spot_img

Pemerintah Rencanakan Penyesuaian Iuran BPJS Kesehatan Mulai 2026

persalinan anak ke-3
Foto: BPJS.

Pemerintah berencana menyesuaikan atau menaikkan iuran BPJS Kesehatan mulai tahun 2026. Kebijakan ini sudah tercantum dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 yang diajukan Presiden Prabowo Subianto bersama jajaran pemerintah dalam sidang tahunan MPR/DPR RI.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, penyesuaian tarif iuran BPJS Kesehatan bertujuan untuk menjaga keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Salah satunya, pemerintah ingin menambah jumlah peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) agar masyarakat kurang mampu tetap mendapatkan perlindungan kesehatan.

“Sustainability dari jaminan kesehatan nasional akan sangat tergantung pada berapa manfaat yang diberikan untuk kepesertaan. Kalau manfaatnya makin banyak, biayanya semakin besar,” ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, dikutip Minggu (24/8/2025).

Subsidi Pemerintah untuk Peserta Mandiri

Menurut Sri Mulyani, kenaikan iuran tidak serta-merta akan membebani seluruh peserta. Pemerintah tetap memberikan subsidi terutama bagi kelompok peserta mandiri atau Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU).

Ia mencontohkan, jika iuran BPJS Kesehatan mandiri seharusnya berada di angka Rp42.000 per bulan, maka pemerintah hanya menetapkan Rp35.000. Selisih Rp7.000 tersebut ditanggung negara. “Waktu keputusan menaikkan tarif BPJS memutuskan PBI dinaikkan, artinya dari APBN. Tapi kalau yang mandiri tidak dinaikkan maka pemerintah memberikan subsidi sebagian,” jelasnya.

Anggaran Kesehatan 2026 Naik

Dalam RAPBN 2026, pemerintah mengalokasikan anggaran kesehatan sebesar Rp244 triliun. Angka ini naik 15,8 persen dibanding outlook 2025 yang sebesar Rp210,6 triliun. Dari jumlah tersebut, sekitar Rp123,2 triliun disiapkan untuk layanan kesehatan masyarakat.

Porsi terbesar anggaran difokuskan pada subsidi iuran Jaminan Kesehatan Nasional. Tercatat, 96,8 juta penerima bantuan iuran (PBI) dan 49,6 juta peserta PBPU masuk dalam skema ini. Total dana yang dialokasikan untuk subsidi iuran JKN pada tahun depan mencapai Rp69 triliun.

Sri Mulyani menambahkan, detail skema penyesuaian iuran BPJS Kesehatan masih akan dibahas lebih lanjut bersama Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan. “Kami akan prosesnya membahas dengan Menteri Kesehatan dan BPJS Kesehatan karena itu lembaga yang memandatkan untuk membahas,” katanya.

Menkes: Iuran Tidak Naik Sejak 2020

Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa penyesuaian iuran BPJS Kesehatan saat ini penting dilakukan. Pasalnya, sejak 2020 iuran BPJS tidak mengalami kenaikan, sementara biaya kesehatan terus meningkat.

Budi memberikan perumpamaan, jika inflasi 5 persen terjadi setiap tahun namun gaji tidak naik selama lima tahun, tentu kondisi itu dianggap tidak wajar. “Sama saja seperti kita punya karyawan atau sopir, gajinya tidak naik selama 5 tahun, padahal inflasi 15 persen. Itu kan tidak mungkin,” ujarnya di DPR, Februari lalu.

Menurutnya, beban pembiayaan kesehatan masyarakat di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2018, belanja kesehatan nasional tercatat Rp421,8 triliun dan naik menjadi Rp448,1 triliun atau meningkat 6,2 persen. Angka ini terus melonjak hingga 2023, ketika belanja kesehatan mencapai Rp614,5 triliun atau naik 8,2 persen dibanding 2022.

Belanja Kesehatan Lebih Tinggi dari Pertumbuhan Ekonomi

Budi menekankan, kenaikan belanja kesehatan yang lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi nasional tidak bisa dianggap sehat secara fiskal. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dalam 10 tahun terakhir rata-rata sekitar 5 persen per tahun. Namun, belanja kesehatan tumbuh di atas angka tersebut.

“Kita harus hati-hati, Bapak Ibu. Pertumbuhan belanja kesehatan nasional selalu lebih tinggi dari pertumbuhan GDP. Kalau kondisi ini terus berlanjut, maka keberlanjutan sistem kesehatan tidak akan terjaga,” ungkap Budi.

Fokus Pemerintah pada Layanan Kesehatan

Selain rencana penyesuaian iuran BPJS, pemerintah juga menegaskan bahwa anggaran kesehatan 2026 difokuskan untuk memperkuat infrastruktur dan layanan dasar kesehatan. Program yang menjadi prioritas antara lain revitalisasi rumah sakit, percepatan penurunan stunting, pengendalian penyakit menular, hingga peningkatan layanan gizi masyarakat.

Dengan langkah ini, pemerintah berharap keberlanjutan Jaminan Kesehatan Nasional tetap terjaga sekaligus memberikan perlindungan lebih luas bagi masyarakat. Penyesuaian iuran BPJS Kesehatan disebut menjadi salah satu instrumen penting untuk mencapai tujuan tersebut.

Rencana Pemanfaatan Anggaran Kesehatan 2026: Fokus JKN, Gizi, dan Revitalisasi RS

Presiden Prabowo Subianto menyampaikan arah kebijakan fiskal dan prioritas pembangunan pemerintahannya melalui Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 serta Nota Keuangan dalam sidang tahunan MPR/DPR RI. Salah satu fokus utama yang dipaparkan adalah peningkatan anggaran kesehatan 2026.

