spot_img

Kedepankan Semangat Kolaborasi, Emedis Dukung Munas VII Gakeslab

Pada Munas VII Gakeslab yang digelar hari Kamis (29/08), Emedis berkesempatan berpartisipasi sebagai salah satu pendukung acara tersebut.

Acara yang dilangsungkan di Jakarta itu bertema “Gakeslab Menjawab Tantangan Dunia Usaha Alkes dengan Menjadi Profesional Berintegritas” yang menurut pihak Gakeslab, diambil lantaran memang saat ini Industri alat kesehatan sedang dihadapkan pada urgensi tata kelola alat kesehatan yang perlu dibenahi demi memastikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan sesuai standar.

Dan tentunya ini sejalan dengan komitmen Emedis untuk berperan serta dalam meningkatkan kualitas ekosistem industri alat kesehatan di Indonesia dengan cara menyediakan alkes yang legal, aman, dan berkualitas. Sesuai dengan peraturan UU Kesehatan No. 36/2009.

Emedis percaya, dengan lebih mengedepankan semangat kolaborasi dibandingkan kompetisi maka berbagai tantangan dalam industri kesehatan di Indonesia bisa terpecahkan.

Pada kesempatan tersebut, Emedis juga membuka booth yang memperkenalkan FlexiPay kepada peserta. Yaitu solusi pembiayaan belanja alat kesehatan berbunga rendah bagi fasilitas rumah sakit dan klinik.

Munas VII Gakeslab Bahas Pembenahan Tata Kelola Industri Alkes di Indonesia

Narasumber yang hadir dalam Munas VII Gakeslab. Foto: MedX

Gabungan Perusahaan Alat-Alat Kesehatan dan Laboratorium (Gakeslab) Indonesia, hari ini, Kamis (29/08) menyelenggarakan Musyawarah Nasional (Munas) VII di Jakarta dengan tema “Gakeslab Menjawab Tantangan Dunia Usaha Alkes dengan Menjadi Profesional Berintegritas”.

Tema tersebut diambil karena pihak Gakeslab merasa bahwa industri alat kesehatan (alkes) sedang dihadapkan pada urgensi tata kelola alat kesehatan yang perlu dibenahi demi memastikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan sesuai standar.

Ketua Dewan Penasehat Gakeslab DKI Jakarta dan Banten, Surya Gunawan Widjaja mengatakan masih banyak kelemahan dalam kebijakan dan tata kelola alat kesehatan yang berdampak masif bagi bisnis alat kesehatan.

Adapun beberapa kondisi yang dimaksud contohnya adalah seperti semakin ditekannya anggaran Pusat dan Daerah untuk dana alat kesehatan, penetapan harga di e-katalog yang sangat rendah, keterlambatan pembayaran dari fasilitas kesehatan, ditambah lagi dengan turun tayangnya e-katalog sejak tanggal 1 Agustus ini.

“Semua produk turun tayang di e-katalog sudah sejak tanggal 1 (bulan Agustus – red) kemarin. Biasanya kalau turun tayang, paling seminggu kita upload sudah keluar lagi. Tapi sekarang gak bisa. Ini kan dampaknya kurang bagus. Pasien, masyarakat dan rumah sakit tidak bisa mendapatkan barang yang dibutuhkan, perusahaan alkes tidak dapat order,” jelas Surya.

Padahal menurutnya, berdasarkan peraturan UU Kesehatan No. 36/2009, penyedia alat kesehatan memiliki kewajiban untuk menyediakan alkes yang aman, bermutu, dan berkinerja.

Tak hanya itu, kondisi tersebut juga mendorong persaingan yang tidak sehat di antara penyedia alat kesehatan akibat semakin minimnya margin keuntungan yang diperoleh.

“Penyedia alat kesehatan dibebankan Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang besarannya mencapai 20%-30%, sehingga kami harus memiliki modal setidaknya 120%-130% persen untuk membiayai pesanan dari e-katalog. Ditambah, banyak fasilitas kesehatan yang masih menunggak pembayaran dengan alasan dana BPJS atau Pusat yang belum cair, termasuk pesanan di tahun 2017-2018. Resiko yang harus ditanggung penyedia alat kesehatan sangat tidak manusiawi,” papar Surya.

Menanggapi pembayaran alat kesehatan yang tidak tepat waktu, Koordinator Bidang Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar, SH mengungkapkan BPJS tengah mengalami defisit dana fasilitas kesehatan yang berakibat terganggunya pembiayaan alat kesehatan.

