spot_img

Mahasiswa Indonesia Temukan Obat Kanker Serviks Dari Duri Ikan Lion Fish

Setelah ramai penemuan bajakah untuk kanker payudara oleh siswa di Kalimantan, kini mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Indonesia juga menemukan obat antikanker lainnya. Ketika mahasiswa tersebut adalah Mustika Sari, Sarah Salsabila, dan She Liza Noer.

Uniknya, obat antikanker serviks yang berasal dari racun duri ikan lionfish. “Kami menggali literatur terkait penggunaan lionfish sebagai alternatif obat dari bahan alam. Melalui uji laboratorium, hasil menunjukkan bahwa racun lionfish berhasil membunuh sel kanker,” ungkap Mustika Sari, dikutip dari Antara.

Keefektifan racun duri ikan Lionfish untuk obat kanker adalah karena mengandung peptida yang memiliki aktivitas antiproliferatif terhadap sel kanker dengan mekanisme induksi apoptosis, yaitu proses penghambatan proliferasi sel kanker secara selektif.

Untuk mendapatkan protein yang memiliki sifat apoptosis terhadap sel kanker serviks, tiga mahasiswa tersebut mengekstraksi racun duri Lionfish yang kemudian dimurnikan dengan presipitasi ammonium sulfat dengan proses pemanasan. Ekstrak racun dari duri Lionfish yang telah diperoleh itu kemudian diujikan secara in vitro terhadap sel kanker.

“Hasil yang diperoleh dari pengujian in vitro terlihat adanya efek inhibisi terhadap sel kanker serviks. Efek inhibisi ini menunjukkan pengujian berhasil membunuh sel kanker yang ada,” sebutnya.

Penggunaan lionfish sebagai obat antikanker ini, lanjut Mustika, juga dimaksudkan untuk membantu menekan jumlah populasi lionfish atau si ikan singa di perairan. Penggunaan Lionfish merupakan upaya untuk ikut serta menjaga ekosistem laut, karena ikan tersebut salah satu ikan yang merugikan nelayan.

Untuk diketahui, penelitian ini didanai oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi dan tengah dalam tahap presentasi di ajang Pekan Ilmiah Mahasiwa Nasional yang akan diselenggarakan akhir Agustus 2019 di Bali.

Pemkot Bandung Jadikan Layad Rawat Sebagai Program Kesehatan Unggulan

Gambar: Ayobandung.com

Program kesehatan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung, Layad Rawat tercatat telah diakses oleh 2.242 orang melalui pusat panggilan 119 sejak pertama kali diluncurkan dua tahun lalu.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung Rita Verita Suhardijanto mengungkapkan bahwa jumlah pengakses untuk pelayanan rutin terbilang cukup tinggi menandakan bahwa kepercayaan warga (Bandung) terhadap layanan ini semakin baik.

“Kalau orang yang sudah tahu, dan sudah pernah dilayani, biasanya setelah itu memanggil secara rutin,” ungkapnya seperti dilansir oleh situs ayobandung.com.

Layad Rawat sendiri terbagi menjadi dua jenis layanan, yaitu kunjungan terencana dan tidak terencana. Kunjungan terencana dilakukan oleh petugas puskesmas berdasarkan data pasien yang ada. Sedangkan kunjungan tidak terencana pelaksanaanya berdasarkan permintaan warga.

Untuk kunjungan tidak terencana, jika kondisi pasien masih bisa ditangani oleh petugas puskesmas, maka petugas ini yang datang untuk menolong. Jarak dan tingkat kegawatdaruratan juga menjadi pertimbangan penanganan kasus.

“Misalnya pasien perlu pertolongan pemeriksaan kesehatan yang sakit dekubitus, kencing manis, biasanya memanggil Layad Rawat. Kebanyakan yang sakit pasca stroke, baru pulang dari RS dan perlu cek kondisi kesehatan,” ungkap Rita.

Tak hanya itu, Layad Rawat juga menerima warga yang terdaftar sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

“Dan rata-rata warga Bandung hampir semuanya punya JKN,” tutup Rita.