Dalam Nota Keuangan, pemerintah menetapkan anggaran kesehatan sebesar Rp244 triliun atau naik 15,8 persen dari outlook 2025 senilai Rp210,6 triliun. Peningkatan ini menegaskan komitmen pemerintah memperluas akses dan meningkatkan kualitas layanan kesehatan masyarakat di seluruh Indonesia.

“Anggaran kesehatan kita diutamakan untuk meringankan beban masyarakat, merevitalisasi rumah sakit, mempercepat penurunan stunting, bantuan gizi, mengendalikan penyakit menular, menurunkan TBC, serta melaksanakan cek kesehatan gratis. Dengan demikian, kita bisa mencegah penyakit menjadi lebih berat sekaligus menghemat uang negara,” ujar Prabowo dalam pidatonya di Gedung DPR/MPR RI, Jumat (15/8/2025).

Prioritas Layanan Kesehatan

Dari total alokasi Rp244 triliun, pemerintah menyiapkan Rp123,2 triliun khusus untuk layanan kesehatan masyarakat. Porsi terbesar dialokasikan kepada subsidi iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan total anggaran Rp69 triliun. Dana ini ditujukan untuk 96,8 juta penerima bantuan iuran (PBI) serta 49,6 juta peserta bukan penerima upah (PBPU) kelas 3.

Selain JKN, pemerintah juga memperkuat program gizi masyarakat. Program makanan bergizi gratis bagi ibu hamil, ibu menyusui, dan balita disiapkan dengan anggaran Rp24,7 triliun, ditargetkan menjangkau 7,4 juta penerima manfaat. Sementara itu, Rp13,3 triliun dialokasikan untuk jaminan kesehatan aparatur sipil negara (ASN), TNI, dan Polri.

Langkah preventif juga menjadi fokus. Pemerintah menganggarkan Rp8,7 triliun untuk program vaksinasi dan pengadaan obat, serta Rp2 triliun untuk skrining tuberkulosis yang menyasar 6,2 juta jiwa. Selain itu, Rp2,6 triliun dialokasikan guna mendukung program cek kesehatan gratis bagi 130,3 juta peserta. Pemerintah juga menyiapkan Rp2,9 triliun melalui dana desa untuk penanganan stunting dan program 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) yang akan menjangkau 93,8 ribu keluarga dengan balita.

Peningkatan Infrastruktur Kesehatan

Selain aspek layanan, anggaran kesehatan 2026 juga diarahkan untuk memperkuat infrastruktur. Sebesar Rp72,1 triliun disiapkan untuk program pembangunan dan revitalisasi fasilitas kesehatan. Dari jumlah tersebut, Rp2,7 triliun digunakan untuk revitalisasi rumah sakit daerah, sedangkan Rp16,3 triliun dialokasikan untuk mendukung operasional 10.224 puskesmas serta 6.435 balai keluarga berencana melalui skema Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dan Bantuan Operasional Keluarga Berencana (BOKB).

Pemerintah juga menyalurkan Rp41,7 triliun melalui Dana Alokasi Umum (DAU) kesehatan untuk memperkuat layanan dasar di daerah. Di sektor pengawasan, Rp300 miliar digelontorkan untuk pemeriksaan sampel obat, makanan, kosmetik, dan suplemen kesehatan. Untuk mendukung sumber daya manusia kesehatan, Rp200 miliar disediakan bagi program pendidikan dokter spesialis.

Tidak hanya itu, Rp10,9 triliun juga dialokasikan untuk mendukung operasional rumah sakit di bawah Kementerian Pertahanan, Polri, serta pembangunan Rumah Sakit Kejaksaan.

Penguatan Sistem Kesehatan Nasional

Dalam pidatonya, Presiden Prabowo menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen membangun sistem kesehatan yang lebih adil, merata, dan berkualitas. Hingga pertengahan 2025, program Cek Kesehatan Gratis telah dimanfaatkan lebih dari 18 juta warga, sementara 66 rumah sakit di 66 kabupaten tengah ditingkatkan kelasnya.

Pemerintah juga mengembangkan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sanur sebagai pusat layanan medis bertaraf internasional. Fasilitas ini diharapkan mengurangi jumlah masyarakat Indonesia yang berobat ke luar negeri, sekaligus meningkatkan daya saing sektor kesehatan nasional.

Rencana Pemanfaatan Anggaran

Secara keseluruhan, anggaran kesehatan 2026 diarahkan untuk tiga pilar utama:

  1. Layanan kesehatan masyarakat melalui JKN, program gizi, pencegahan penyakit menular, serta cek kesehatan gratis.

  2. Peningkatan infrastruktur kesehatan melalui revitalisasi rumah sakit, penguatan puskesmas dan balai KB, serta dukungan operasional rumah sakit milik kementerian/lembaga.

  3. Penguatan sistem kesehatan nasional dengan pembangunan fasilitas bertaraf internasional, pendidikan tenaga medis, dan pengawasan obat serta makanan.

Dengan komposisi tersebut, pemerintah berharap anggaran kesehatan tidak hanya meningkatkan kualitas layanan, tetapi juga menekan beban biaya pengobatan di masa depan melalui penguatan upaya promotif dan preventif.

Kemenkes Uji Coba Instrumen JER Promosi Kesehatan di Depok

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) mulai menguji coba instrumen Joint External Review (JER) untuk promosi kesehatan di tingkat daerah. Kota Depok, Jawa Barat, dipilih sebagai lokasi pertama dalam rangkaian uji coba tersebut.

Program ini bertujuan menilai efektivitas integrasi kebijakan promosi kesehatan sekaligus menyempurnakan instrumen evaluasi yang akan digunakan secara nasional. Uji coba ini juga sejalan dengan arah kebijakan pemerintah dalam memperkuat layanan kesehatan preventif, sebagaimana tercermin dalam anggaran kesehatan 2026 yang menekankan pada penguatan fasilitas primer dan upaya pencegahan.