Untuk itu dirinya mendorong pihak Gakeslab untuk meningkatkan kualitas posisi tawarnya di mata pemerintah. Sehingga pembayaran untuk perusahaan alkes jangan sampai termarjinalkan.

Namun Timboel menyebutkan bahwa Suppy Chain Financing dapat menjadi solusi. Dimana fasilitas kesehatan diberikan akses pembiayaan dari bank ataupun institusi finansial lainnya untuk belanja alat kesehatan dengan suku bunga yang lebih rendah dari pasar mengingat ini adalah industri kesehatan.

“Dengan mekanisme ini, penyedia alat kesehatan akan dimudahkan dimana arus kasnya tidak lagi terganggu dengan kemungkinan keterlambatan pembayaran dari fasilitas kesehatan,” jelas timbul.

Sementara itu, menanggapi persaingan yang tidak sehat di antara penyedia alat kesehatan, Timboel menambahkan pentingnya peran Gakeslab dalam menegakkan kode etik mengingat industrinya yang berkaitan erat dengan sisi kemanusiaan.

“Penyaluran alat kesehatan yang aman dan berkualitas harus terus menjadi prioritas penyedia alat kesehatan. Jangan sampai terpancing melakukan praktik yang tidak beretika karena hanya akan menimbulkan masalah hukum apabila alat kesehatan yang disalurkan tidak memenuhi kriteria. Kuncinya adalah meningkatkan daya tawar dengan praktik yang beretika, bukan justru mengesampingkan kualitas alat kesehatan untuk mengkompensasi harga murah. Gakeslab sebagai asosiasi juga harus berbenah diri secara internal demi membangun praktik bisnis yang sehat dan memberikan pelayanan kesehatan yang bermanfaat”, tegas Timboel.

Sementara itu, Ketua Umum Gakeslab Indonesia Drs. H. Sugihadi, HW, MM mengatakan sejumlah upaya telah dilakukan Gakeslab dalam membina anggotanya agar tetap Profesional dan Berintegritas menghadapi beragam tantangan yang ada.

“Kami rutin mengadakan pelatihan Cara Distribusi Alat Kesehatan Yang Baik (CDAKB), berkoordinasi dengan divisi pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi, serta senantiasa patuh terhadap standar kode etik industri yang berlaku yakni APACMed,” tutup Sugihadi.

Ini Kata Menkes Terkait Penemuan Alternatif Obat Kanker dan Glukometer

Menkes Nila F. Moeloek dan siswa dari British School Jakarta dan SMAN 2 Palangkaraya di Gedung Kemenkes, Jakarta Pusat pada Senin (26/8 - 2019). Gambar: Bisnis.com

Empat siswa dan siswi penemu pengobatan penyakit kanker dan glukometer beberapa waktu lalu disambut oleh Kementrian Kesehatan RI. Bahkan Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek yang menyambut kehadiran mereka di Gedung Kemenkes, Jakarta Pusat.

Keempat siswa dan siswi tersebut adalah Calestine Wendary dari British School Jakarta yang menemukan alat glukometer bagi penderita diabetes melitus dan Aysa Aurealya Maharani, Anggina Ravitri dan Rafli Yazid Akbar dari SMAN 2 Palangkaraya, yang menemukan khasiat kayu bajakah sebagai opsi penyembuhan penyakit kanker.

“Calestine sederhana pemikirannya, kalau kalian punya penyakit diabetes melitus, mau nggak kalian ditusuk empat lima kali? Adik ini memperhatikan cara bagaimana suhu tubuh berhubungan dengan ilmu fisika. Uji cobanya bisa diukur secara fisika tentang gula darah di tubuh kita,” jelas Menkes.

Calestine sendiri adalah gadis berusia 16 tahun yang memulai penelitiannya karena kegusaran akibat banyaknya anggota keluarga dari teman-temannya yang mengidap penyakit diabetes. Ditambah lagi, ia sendiri juga gemar mengonsumsi minuman bergula seperti Boba.

“Adik Yazid ini memperhatikan neneknya sakit kanker dan perlahan bisa sembuh dengan minum akar bajakah ini. Sehingga mulai dipikirkan oleh teman-temannya, dan dibantu oleh guru dan pembimbingnya untuk difasilitasi,” papar Menkes.

Menkes juga menyebut pihaknya melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan akan terus melakukan uji coba untuk menguji ketepatan alat ukur glukometer dan efektifitas bajakah dalam mengobati penyakit kanker.