Pemprov Jabar Coret 700.000 Peserta PBI BPJS Kesehatan

Kepala Dinas Sosial Jawa Barat Dodo Suhendar memastikan bahwa Pemerintah Provinsi telah menghapus setidaknya 700.000 peserta BPJS Kesehatan penerima bantuan iuran (PBI) dihapus dari daftar kepesertaan. Pasalnya, mereka dinilai sudah tidak tepat lagi masuk klasifikasi warga prasejahtera yang membutuhkan bantuan sosial

“700 ribu lebih warga Jabar dikeluarkan karena itu tidak ada dalam BDT (basis data terpadu) masyarakat miskin,” jelas Dodo sebagaimana MedX kutip dari situs bisnis.com.

Di luar itu penonaktifan ini juga karena kemungkinan peserta sudah tidak membutuhkan PBI, kemudian salah sasaran atau peserta sudah meninggal dunia. Dodo mencatat, ribuan peserta BPJS Kesehatan subsidi yang dinonaktifkan didominasi warga Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Subang, Kabupaten Garut, dan Kabupaten Cirebon.

Menindaklanjuti hal tersebut saat ini Dinsos di kabupaten dan kota tengah memverifikasi data penerima pengganti peserta BPJS PBI yang dinonaktifkan dari BDT masyarakat miskin. Ia menargetkan proses verifikasi selesai dalam waktu sebulan.

“Sebulan ini seharusnya selesai. Karena dibagi ke masing-masing kabupaten kota. Tinggal teknis dinsos dengan BPJS. Tapi kalau ternyata nanti datanya ada di BPJS harus dimasukan lagi,” lanjutnya.

Sebelumnya, BPJS Kesehatan menonaktifkan sebanyak 5.227.852 jiwa dari peserta penerima bantuan iuran (PBI). Kebijakan yang berlaku sejak 1 Agustus 2019 itu merupakan tindak lanjut dari terbitnya Surat Keputusan Menteri Sosial Nomor 79 Tahun 2019.

Penonaktifan dilakukan karena peserta PBI tersebut tidak terdaftar dalam Basis Data Terpadu (BDT) Kementerian Sosial. Posisi mereka secara bersamaan akan diisi peserta pengganti yang tercatat dalam BDT.

Indonesia Akan Ekspor Dokter ke Sejumlah Negara Afrika

Sejumlah negara di benua Afrika dikabarkan menyatakan minatnya terhadap sektor kesehatan Indonesia pada perhelatan forum Indonesia-Africa Infrastructure Dialogue (IAID) di Nusa Dua Bali. Bahkan rencananya, pemerintah akan mengekspor dokter ke negara-neagra tersebut.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa kedekatan secara kultur dan sejarah diplomatik menjadi salah satu alasan terbesar negara-negara tersebut bersedia bekerja sama di sektor jasa dengan RI.

“Saya katakan kepada negara-negara Afrika itu, untuk tahap awal, mereka dapat mengirimkan timnya ke Indonesia untuk belajar di sini terlebih dahulu. Selanjutnya, mereka bisa menyebutkan profesi dokter seperti apa yang mereka mau, yang selanjutnya kita tindak lanjuti untuk mengirim tenaga kerja kita ke negara tersebut,” jelas Luhut.

Kendati demikian dia tidak dapat menyebutkan berapa banyak kebutuhan tenaga medis asal RI yang diminta oleh negara-negara tersebut. Pasalnya, kerja sama di sektor ini masih di tahap awal.

Selain Madagaskar dan Equatorial Guinea, Luhut melanjutkan, beberapa negara lain juga menunjukkan minatnya untuk bekerja sama di sektor serupa. Namun, dia mengaku akan lebih dahulu melaporkan kepada Presiden Joko Widodo mengenai minat negara-negara asal Afrika tersebut.

“Dalam waktu dekat setelah melaporkan minat dari negara-negara Afrika tersebut kepada Presiden Joko Widodo, saya akan berkunjung ke negara mereka. Selain membahas mengenai kerja sama sektor pendidikan dan kesehatan, saya juga akan membahas potensi kerja sama lain, seperti pertambangan dan infrastruktur,” pungkasnya.