Apresiasi dari Kota Depok

Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kota Depok, Zakiah, menyampaikan apresiasi atas penunjukan wilayahnya sebagai lokasi perdana.

“Kami sangat senang dan bangga. Terima kasih kepada Kemenkes karena Depok menjadi wilayah pertama yang dikunjungi. Ini bentuk kepercayaan sekaligus motivasi bagi kami untuk terus memperkuat promosi kesehatan di tingkat daerah,” kata Zakiah dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) uji coba instrumen JER Promosi Kesehatan di Aula Dinas Kesehatan Kota Depok, Gedung Baleka II, Jumat (22/8/2025).

Menurut Zakiah, kegiatan ini memberikan kesempatan bagi Depok untuk menunjukkan capaian di bidang promosi kesehatan, sekaligus mengidentifikasi kekurangan yang masih perlu diperbaiki.

Tahapan Uji Coba

Rangkaian kegiatan uji coba instrumen JER di Depok meliputi FGD dan in-depth interview. Pembahasan difokuskan pada integrasi kebijakan promosi kesehatan di tingkat lokal, mulai dari pemahaman aparatur, literasi kesehatan masyarakat, hingga efektivitas implementasi program di lapangan.

Zakiah menambahkan, hasil uji coba ini diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi kebijakan yang memperkuat upaya pencegahan penyakit serta meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menjalani pola hidup sehat.

Langkah Awal Penyusunan Pedoman Nasional

Pejabat Fungsional Penyuluh Kesehatan Ahli Madya Kemenkes RI, Sakri Sabatmaja, menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan langkah awal penyusunan pedoman nasional evaluasi promosi kesehatan. Hingga kini, belum tersedia instrumen baku yang dapat dipakai secara seragam di seluruh daerah.

“Kami menyusun sistem dan instrumen yang saat ini sedang diuji coba di Depok. Kami ingin mengetahui sejauh mana informasi kesehatan dapat menjangkau masyarakat, serta apakah mereka mampu mengubah perilaku secara mandiri tanpa ketergantungan pada intervensi pemerintah,” jelas Sakri.

Sebelumnya, tim Kemenkes telah melakukan observasi di sejumlah Posyandu di Kota Depok serta berdiskusi dengan kader, tenaga puskesmas, tokoh masyarakat, hingga organisasi lokal. Tujuannya adalah mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai kondisi promosi kesehatan di lapangan.

Menurut Sakri, pelayanan kesehatan di Depok secara umum cukup baik, tetapi literasi kesehatan masyarakat dan perubahan perilaku masih memerlukan peningkatan.

Akan Diterapkan Nasional

Setelah Depok, uji coba JER akan diperluas ke beberapa wilayah lain di Jawa Barat, termasuk Kota Bogor dan Kota Sukabumi. Secara nasional, program ini direncanakan berlangsung di 50 provinsi dengan masing-masing 10 kabupaten/kota sebagai lokasi uji coba.

“Data dari Depok akan sangat membantu kami menyempurnakan instrumen sebelum diterapkan di kota-kota lain. Targetnya adalah menyusun rencana aksi nasional promosi kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi daerah,” ujar Sakri.

Ia menekankan bahwa keberhasilan promosi kesehatan di daerah akan sangat bergantung pada kolaborasi pemerintah daerah, tenaga kesehatan, dan masyarakat.

Keterkaitan dengan Anggaran Kesehatan 2026

Pelaksanaan uji coba instrumen JER ini tidak terlepas dari kebijakan nasional yang tengah menempatkan promosi kesehatan sebagai prioritas. Dalam RAPBN, pemerintah menetapkan anggaran kesehatan 2026 sebesar Rp 244 triliun, naik sekitar 8 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Dari jumlah tersebut, Kementerian Kesehatan mendapat alokasi langsung Rp 114 triliun. Sebagian besar dana digunakan untuk program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), layanan rumah sakit, serta penguatan layanan primer di puskesmas dan posyandu.

Instrumen JER dipandang sebagai upaya untuk memastikan agar anggaran yang digelontorkan benar-benar efektif dalam meningkatkan kesadaran masyarakat, memperkuat upaya pencegahan, dan mengurangi ketergantungan pada layanan kuratif. Dengan demikian, kegiatan uji coba di Depok dan daerah lain diharapkan mampu menghasilkan rekomendasi strategis untuk pemanfaatan anggaran kesehatan secara lebih optimal.

Mitra Keluarga Kelapa Gading Resmikan Teknologi Bedah Robotik ROSA® di Indonesia

Mitra Keluarga Kelapa Gading mencatat tonggak baru dalam dunia kesehatan nasional dengan meresmikan Grand Launching ROSA® (Robotic Orthopedic Surgical Assistant), teknologi robotik untuk bedah lutut dan panggul tercanggih dari Amerika Serikat. Teknologi ini sebelumnya telah digunakan di sejumlah pusat medis terkemuka dunia, dan kini hadir untuk pertama kalinya di Indonesia.

ROSA® by Zimmer Biomet memberikan tingkat akurasi tinggi dalam perencanaan dan pelaksanaan operasi ortopedi. Teknologi ini memungkinkan setiap tindakan disesuaikan dengan anatomi unik masing-masing pasien, sehingga hasil operasi diharapkan lebih optimal, presisi, dan minim risiko.

Dukungan Pemerintah untuk Kemandirian Teknologi Medis

Wakil Menteri Kesehatan RI, Dante Saksono Harbuwono, menegaskan bahwa kehadiran ROSA® menjadi bukti bahwa Indonesia mampu membawa teknologi medis mutakhir ke dalam negeri.