“Sebelum dikomersialisasikan, hal ini nanti akan didorong oleh Litbangkes untuk terus diteliti agar bisa bermanfaat bagi masyarakat kita,” pungkasnya.

Unik, Pengantin Ini Berikan Souvenir P3K Untuk Tamu Yang Hadir

Sudah hal lumrah bahwa di setiap pesta atau resepsi pernikahan tamu yang hadir akan mendapat souvenir. Tak jarang beberapa pasangan memberikan barang yang unik.

Contohnya pasangan Stevan dan Putri ini. Keduanya memberi souvernir berupa alat-alat P3K untuk tamu undangan pada pesta pernikahan mereka. Pemilik akun Twitter @indiratendi yang membagikan info ini bercerita bahwa pasangan yang juga merupakan sahabatnya tersebut memang memiliki profesi di bidang keseharan dan keselamatan kerja (K3), serta keperwatan.

“Temenku hari ini nikah. Dia anak K3, istrinya anak keperawatan. Souvenir nikahan mereka P3K sama panduan menghadapi gempa bumi. Unik dan bermanfaat banget. Gemes,” cuitnya.

Beberapa peralatan yang diberikan bagi tamu undangan menurut foto yang disebarkannya yaitu berupa cairan anti bakteri, perban, alkohol, cutton buds, pembalut luka hingga tas P3K mini.

Tak hanya itu, pada kartu ucapan, pasangan itu juga menuliskan panduan evakuasi saat menghadapi gempa. Panduan ini terbilang detail. Pasalnya dijelaskan cara evakuasi berdasarkan lokasi baik di dalam dan di luar rumah, saat di sekolah, ketika di lift , kereta api hingga di dalam mobil.

Adapula panduan bagaimana seseorang merawat luka terbuka berikut dengan tahap demi tahap turut disampaikan. Tidak lupa dia juga memberikan peringatan terhadap penggunaan obat merah dan alkohol swab.

“Terima kasih telah di pernikahan kami. Semoga Anda senantiasa sehat dan selama,” tulis kartu ucapan pasangan itu. Hingga kini cuitannya udah diretweets oleh setidaknya 6.621 akun dan disukai oleh 8.823 pengguna media sosial tersebut.

Kemenkes Dorong Pusat Riset Untuk Lahirkan Inovasi Alat Kesehatan

Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek. Sumber gambar : okezone.com

Menteri Kesehatan (Men­kes), Nila F Moeloek, mengatakan bahwa pusat-pusat riset klinis terutama yang berbasis rumah sakit dituntut untuk selalu melakukan riset. Hal ini diperlukan agar di bidang ke­sehatan muncul terobosan dan inovasi dalam meningkatkan pelayanan dan fasilitas kesehatan.

Dirinya melanjutkan, perlu juga ada keterlibatan dari berbagai pihak agar hasil riset tersebut dapat termanfaatkan secara maksimal.

“Kementerian Kesehatan ingin menyinergikan riset-riset di bidang kesehatan karena kami melihat banyak rumah sakit yang memerlukan pela­yanan yang bermutu. Sudah tentu rumah sakit juga me­merlukan fasilitas kedokteran,” ujar Menkes, dikutip dari situs Koran Jakarta.

Salah satu aspek, ungkap Nila, yang harus dicapai dalam kegiatan riset di bidang kesehatan yaitu melahirkan produk-produk alat kesehatan. Pemerintah (Kemenkes) akan memberikan bantuan kepada pihak-pihak yang melakukan riset untuk mewujudkannya.

“Kami menginginkan lagi, tentu ada inovasi yang baru dalam membuat alat-alat ke­sehatan. Khususnya membuat inovasi yang sederhana. Ada banyak penemuan oleh dokter atau tenaga kedokteran, tapi tetap harus kita uji terlebih da­hulu,” tambahnya.

Sampai saat ini bahkan berdasarkan hasil riset yang dilakukan Kemenkes dari 34 provinsi, telah berha­sil mengidentifikasi 2.848 spesies tanaman obat dan 32.014 ramuan tradisional yang berpotensi menjadi fitofarmaka atau obat untuk mengendalikan penyakit.

Sementara itu, Ketua Badan Penelitian dan Pengembangan Bidang Kesehatan Kemenkes, Siswanto mengatakan bahwa kementrian akan berperan sebagai konduktor dalam kegiatan riset. Serta akan terus mendorong kerja sama dengan rumah sakit un­tuk meningkatkan daya saing agar mendapatkan pendanaan riset dari berbagai sumber.

