh Startup Kesehatan Neuralink

startup kesehatan neuralink
Ilustrasi teknologi terintegrasi dengan otak manusia. Foto: Neuralink.

Startup Neuralink didirikan pada tahun 2016 oleh Musk bersama sekelompok ilmuwan dan insinyur. Tujuan dari perusahaan ini adalah mengembangkan antarmuka yang dapat menghubungkan otak manusia dengan komputer.

Apabila berhasil dilakukan maka pembacaan sinyal neural dari otak akan lebih mudah. Perangkat Neuralink diklaim mampu memberikan kemampuan kognitif super pada manusia. Juga memungkinkan orang yang lumpuh untuk mengoperasikan ponsel, dan memiliki potensi untuk menyembuhkan autisme dan schizophrenia.

Akan tetapi untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan upaya yang lebih humanis. Pengujian yang dilakukan baru sebatas pada monyet dan itupun mendapatkan kritikan keras karena prosedur dianggap terlalu kejam.

Teknologi yang ingin diciptakan oleh startup kesehatan Neuralink ini memang sebuah terobosan baru terutama bagi penyandang disabilitas. Di sisi lain menempatkan benda asing ke dalam otak manusia masih dianggap sangat beresiko.

Karena itu sebuah perusahaan yang ingin mewujudkan ambisinya untuk mengembalikan penglihatan dan mobilitas seseorang seperti Neuralink harus lolos pengawasan. Apabila itu terjadi maka teknologi industri kesehatan inovatif tersebut dipastikan aman untuk digunakan oleh manusia.

 

Rumah Sakit Mata JEC-Orbita Makassar Masuk Tahap Topping Off

rumah sakit mata
Sesi topping off Rumah Sakit Mata di Makassar. Foto: Tribun Timur.

Rumah Sakit Mata JEC-Orbita Makassar mulai masuk tahap topping off. Seremoni yang dilakukan menandai proses pembangunan sudah masuk ke tahap penyelesaian. Fasilitas kesehatan yang berada di Jl. Masjid Raya, Bontoala, Makassar ini merupakan bagian dari JEC Eye Hospitals & Clinics.

Menurut Direktur Utama PT Orbita, dr. Habibah S. Muhiddin, diharapkan pembangunan rumah sakit dengan tinggi 10 lantai dan 1 semi-basement dengan luas mencapai 8.600m2 ini dapat selesai Desember 2023.

Apabila pembangunan rumah sakit telah selesai ditargetkan mampu menampung kunjungan sampai 50.000 pasien. JEC Eye Hospitals & Clinics bertekad menjadikan rumah sakit ini sentra pelayanan kesehatan mata masyarakat terbesar di tanah air khususnya bagian Indonesia timur.

“Rumah sakit ini merupakan cabang kelima JEC Eye Hospitals & Clinics. Saat ini sudah masuk ke tahap akhir. Semakin besar pula tekad kami untuk membangun rumah sakit ini menjadi sentra kesehatan mata terbesar di Indonesia, khususnya bagian timur,” kata Habibah sebagaimana dilansir dari Tribun (05/03/2023).

Rumah Sakit JEC-Orbita Makassar dengan Konsep One Stop Services

dr. Habibah menyatakan bahwa pembangunan tersebut memperkenalkan konsep layanan one-stopped-services di pusat kesehatan mata. Konsep ini ditujukan terutama bagi masyarakat Makassar dan wilayah Indonesia bagian timur secara umum.

Dengan konsep ini, semua pasien yang mengalami masalah kesehatan mata dapat memperoleh layanan terintegrasi dalam satu tempat. Mereka tidak harus dirujuk ke institusi kesehatan lain.

“Didukung oleh pengalaman JEC sebagai pemimpin perawatan mata di Indonesia, kami siap menjadikan RS Mata JEC-Orbita Makassar sebagai sentra kesehatan terlengkap dengan teknologi terkini di wilayah Indonesia bagian timur,” jelasnya.

Sementara itu, Dr. Darwan M. Purba, SpM(K), Co-Founder JEC serta Komisaris Utama JEC Korporat (PT Nitrasanatha Dharma) menambahkan bahwa RS Mata JEC-Orbita juga didukung oleh sumber daya ahli kesehatan mata yang kompeten. Pasien akan mendapatkan pelayanan terintegrasi dan teknologi mutakhir.