“Kemerdekaan di bidang kesehatan berarti kemandirian dalam menyediakan layanan berkualitas tinggi di tanah air. Tidak ada alasan lagi bagi pasien untuk mencari perawatan ortopedi ke luar negeri. Tenaga medis, fasilitas, dan teknologi kita sudah siap bersaing,” kata Dante dalam keterangannya, Minggu (17/8).

Simbol Kemandirian Teknologi Kesehatan

Dokter Spesialis Ortopedi Konsultan Panggul dan Lutut Mitra Keluarga Kelapa Gading, Andito Wibisono, menyebut peluncuran ROSA® sebagai simbol kemandirian bangsa dalam teknologi kesehatan.

“Kalau dulu pasien harus ke luar negeri untuk mendapatkan layanan ortopedi berteknologi tinggi, kini cukup datang ke Mitra Keluarga Kelapa Gading. Indonesia bisa setara, bahkan siap bersaing dengan fasilitas medis kelas dunia,” ujarnya.

Dengan hadirnya teknologi ini, diharapkan semakin banyak pasien yang dapat mengakses layanan bedah ortopedi modern tanpa harus menanggung biaya besar perjalanan ke luar negeri.

Langkah Besar bagi Mitra Keluarga

CFO Mitra Keluarga Group, Arina Yuli Roswiyati, menyebut ROSA® by Zimmer Biomet sebagai langkah besar, baik untuk Mitra Keluarga maupun bagi Indonesia.

“Kami membawa teknologi bedah ortopedi tercanggih dari Amerika langsung ke Jakarta, bukan sekadar mengejar standar internasional, tetapi juga menciptakan standar baru di dalam negeri. Visi kami jelas: layanan kesehatan berkualitas tinggi harus bisa diakses semua orang tanpa harus keluar negeri,” kata Arina.

Layanan Pendukung untuk Pasien

Menyadari tantangan pasien yang datang dari luar kota, Mitra Keluarga Kelapa Gading juga menghadirkan layanan tambahan berupa armada antar-jemput. Program ini merupakan hasil kerja sama dengan Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN).

“Armada antar-jemput ini dirancang agar pasien merasa aman, nyaman, dan tenang sejak berangkat hingga kembali pulang. Kami ingin pasien dan keluarga bisa fokus pada proses penyembuhan, tanpa terbebani urusan transportasi,” jelas Arina.

Ia menambahkan, bagi Mitra Keluarga, pasien diperlakukan bukan sekadar sebagai penerima layanan kesehatan, melainkan sebagai bagian dari keluarga yang harus disambut dan dirawat sejak langkah pertama menuju rumah sakit.

Peluncuran ROSA® Robotic Orthopedic Surgical Assistant di Mitra Keluarga Kelapa Gading menjadi tonggak penting bagi perkembangan layanan ortopedi di Indonesia. Dengan teknologi robotik mutakhir, dukungan tenaga medis berpengalaman, serta layanan pendukung bagi pasien, Indonesia kini semakin siap bersaing dengan pusat medis internasional.

RAPBN 2026: Anggaran Kesehatan Naik 15,8 Persen Jadi Rp244 Triliun

Pemerintah resmi merilis Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 pada Jumat (15/8/2025). Dari total belanja negara yang direncanakan, sektor kesehatan memperoleh alokasi sebesar Rp244 triliun. Angka ini naik 15,8 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp210,8 triliun.

Kenaikan alokasi anggaran kesehatan tersebut menandai komitmen pemerintah dalam memperkuat layanan kesehatan masyarakat sekaligus menambah kapasitas sarana dan prasarana kesehatan di seluruh Indonesia.

Dua Fokus Utama: Layanan Kesehatan & Sarana Prasarana

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan, alokasi anggaran kesehatan tahun depan akan difokuskan pada dua hal utama.

“Pertama, layanan kesehatan masyarakat dengan nilai anggaran Rp123,2 triliun,” ujarnya.

Dari pos layanan kesehatan masyarakat ini, alokasi terbesar diberikan untuk bantuan iuran jaminan kesehatan, termasuk iuran peserta bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja mandiri (BP), dengan total mencapai Rp69 triliun. Program ini diharapkan menjaga keberlanjutan kepesertaan BPJS Kesehatan, terutama bagi kelompok rentan.

Selain itu, kantong anggaran cukup besar juga dialokasikan untuk jaminan kesehatan bagi ASN, TNI, dan Polri dengan nilai Rp13,3 triliun. Meski demikian, Sri Mulyani menyebut masih terdapat sebagian anggaran layanan kesehatan masyarakat yang belum dijabarkan lebih detail dalam paparan awal RAPBN 2026.

Fokus kedua diarahkan pada sarana dan prasarana kesehatan, yang tahun depan mendapatkan alokasi sebesar Rp72,1 triliun. Dari jumlah itu, porsi terbesar berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) bidang kesehatan sebesar Rp41,7 triliun.

“Dana ini digunakan salah satunya untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan dasar kesehatan melalui alokasi ke daerah,” lanjut Sri Mulyani.

Selain DAU, pemerintah juga menyiapkan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dan Bantuan Operasional Keluarga Berencana (BOKB) senilai Rp16,3 triliun. Dana ini diperuntukkan mendukung layanan di 10.224 puskesmas serta 6.435 balai KB di seluruh Indonesia. Sama halnya dengan layanan kesehatan masyarakat, sebagian dari anggaran sarana prasarana kesehatan juga masih belum diuraikan secara rinci dalam tahap awal RAPBN.

Rincian Versi Kementerian Kesehatan

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam kesempatan terpisah menjelaskan, pihaknya telah menyiapkan enam kantong besar pemanfaatan anggaran kesehatan di RAPBN 2026.

“Anggaran terbesar untuk bantuan BPJS kepada penerima bantuan iuran (PBI) dan peserta bukan penerima upah serta bukan pekerja mandiri (PBPU-BP) senilai Rp59 triliun,” ungkapnya. Dana ini ditargetkan menjangkau 96,8 juta peserta PBI serta 2,5 juta peserta PBPU-BP.