Perangkat Pintar Amazon Ini Bisa Menjadi Konsultan Kesehatan Penggunanya

Dinas Kesehatan pemerintah Inggris akan berkolaborasi dengan Amazon untuk mengintegrasikan informasi dalam situs NHS, program layanan kesehatan milik mereka ke dalam Alexa, perangkat pintar besutan perusahaan teknologi yang digawangi Jeff Bezos tersebut.

Nantinya, pengguna Alexa bisa mengajukan pertanyaan-pertanyaan terkait kesehatan serta solusinya, dan berbekal teknologi kecerdasan buatan, perangkat tersebut akan menjawab. Misalnya, “Alexa, bagaimana saya mengobati migrain?” dan “Alexa, apa saja gejala cacar air?”

NHS mengatakan kolaborasi ini akan bermanfaat khususnya bagi para lansia, tuna netra, atau siapapun yaang kondisinya tidak bisa dengan mudah mengakses internet. Selain itu, kolaborasi ini bisa meringankan kerja para dokter di NHS dari menajawab pertanyaan dasar yang berulang-ulang.

Terkait keamanan dan kerahasiaan data pengguna, pihak Amazon mengaku tidak akan membagikan informasi apa pun dari program NHS ini kepada pihak manapun.

“Kepercayaan pelanggan adalah yang paling penting, dan Amazon sangat memperhatikan privasi,” kata juru bicara Amazon seperti dilansir oleh situs CNET.

Pemerintah Berikan Percepatan Restitusi Kepada DIstributor Alkes dan Pedagang Farmasi

White medicine capsules.

Kabar baik untuk pelaku di Industri kesehatan. Permerintah Indonesia resmi memasukkan pedagang besar farmasi dan distributor alat kesehatan dalam daftar Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah. Ini berarti kepada mereka diberikan Pengembalian Pendahuluan (restitusi dipercepat) atas kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai pada setiap Masa Pajak.

Keputusan tersebut dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 117/PMK.03/2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak.

Peraturan yang mulai berlaku pada 19 Agustus 2019 ini memang diketahui sebagai salah satu wujud pemerintah dalam mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Pedagang besar farmasi dan distributor alat kesehatan sering bertransaksi dengan rumah sakit negeri (sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai) yang merupakan mitra Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Dengan restitusi Pajak Pertambahan Nilai yang dipercepat, maka diharapkan pedagang besar farmasi dan distributor alat kesehatan akan terbantu likuiditasnya dan pada akhirnya skema ini mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Mahasiswa Indonesia Temukan Obat Kanker Serviks Dari Duri Ikan Lion Fish

Setelah ramai penemuan bajakah untuk kanker payudara oleh siswa di Kalimantan, kini mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Indonesia juga menemukan obat antikanker lainnya. Ketika mahasiswa tersebut adalah Mustika Sari, Sarah Salsabila, dan She Liza Noer.

Uniknya, obat antikanker serviks yang berasal dari racun duri ikan lionfish. “Kami menggali literatur terkait penggunaan lionfish sebagai alternatif obat dari bahan alam. Melalui uji laboratorium, hasil menunjukkan bahwa racun lionfish berhasil membunuh sel kanker,” ungkap Mustika Sari, dikutip dari Antara.

Keefektifan racun duri ikan Lionfish untuk obat kanker adalah karena mengandung peptida yang memiliki aktivitas antiproliferatif terhadap sel kanker dengan mekanisme induksi apoptosis, yaitu proses penghambatan proliferasi sel kanker secara selektif.

Untuk mendapatkan protein yang memiliki sifat apoptosis terhadap sel kanker serviks, tiga mahasiswa tersebut mengekstraksi racun duri Lionfish yang kemudian dimurnikan dengan presipitasi ammonium sulfat dengan proses pemanasan. Ekstrak racun dari duri Lionfish yang telah diperoleh itu kemudian diujikan secara in vitro terhadap sel kanker.

“Hasil yang diperoleh dari pengujian in vitro terlihat adanya efek inhibisi terhadap sel kanker serviks. Efek inhibisi ini menunjukkan pengujian berhasil membunuh sel kanker yang ada,” sebutnya.