Regulasi Aplikasi Kesehatan Digital Perlu Segera Dibuat

Mobile Apps Concept of Online Treatment and Health care in Modern Flat Style Vector Illustration EPS10

Leader Life Science & Healthcare Deloitte Indonesia Steve Aditya mengatakan bahwa permerintah Indonesia perlu membuat regulasi aplikasi kesehatan online. Ini bertujuan untuk menjamin keamanan data para pengguna dan aturan tentang tata cara pengantaran obat.

Ditambah lagi dalam dua tahun terakhir, jumlah aplikasi yang terintegrasi dengan lembaga kesehatan dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan jumlahnya terus tumbuh. Ini sekaligus membuktikan bahwa layanan kesehatan digital sudah digemari masyarakat.

Diperkirakan jumlah pengguna aplikasi in health di Indonesia mencapai 10% dari total penduduk di Indonesia. Sebagian besar pengguna berdomisili di wilayah Indonesia barat.

Kembali ke perlunya regulasi terkait hal ini, menurut Steve, sebaiknya antara Kementerian Kesehatan dan Kementerian Komunikasi dan Informatika perlu duduk bersama membuat sebuah payung hukum.

Sementara itu, Sekjen Kementerian Kesehatan Oscar Primadi menuturkan bahwa untuk menjamin keamanan dan data pasien dalam menggunakan aplikasi kesehatan online, Kemenkes telah merilis Peraturan Menterin Kesehatan (Permenkes/PMK) Nomor 20 Tahun 2019 yang berlaku 7 Agustus 2019 yang berisi peraturan penyelenggaraan pelayanan kesehatan telemedicine antar fasilitas pelayanan kesehatan.

Untuk diketahui, telemedicine adalah pemberian pelayanan kesehatan jarak jauh oleh profesional kesehatan dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, meliputi pertukaran informasi diagnosis, pengobatan, pencegahan penyakit dan cedera, penelitian dan evaluasi, dan pendidikan berkelanjutan penyedia layanan kesehatan untuk kepentingan peningkatan kesehatan individu dan masyarakat.

“Juga diatur pelayanan telemedicine yang dilaksanakan antara fasilitas pelayanan kesehatan satu dengan fasilitas pelayanan kesehatan yang lain berupa konsultasi untuk menegakkan diagnosis, terapi, dan pencegahan penyakit,” terang Oscar.

Kendati begitu, dirinya tak memungkiri dalam rangka mendekatkan pelayanan kesehatan spesialistik dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan terutama daerah terpencil memang dibutuhkan penggunaan teknologi informasi bidang kesehatan berupa pelayanan konsultasi antar fasilitas pelayanan kesehatan melalui telemedicine.

“Dengan permenkes ini pelayanan telemedicine akan aman, bermutu, anti diskriminasi, dan efektif serta mengutamakan kepentingan dan keselamatan pasien, diperlukan pengaturan secara khusus mengenai pelayanan telemedicine antarfasilitas pelayanan kesehatan,” ucap Oscar.

Dia menambahkan, Kemenkes sendiri telah memiliki empat aplikasi bidang kesehatan yakni Sehat Pedia, Indonesia Health Facility Finder (IHeFF), e-sign, dan e-post Border Alkes PKRT. Ke empat aplikasi ini merupakan wujud inovasi kesehatan dalam perkembangan era digital.

“Ini juga menambah kemudahan akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat Indonesia,” tutup Oscar.

10% Penduduk Indonesia Merupakan Pengguna Aplikasi Kesehatan

Deloitte Indonesia melaporkan, hanya sekitar 10% dari jumlah penduduk di Indonesia yang sudah menggunakan aplikasi digital berbasis kesehatan.

Leader Life Science & Healthcare Deloitte Indonesia Steve Aditya mengatakan studi teknologi kesehatan (eHealth) yang dilakukan oleh Deloitte Indonesia, Bahar Law Firm, dan Chapters Indonesia ini mengupas berbagai sisi, baik tentang teknologi kesehatan yang digunakan oleh para praktisi di rumah sakit, maupun aplikasi teknologi yang bisa diakses langsung oleh masyarakat berikut berbagai layanan yang ditawarkan.