Alokasi kedua terbesar yaitu dukungan untuk pelayanan fasilitas kesehatan (faskes) dengan nilai Rp32,9 triliun. Anggaran ini diarahkan untuk memperkuat layanan dasar hingga rujukan di berbagai daerah.

Selanjutnya, Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) mendapat alokasi Rp12,7 triliun, sedangkan program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) dialokasikan Rp9,7 triliun. Program PHTC difokuskan pada pencapaian target-target kesehatan prioritas secara lebih terukur.

Di sisi lain, anggaran terkecil yakni Rp2,5 triliun dialokasikan untuk penyediaan tenaga kesehatan. Pos ini mencakup pendidikan calon tenaga kesehatan di politeknik kesehatan, program beasiswa, serta magang dokter umum dan dokter gigi.

Kantong keenam, menurut data Kementerian Keuangan, mencakup berbagai pos lain seperti jaminan kesehatan untuk ASN/TNI/Polri, pengadaan vaksin dan obat, serta sejumlah program prioritas kesehatan masyarakat. Beberapa di antaranya mencakup penanganan tuberkulosis (TBC) dan pencegahan stunting yang masih menjadi tantangan kesehatan nasional.

Menjaga Akses & Kualitas Layanan

Dengan kenaikan anggaran kesehatan 2026, pemerintah berharap dapat meningkatkan kualitas layanan kesehatan sekaligus memperluas akses masyarakat. Melalui dukungan dana untuk jaminan kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan, hingga bantuan operasional puskesmas, pemerintah menargetkan layanan dapat menjangkau masyarakat di berbagai wilayah, termasuk daerah terpencil.

Anggaran sarana prasarana juga diarahkan untuk memperkuat infrastruktur kesehatan dasar. Mulai dari perbaikan puskesmas, distribusi tenaga kesehatan, hingga pengadaan alat dan obat-obatan. Hal ini menjadi penting mengingat tantangan pemerataan layanan kesehatan masih menjadi pekerjaan besar, terutama di wilayah Indonesia bagian timur.

Program pencegahan penyakit menular seperti TBC, malaria, dan HIV/AIDS juga tetap mendapatkan perhatian, sejalan dengan komitmen global dalam menurunkan angka prevalensi. Demikian pula dengan upaya menekan angka stunting yang masuk ke dalam prioritas pembangunan nasional.

Rilis RAPBN 2026 menunjukkan adanya peningkatan signifikan pada anggaran kesehatan, dari Rp210,8 triliun pada 2025 menjadi Rp244 triliun pada 2026. Fokus utama pemerintah adalah memperkuat layanan kesehatan masyarakat serta meningkatkan sarana dan prasarana kesehatan di berbagai daerah.

Kementerian Kesehatan sendiri membagi anggaran ke dalam enam kantong besar, dengan alokasi terbesar untuk bantuan iuran BPJS, pelayanan faskes, dan bantuan operasional kesehatan. Sementara sebagian lainnya digunakan untuk program prioritas seperti pencegahan stunting, penanganan TBC, serta pendidikan tenaga kesehatan.

Dengan perencanaan tersebut, pemerintah berharap peningkatan anggaran kesehatan di RAPBN 2026 mampu menjawab kebutuhan dasar masyarakat sekaligus memperkuat fondasi sistem kesehatan nasional. Namun, efektivitas implementasi, pemerataan distribusi, serta pengawasan anggaran tetap menjadi faktor kunci dalam mewujudkan target pembangunan kesehatan yang inklusif dan berkelanjutan.

PT Medela Potentia Tbk Ekspor Perdana Produk Alat Kesehatan ke Kamboja dan Timor Leste

PT Medela Potentia Tbk (MDLA) melalui anak usahanya, PT Deca Metric Medica (DMM), baru saja melakukan ekspor perdana produk alat kesehatan ke pasar internasional, yaitu ke Kamboja dan Timor Leste. Dalam pengiriman perdana ini, dua produk unggulan DMM yang diekspor adalah Stardec DecaFix dan Stardec DecaMed-T, keduanya merupakan produk perawatan luka yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan fasilitas kesehatan dan masyarakat umum.

Strategi Perluasan Pasar Alat Kesehatan Nasional

Ekspor ini merupakan bagian dari strategi jangka panjang MDLA untuk memperluas jangkauan produk alat kesehatan dalam negeri ke pasar global. Langkah ini sekaligus menegaskan peran Indonesia sebagai salah satu pemain penting dalam industri alat kesehatan internasional. Produk-produk dari DMM akan didistribusikan ke rumah sakit, klinik, serta apotek di kedua negara tujuan ekspor.

Pemilihan Kamboja dan Timor Leste sebagai target pasar ekspor didasarkan pada pertimbangan strategis. Kedua negara tersebut merupakan sahabat dekat Indonesia yang memiliki kebutuhan alat kesehatan yang terus meningkat. Hal ini membuka peluang besar bagi produk alat kesehatan buatan Indonesia untuk mendapatkan pangsa pasar di wilayah ASEAN dan sekitarnya.

Produk Perawatan Luka Berkualitas dengan Standar Internasional

Direktur PT Deca Metric Medica, Stephen Febianto Kusumo, menegaskan bahwa produk Stardec DecaFix dan Stardec DecaMed-T dapat menjadi solusi perawatan luka yang efektif dan mudah diakses di fasilitas kesehatan maupun apotek. “Kami yakin produk ini dapat memenuhi standar kualitas yang diharapkan oleh pengguna di pasar internasional,” ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima pada Jumat, 8 Agustus 2025.