Penggunaan lionfish sebagai obat antikanker ini, lanjut Mustika, juga dimaksudkan untuk membantu menekan jumlah populasi lionfish atau si ikan singa di perairan. Penggunaan Lionfish merupakan upaya untuk ikut serta menjaga ekosistem laut, karena ikan tersebut salah satu ikan yang merugikan nelayan.

Untuk diketahui, penelitian ini didanai oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi dan tengah dalam tahap presentasi di ajang Pekan Ilmiah Mahasiwa Nasional yang akan diselenggarakan akhir Agustus 2019 di Bali.

Pemkot Bandung Jadikan Layad Rawat Sebagai Program Kesehatan Unggulan

Gambar: Ayobandung.com

Program kesehatan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung, Layad Rawat tercatat telah diakses oleh 2.242 orang melalui pusat panggilan 119 sejak pertama kali diluncurkan dua tahun lalu.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung Rita Verita Suhardijanto mengungkapkan bahwa jumlah pengakses untuk pelayanan rutin terbilang cukup tinggi menandakan bahwa kepercayaan warga (Bandung) terhadap layanan ini semakin baik.

“Kalau orang yang sudah tahu, dan sudah pernah dilayani, biasanya setelah itu memanggil secara rutin,” ungkapnya seperti dilansir oleh situs ayobandung.com.

Layad Rawat sendiri terbagi menjadi dua jenis layanan, yaitu kunjungan terencana dan tidak terencana. Kunjungan terencana dilakukan oleh petugas puskesmas berdasarkan data pasien yang ada. Sedangkan kunjungan tidak terencana pelaksanaanya berdasarkan permintaan warga.

Untuk kunjungan tidak terencana, jika kondisi pasien masih bisa ditangani oleh petugas puskesmas, maka petugas ini yang datang untuk menolong. Jarak dan tingkat kegawatdaruratan juga menjadi pertimbangan penanganan kasus.

“Misalnya pasien perlu pertolongan pemeriksaan kesehatan yang sakit dekubitus, kencing manis, biasanya memanggil Layad Rawat. Kebanyakan yang sakit pasca stroke, baru pulang dari RS dan perlu cek kondisi kesehatan,” ungkap Rita.

Tak hanya itu, Layad Rawat juga menerima warga yang terdaftar sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

“Dan rata-rata warga Bandung hampir semuanya punya JKN,” tutup Rita.

Pemprov Jabar Coret 700.000 Peserta PBI BPJS Kesehatan

Kepala Dinas Sosial Jawa Barat Dodo Suhendar memastikan bahwa Pemerintah Provinsi telah menghapus setidaknya 700.000 peserta BPJS Kesehatan penerima bantuan iuran (PBI) dihapus dari daftar kepesertaan. Pasalnya, mereka dinilai sudah tidak tepat lagi masuk klasifikasi warga prasejahtera yang membutuhkan bantuan sosial

“700 ribu lebih warga Jabar dikeluarkan karena itu tidak ada dalam BDT (basis data terpadu) masyarakat miskin,” jelas Dodo sebagaimana MedX kutip dari situs bisnis.com.

Di luar itu penonaktifan ini juga karena kemungkinan peserta sudah tidak membutuhkan PBI, kemudian salah sasaran atau peserta sudah meninggal dunia. Dodo mencatat, ribuan peserta BPJS Kesehatan subsidi yang dinonaktifkan didominasi warga Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Subang, Kabupaten Garut, dan Kabupaten Cirebon.

Menindaklanjuti hal tersebut saat ini Dinsos di kabupaten dan kota tengah memverifikasi data penerima pengganti peserta BPJS PBI yang dinonaktifkan dari BDT masyarakat miskin. Ia menargetkan proses verifikasi selesai dalam waktu sebulan.

“Sebulan ini seharusnya selesai. Karena dibagi ke masing-masing kabupaten kota. Tinggal teknis dinsos dengan BPJS. Tapi kalau ternyata nanti datanya ada di BPJS harus dimasukan lagi,” lanjutnya.

Sebelumnya, BPJS Kesehatan menonaktifkan sebanyak 5.227.852 jiwa dari peserta penerima bantuan iuran (PBI). Kebijakan yang berlaku sejak 1 Agustus 2019 itu merupakan tindak lanjut dari terbitnya Surat Keputusan Menteri Sosial Nomor 79 Tahun 2019.

Penonaktifan dilakukan karena peserta PBI tersebut tidak terdaftar dalam Basis Data Terpadu (BDT) Kementerian Sosial. Posisi mereka secara bersamaan akan diisi peserta pengganti yang tercatat dalam BDT.