Revolusi digital di bidang kesehatan ini didorong oleh pesatnya teknologi dan inovasi di bidang kesehatan yang makin mengarah pada teknologi kesehatan yang bersifat inklusif dan memungkinkan penggunanya untuk melakukan banyak hal, mulai dari berbagi dan mencari informasi kesehatan, berkonsultasi dengan dokter dan mendapatkan resep, bahkan mengunduh berkas kesehatannya.

Perkembangan teknologi memaksa perubahan yang dramatis di berbagai bidang, termasuk bidang kesehatan. Kemudahan berbagi informasi merupakan inovasi yang menjadi kata kunci revolusi teknologi kesehatan.

Di dunia internasional pengobatan jarak jauh (telemedicine), diagnosis prediktif, sensor melalui tubuh dan serangkaian aplikasi canggih mengubah cara manusia mengelola kesehatannya.

Di Indonesia, perjalanan ke arah kemudahan tersebut semakin terbuka, kini pengobatan jarak jauh semakin dimungkinkan, orang mulai menggunakan perangkat elektroniknya untuk berkonsultasi dengan dokter, berbagi informasi kesehatan antar sesama pasien, memesan dan membeli obat, dan bahkan untuk mengambil data kesehatan pasien.

“Di Indonesia masih sedikit yang menggunakan aplikasi kesehatan, sekitar 10% dari jumlah penduduk di Indonesia. Belum semua wilayah di Indonesia terjangkau dan memiliki kualitas internet yang baik,” ujarnya.

Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet di Indonesia tahun 2017 menyatakan bahwa sebanyak 51% masyarakat yang menggunakan aplikasi kesehatan memanfaatkan untuk mencari informasi kesehatan, dan sebanyak 14,05% menggunakannya untuk berkonsultasi dengan ahli kesehatan.

Dalam survei, para pengguna yang menggunakan aplikasi di bidang kesehatan mengungkapkan bahwa kepraktisan dan kenyamanan dalam menggunakan aplikasi menjadi pertimbangan utama dalam menggunakan aplikasi kesehatan.

Selain itu, faktor lain adalah biaya yang rendah pilihan yang bervariasi yang menjadi pertimbangan penggunaan aplikasi kesehatan.

Sebanyak 61,2% memilih untuk tidak menggunakan aplikasi kesehatan karena kurang percaya (trust).

Hal itu dikarenakan kekawatiran pengguna adalah mengenai keamanan data pribadi, miskomunikasi, akurasi diagnosis, dan perlindungan hukum bagi pengguna.

Fakta ini kian menguatkan kemunculan revolusi pengelolaan kesehatan di kalangan masyarakat.

“Hasil dari studi yang dilakukan oleh Deloitte Indonesia, Bahar Law Firm, dan Chapters Indonesia ini kemudian akan diserahkan kepada pemerintah sebagai masukan bagi kementerian terkait dalam rangka mendorong perbaikan infrastruktur di bidang eHealth dengan tujuan untuk melindungi kepentingan masyarakat dan kemajuan eHealth di masa depan,” tuturnya.

Artikel asli ditulis oleh Yanita Petriella untuk situs Bisnis.com

Hermina Raih Peningkatan Pendapatan Tahun Ini, Segini Jumlahnya

Salah satu Rumah Sakit Hermina. (portalsemarang.com)

PT Medikaloka Hermina yang merupakan pengelola jaringan Rumah Sakit Hermina melaporkan bahwa mereka berhasil maraup pendapatan sebesar Rp1,79 triliun pada semester I/2019. Ini berarti naik 18 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu yang hanya berhasil mencapai Rp 1,51 triliun.

Kontribusi paling besar dihasilkan oleh pasien umum sebesar 57 persen, sedangkan kontribusi dari pasien jaminan kesehatan nasional (JKN) sebesar 43 persen.

“Pendapatan dari pasien umum kami terus tumbuh karena dibandingkan dengan tahun lalu kontribusi pasien umum itu 51 persen dan pasien JKN sebenarnya 49 persen,” ucap Direktur Keuangan dan Pengembangan Strategi Aristo Setiawijaja.

Dari sisi jumlah kunjungan, lanjut Aristo, Hermina lebih banyak kedatangan pasien JKN. Pasalnya, sebanyak 64 persen kunjungan rawat inap dan 53 persen pasien rawat jalan merupakan pasien JKN.