Lebih lanjut, Stephen menambahkan bahwa PT DMM telah mengantongi sertifikasi ISO 13485:2016, standar internasional yang khusus mengatur sistem manajemen mutu untuk alat kesehatan. Sertifikasi ini menjadi bukti komitmen perusahaan dalam menjaga kualitas produk agar dapat bersaing secara global, terutama di kawasan ASEAN.

Sinergi dan Momentum Pertumbuhan Industri Alat Kesehatan Nasional

Direktur PT Medela Potentia Tbk, Edbert Orotodan, menyatakan bahwa keberhasilan ekspor perdana ini adalah hasil sinergi kuat antara berbagai unit bisnis di bawah Medela Potentia dan entitas anak. Menurutnya, pencapaian ini merupakan bukti nyata dari semangat perusahaan untuk terus mendorong pertumbuhan industri alat kesehatan nasional di pasar global.

“Ekspor perdana ini merupakan momentum strategis bagi kami untuk memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok alat kesehatan dunia,” ujar Edbert. Ia juga menyoroti peluang besar yang dimiliki Indonesia di sektor alat kesehatan, di mana nilai ekspor alat kesehatan nasional pada tahun sebelumnya mencapai sekitar US$ 273 juta.

Menurut Edbert, angka tersebut menggambarkan potensi pasar yang luas sekaligus meningkatnya kepercayaan dunia terhadap kualitas produk manufaktur Indonesia. Dengan memanfaatkan momentum ini, PT Medela Potentia dan PT Deca Metric Medica bertekad untuk terus mengembangkan produk dan memperluas jangkauan ekspor ke berbagai negara lain di masa mendatang.

Langkah ekspor perdana PT Medela Potentia melalui anak usahanya PT Deca Metric Medica ke Kamboja dan Timor Leste menandai babak baru dalam pengembangan industri alat kesehatan Indonesia. Produk perawatan luka Stardec DecaFix dan Stardec DecaMed-T tidak hanya siap memenuhi kebutuhan domestik, tapi juga bersaing di pasar internasional dengan kualitas berstandar global.

Pencapaian ini menjadi bukti nyata bahwa perusahaan dalam negeri mampu berkontribusi signifikan dalam memperkuat posisi Indonesia di kancah industri alat kesehatan dunia, sekaligus membuka peluang baru untuk pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja di sektor strategis ini.

Universitas Diponegoro Raih Penghargaan Inovasi Teknologi Kesehatan di Indohealthcare & GAKESLAB Expo 2025

Peran perguruan tinggi dalam mendorong kemajuan industri kesehatan kembali mendapat sorotan positif pada ajang internasional. Universitas Diponegoro (UNDIP) tampil sebagai kampus riset berkelas dunia melalui prestasi membanggakan di Indohealthcare & GAKESLAB Expo 2025 yang diselenggarakan pada 6–8 Agustus 2025 di Jakarta International Expo (JIExpo) Kemayoran.

Event tahunan terbesar di sektor industri kesehatan nasional ini menghadirkan berbagai inovasi dan produk unggulan dari perusahaan serta institusi riset, termasuk perguruan tinggi. Di kesempatan tersebut, Guru Besar Ilmu Fisika Fakultas Sains dan Matematika UNDIP, Prof. Dr. Muhammad Nur, DEA, menjadi pembicara kunci dengan memaparkan inovasi teknologi Ozone dan Plasma yang dikembangkan di UNDIP.

Tidak hanya berbagi ilmu, Prof. Nur juga menerima penghargaan prestisius dari GAKESLAB Indonesia bersama GOINDO sebagai bentuk apresiasi atas kontribusinya dalam mempercepat hilirisasi dan komersialisasi riset teknologi kesehatan berbasis plasma di UNDIP. Prestasi ini sekaligus menegaskan posisi UNDIP sebagai satu-satunya perguruan tinggi yang menerima penghargaan dalam pameran yang didominasi oleh Politeknik Kesehatan (Poltekkes) serta pelaku industri alat kesehatan nasional dan internasional.

UNDIP sebagai Kampus Riset dengan Fokus Hilirisasi

Penghargaan ini mencerminkan komitmen UNDIP dalam mengedepankan riset yang aplikatif dan berdampak langsung pada pembangunan nasional serta daya saing industri kesehatan di Indonesia. Produk inovatif teknologi Ozone dan Plasma yang dikembangkan menjadi contoh nyata sinergi antara riset akademik dan kebutuhan industri.

Prof. Nur menegaskan, “Hasil penelitian tidak boleh berhenti di laboratorium. Harus ada keberlanjutan dalam bentuk hilirisasi agar manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat luas. Teknologi Ozone dan Plasma yang kami kembangkan kini telah diaplikasikan di berbagai bidang, seperti desinfeksi alat kesehatan dan pengolahan limbah.”

Inovasi Teknologi Ozone dan Plasma untuk Sektor Kesehatan dan Lingkungan

Dalam pemaparannya, Prof. Nur menjelaskan secara rinci tentang teknologi plasma ozone medis yang dikembangkan sebagai solusi untuk penanganan luka kronis, khususnya luka diabetes melitus (DM). Penelitian ini sudah berjalan lama melalui Center for Plasma Research (CPR) UNDIP dan saat ini telah diterapkan di berbagai fasilitas kesehatan, termasuk di wilayah Semarang dan Grobogan.

Teknologi plasma ozone terbukti mampu mempercepat proses penyembuhan luka DM, dan telah digunakan secara efektif oleh tim medis, termasuk perawat luka dari Fatchul Wound Care di Grobogan. “Inovasi ini memiliki potensi luas sebagai terapi tambahan yang sesuai dengan protokol internasional Madrid Protocol 2020,” jelas Prof. Nur.