Aristo mengakui ada ketakutan dari investor kalau pasien JKN dapat mengganggu kinerja perseroan akibat tertundanya pembayaran. Namun, dia menyebut pembayaran selalu dibayar tepat waktu.

“Kalaupun adaketerlambatan selalu ada kompensasi tambahan,” ucapnya.

Pun Hermina mengklaim mampu menjaga margin keuntungan dengan menerapkan skala ekonomi, peningkatan eflsiensi operasional, adopsi teknologi, dan menavigasi dinamika dari lingkungan regulasi kesehatan.

Sampai dengan semester I/2019, tingkat hunian tempat tidur (BOR) RS Hermina berada pada level 70,6%. Juga tercatat telah melayani 181.950 kunjungan rawat inap dengan peningkatan 26,7% dari tahun ke tahun dan 2,95 juta kunjungan rawat jatan atau meningkat 15,3% dari tahun ke tahun.

Adapun total hari rawat inap meningkat sebesar 30,9% menjadi 474.700 hari dengan masa hospitalisasi rata-rata selama 2,6 hari.

Rencana Pemprov Sumut Tingkatkan RSU Haji Menjadi Bertaraf Internasional

RSU Haji Medan. Gambar: analisadaily.com

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) berencana mebuat Rumah Sakit Umum (RSU) Haji Medan menjadi Rumah Sakit  bertaraf interasional.

Tak tanggung-tanggung, bahkan pihak Pemprov mengundang konsultan dari Jerman Jhon Khwaja yang merupakakan General Manager German Medical Trading (GMT), perusahaan konsultan pembangunan rumah sakit atau pelayanan kesehatan. Perusahaan ini juga dikenal sebagai penyuplai peralatan rumah sakit.

Direktur RS Haji Khaini menyambut baik upaya pembangunan rumah sakit bertaraf internasional tersebut. Dirinya mengapresiasi dukungan GMT dalam rencana Pemprov Sumut tersebut. Dengan adanya kolsultasi dengan GMT diharapkan pembangunan RSU Haji dapat terlaksanan sesuai harapan.

“Karena ini menyangkut kepentingan masyarakat banyak, jadi untuk itu harus ada diskusi khusus dan matang agar bisa berjalan lancar,” ujar Khainir.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumut Alwi Mujahit Hasibuan berharap pembangunannya dapat segera terealisasi. Keberadaan RS bertaraf internasional ini akan membuat masyarakat tidak perlu lagi berobat hingga ke luar negeri.

“Dengan dibangunnya RSU Haji Medan menjadi bertaraf internasional, kita harapkan masyarakat bisa lebih nyaman dan percaya untuk berobat di sini, sehingga tidak lagi beramai-ramai berobat ke luar negeri,” tegasnya.

Sementara itu, General Manager German Medical Trading Jhon Khwaja mengatakan semua pihak harus memiliki semangat yang tinggi agar rumah sakit taraf internasional terwujud. Jhon menyebut mulai dari pimpinan hingga staf haruslah memiliki hal tersebut.

Pemerintah RI: RAPBN 2020 Untuk JKN Akan Ditingkatkan Jadi 48,8 Triliun

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Sumber gambar : rsudsoediran.com

Demi menjamin kesinambungan layanan kesehatan., pemerintah Republik Indonesia dikabarkan akan meningkatkan anggaran untuk Jaminan Kesehatan Nasional dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2020 dari Rp 26,7 triliun menjadi Rp 48,8 triliun.

Dengan ditingkatkannya jumlah RAPN di sektor kesehatan, pemerintah memastikan iuran BPJS Kesehatan untuk kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI) akan meningkat tahun depan.

“Iuran yang baru diharap mampu membantu defisit dan juga pada saat yang sama meningkatkan kolektabilitas dari masyarakat,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagaimana MedX kutip dari situs Bisnis.com.

Adapun jumlah penerima JKN bakal tetap berada di angka 96,8 juta jiwa, tidak berubah dibandingkan dengan tahun 2019. Seperti diketahui, BPJS masih terus mengalami defisit dan saat ini secara kumulatif telah mencapai Rp28 triliun.

Dengan ini, secara otomatis anggaran kesehatan yang direncanakan oleh pemerintah dalam RAPBN 2020 adalah sebesar Rp132,2 triliun, meningkat dari 2019 yang sebesar Rp123,1 triliun.

Ini Daftar Faskes Yang berhasil Menyabet Penghargaan Dalam BPJS Awards

Klinik Madani, Manado. Salah satu pemenang dalam BPJS Awards. Foto: Tribunnews.com

Dalam rangka menyambut hari kemerdekaan RI yang ke-74, beberapa waktu lalu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menggelar BPJS Awards 2019 yang betujuan mengapresiasi kinerja fasilitas kesehatan mitra BPSJ.

Dari 26.772 fasilitas kesehatan yang ikut serta, terseleksi 52 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), 42 RS dan 13 Apotek terbaik di tingkat wilayah. Selanjutnya dilakukan seleksi kembali sampai di tingkat nasional hingga akhirnya terpilih satu FKTP terbaik dari lima kategori, yaitu kategori Puskesmas, klinik pratama, dokter praktik mandiri, dokter gigi, dan apotek Program Rujuk Balik (PRB) dan satu rumah sakit terbaik.

Fasilitas kesehatan terbaik yang menyabet gelar dalam ajang tersebut diantaranya:

1.Pemenang Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama:

  • Kategori Puskesmas: Puskesmas Banggae I Majene, Sulawesi Barat
  • Kategori Klinik Pratama: Klinik Madani Manado, Sulawesi Utara
  • Kategori Dokter Praktik Mandiri: dr. Ismawati, Barabai, Kalimantan Selatan
  • Kategori Dokter Gigi Praktik Mandiri: drg. Ali Sundiharja, Sukabumi, Jawa Barat
  • Pemenang Apotek Program Rujuk Balik (PRB):
  • Kategori Apotek PRB: Apotek Kimia Farma dr. Sutomo, Samarinda, Kalimantan Timur

2.Pemenang Rumah Sakit:

  • Kategori Rumah Sakit Kelas A: RS Jantung Harapan Kita, Jakarta
  • Kategori Rumah Sakit Kelas B: RS dr. Iskak Tulungagung, Jawa Timur
  • Kategori Rumah Sakit Kelas C: RSU Aisyiyah Ponorogo, Jawa Timur
  • Kategori Rumah Sakit Kelas D: RS Panti Rini, Sleman, Yogyakarta

Penghargaan Khusus kepada Puskesmas Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan: Puskesmas Tegal Arum, Kalimantan Barat.

Lalu pertanyaannya, indikator apa saja yang menjadi penilaian? Ada tiga poin kunci yang turut menjadi penentu. Pertama adalah nilai kemanusiaan. Menurut Ketua Tim Juri Eksekutif Nafsiah Mboi, poin tambahan yang menjadi penilaian ialah kemanusiaan. Misalnya saja pada pelayanan IGD. rawat inap dan pelayanan farmasi/obat yang berfokus pada kepentingan/kebutuhan pasien dan keluarga, seperti perlakuan cepat, profesional dan tanpa diskriminasi.

Selanjutnya adalah networking, yang berarti bagaimana sebuah rumah sakit memiliki jaringan untuk dapat merujuk pasien baik secara horizontal maupun secara vertikal dari satu kelas ke kelas lainnya. Sehingga memudahkan pasien dan keluarga mengakses.

Dan yang yang ketiga adalah kerja sama tim. Menurut Nafsiah, semakin besar rumah sakit, kekompakan antar tim dalam menangani pasien seringkali sangat kurang. Oleh sebab itu, ia mengapresiasi fasilitas kesehatan yang memiliki teamwork yang baik dalam menangani pasien.

Selain tiga poin tersebut, juga ada sejumlah hal penting yang turut dipertimbangkan dalam penilaian, diantaranya adalah kesesuaian rumah sakit dalam memenuhi komitmen PKS, tingkat kepuasan peserta yang mendapat pelayanan, pelayanan kepesertaan, kecepatan respons terhadap keluhan, serta inovasi yang dikembangkan rumah sakit dalam memberikan kemudahan bagi peserta JKN-KIS.