Selain itu, pengembangan teknologi plasma korona yang dapat memurnikan udara dari mikroorganisme dan virus menjadi terobosan baru dalam meningkatkan kualitas udara di rumah sakit, puskesmas, serta ruang publik lainnya. Teknologi ini memberikan solusi untuk menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan aman bagi tenaga medis serta masyarakat umum.

Indohealthcare & GAKESLAB Expo 2025: Forum Kolaborasi Strategis

Indohealthcare & GAKESLAB Expo 2025 menghadirkan lebih dari 60 perusahaan dan institusi dari 12 negara, seperti China, Mesir, Hong Kong, India, Jepang, Jerman, Malaysia, Pakistan, Taiwan, Turki, dan Amerika Serikat. Tema tahun ini, “Integrated Healthcare Industries”, menegaskan pentingnya integrasi sektor industri kesehatan dengan riset dan teknologi terkini guna memperkuat ekosistem inovasi nasional.

Acara ini juga dimeriahkan dengan berbagai agenda, antara lain Rapat Kerja Nasional (Rakernas) GAKESLAB Indonesia, seminar kebijakan alat kesehatan nasional, dialog peluang ekspor bagi UMKM, edukasi kesehatan anak, serta program Corporate Social Responsibility (CSR) dan kampanye gaya hidup sehat.

Peran Strategis Perguruan Tinggi dalam Pengembangan Teknologi Kesehatan

Kehadiran UNDIP dan penghargaan yang diraih membuktikan peran penting perguruan tinggi dalam menciptakan inovasi teknologi yang aplikatif dan bermanfaat untuk masyarakat. UNDIP terus berkomitmen untuk menjembatani riset akademik dengan kebutuhan industri demi memperkuat kemandirian bangsa di sektor kesehatan.

“Kami bangga dapat menjadi bagian dari acara sebesar ini. Ini membuktikan bahwa inovasi akademik kami sejajar dengan para pelaku industri dan dapat menjadi motor penggerak ekosistem inovasi nasional. Penghargaan ini semakin memperkuat posisi UNDIP sebagai kampus yang bermartabat dan bermanfaat, sesuai visi kami menjadi universitas riset kelas dunia dengan dampak nyata bagi pembangunan nasional,” tutup Prof. Nur.

Pameran Radiologi Rumah Sakit Terbesar di Indonesia Digelar di Bandung

Foto: Bisnis.ccom

Sektor radiologi di Indonesia menunjukkan perkembangan pesat dalam beberapa tahun terakhir. Berbagai peralatan canggih terus hadir, baik melalui impor maupun produksi dalam negeri, sehingga teknologi yang digunakan tidak kalah dibanding negara lain. Namun, tantangan terbesar justru berada pada sumber daya manusia (SDM) yang mengoperasikan peralatan tersebut.

Hal ini menjadi sorotan dalam talkshow yang digelar pada rangkaian Radex 2025 – Radiology & Hospital Equipment Expo, yang berlangsung di Bandung pada 8–10 Agustus 2025. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Perhimpunan Radiografer Indonesia (PARI) Jawa Barat sebagai bagian dari upaya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para tenaga radiografer di Tanah Air.

Peralatan Radiologi Indonesia Tidak Kalah dengan Negara Lain

CEO PT Mulya Husada Jaya, Yosua Yusak Kurniawan, menyampaikan bahwa dari sisi teknologi, peralatan radiologi di Indonesia sejajar dengan negara-negara di ASEAN, Asia, bahkan Eropa.

“Saya sudah belasan tahun berkecimpung dalam bisnis peralatan kesehatan. Saya yakin kita tidak ketinggalan dalam hal teknologi dan perangkatnya,” tegas Yosua.

Meski demikian, ia mengakui bahwa kemampuan SDM Indonesia dalam memanfaatkan seluruh fitur peralatan canggih tersebut masih perlu ditingkatkan. Saat ini, sebagian besar operator hanya menguasai sebagian kecil dari keseluruhan kemampuan perangkat.

Yosua menilai perlu adanya program pelatihan berkelanjutan yang melibatkan pabrikan, pengguna, dan pemerintah. “Pelatihan harus dilakukan secara terus-menerus agar pemanfaatan perangkat bisa maksimal,” ujarnya.

Selain peningkatan keterampilan, pemerataan akses peralatan radiologi dan tenaga ahli juga menjadi perhatian. Menurut Yosua, perbedaan fasilitas antara daerah perkotaan dan wilayah terpencil masih cukup besar, sehingga pemerataan menjadi kunci dalam meningkatkan kualitas layanan kesehatan.

SDM Radiografer Harus Ikuti Perkembangan Teknologi

Ketua Umum PARI, Sugiyanto, menegaskan bahwa seorang radiografer harus selalu memperbarui pengetahuan dan keterampilannya sesuai perkembangan teknologi terbaru.

“Peralatan radiologi berkembang dari tahun ke tahun. Radiografer akan tertinggal jika tidak terus meng-update pengetahuan tentang perangkat terkini,” ujarnya.

Sugiyanto juga mengingatkan bahwa hal ini berlaku bagi mahasiswa radiografi yang masih berada di bangku kuliah. Materi yang diperoleh di kampus hanyalah dasar, sedangkan di lapangan mereka harus siap mengikuti pembaruan teknologi secara terus-menerus.

Pemerintah Dorong Pemanfaatan Produk Dalam Negeri

Dari sisi kebijakan, Direktur Ketahanan Farmasi dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan, Jeffri Ardiyanto, mengungkapkan bahwa belanja alat kesehatan masih menyerap porsi besar dari anggaran kesehatan nasional. Pada 2023, dari total belanja kesehatan sebesar Rp606 triliun, sekitar 30% dialokasikan untuk pengadaan alat kesehatan.

Namun, produk impor masih mendominasi pasar dengan jumlah tiga kali lipat dibanding produksi lokal. Tercatat, alat kesehatan produksi dalam negeri mencapai lebih dari 16 ribu unit dengan 470 jenis produk. Sementara itu, alat kesehatan impor mencapai lebih dari 56 ribu unit dengan 1.500 jenis produk.

Jeffri menyebut tren positif mulai terlihat pada 2024, di mana pembelanjaan alat kesehatan dalam negeri meningkat menjadi 48%, melonjak empat kali lipat dibanding 2019 yang hanya 12%.

Pemerintah juga mendorong program strategis seperti pemeriksaan kesehatan gratis, penurunan kasus tuberkulosis, serta pembangunan 60 rumah sakit baru di berbagai daerah. Program-program ini membuka peluang besar bagi produsen, distributor alat kesehatan, dan tenaga radiografer.

Radex 2025: Pameran Radiologi Terbesar di Indonesia

Foto: Bisnis.com

Radex 2025 menjadi salah satu ajang pameran radiologi dan peralatan rumah sakit terbesar di Indonesia. Ketua PARI Jawa Barat, Jusuf Iskandar, menjelaskan bahwa kegiatan ini bertujuan menjadi platform komprehensif yang menggabungkan inovasi teknologi, pendidikan berkelanjutan, dan kolaborasi industri pelayanan kesehatan.

“Radex dirancang untuk memberikan pengalaman yang kaya bagi peserta dan menjadi katalisator bagi kemajuan radiologi di Indonesia,” ujarnya.

Selain memperkenalkan teknologi terbaru, Radex juga menjadi ajang untuk mempererat hubungan antarprofesi di bidang kesehatan.

Beragam kegiatan dihadirkan dalam Radex 2025, mulai dari pameran peralatan radiologi dan rumah sakit, simposium, diskusi interaktif, hingga kompetisi ilmiah. Tersedia pula layanan kesehatan gratis seperti pengecekan darah, donor darah, dan USG gratis. Acara ini juga diramaikan dengan hiburan serta sesi networking untuk memperluas kerja sama antar peserta.

Pemprov Bangka Belitung Siapkan Tiga Lokasi Alternatif untuk Rumah Sakit Jantung dan Stroke

Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tengah mempersiapkan pembangunan Rumah Sakit Jantung dan Stroke sebagai bagian dari upaya meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat. Saat ini, terdapat tiga lokasi alternatif yang sedang dipertimbangkan untuk pembangunan fasilitas kesehatan tersebut.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, dr. Andri Nurtito, menyebutkan bahwa tiga lokasi tersebut antara lain berada di sekitar Bandara Depati Amir, arah Tempat Pembuangan Akhir (TPA), dan kawasan GOR Sahabudin.

“Rencana ada tiga alternatif yakni di dekat Bandara Depati Amir, lalu arah tempat pembuangan akhir, dan di GOR Sahabudin. Kita masih menunggu arahan Gubernur, tapi kemungkinan di dekat GOR yang lebih layak,” kata dr. Andri, Rabu (6/8/2025).

Studi Kelayakan dan Perencanaan Awal

Untuk merealisasikan proyek tersebut, Pemerintah Provinsi telah mengajukan anggaran belanja untuk pelaksanaan studi kelayakan (Feasibility Study). Studi ini akan menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan lokasi, skala pembangunan, serta kebutuhan biaya.

“Kita akan mengupayakan anggaran dari pusat agar bisa membantu, untuk sementara masih dihitung. Seandainya hasil dari Feasibility Study ini layak, maka akan diteruskan dengan pembuatan master plan dan DED (Detail Engineering Design). Dari sini baru ketahuan kira-kira biayanya berapa,” jelasnya.

Upaya mendapatkan dukungan dari pemerintah pusat juga menjadi langkah strategis untuk mempercepat proses pembangunan tanpa membebani sepenuhnya anggaran daerah.

Fasilitas Memadai untuk Layanan Jantung dan Stroke

dr. Andri menjelaskan bahwa rumah sakit yang akan dibangun ini akan dilengkapi dengan berbagai fasilitas penanganan penyakit jantung dan stroke, dua penyakit yang masuk dalam kategori penyebab kematian tertinggi di Indonesia.

“Jadi tipenya itu bukan A, B, atau C seperti klasifikasi lama. Sekarang ini klasifikasi rumah sakit berdasarkan akreditasi, yaitu dasar, madya, utama, dan paripurna. Kita targetkan minimal berada di tingkat madya,” ujarnya.

Dengan akreditasi tingkat madya, rumah sakit ini diharapkan mampu memberikan pelayanan spesialis yang optimal, terutama bagi masyarakat yang selama ini harus melakukan rujukan ke luar provinsi untuk mendapatkan layanan sejenis.

Mempercepat Akses dan Menekan Risiko

Pembangunan Rumah Sakit Jantung dan Stroke di Bangka Belitung juga dianggap strategis dari sisi geografis. Dengan lokasi yang tidak jauh dari Bandara Depati Amir, proses evakuasi medis akan lebih cepat apabila pasien harus dirujuk ke rumah sakit pusat di Jakarta atau kota besar lainnya.

“Rumah sakit ini akan dibuat dalam waktu dekat. Ini berdiri sendiri, bukan pengembangan dari rumah sakit yang sudah ada. Lokasinya tidak boleh jauh dari bandara. Kalau ada kasus emergency, artinya bisa langsung kita bawa ke Jakarta. Penanganan pertama adalah di rumah sakit kita. Selama ini dalam perjalanan ke rumah sakit rujukan, ada yang meninggal dunia karena terlambat penanganan,” kata Gubernur Bangka Belitung, Hidayat Arsani, dalam pernyataannya pada Selasa (29/7/2025).

Komitmen Pemerintah Provinsi di Sektor Kesehatan

Pembangunan rumah sakit ini merupakan bagian dari komitmen Pemprov Bangka Belitung dalam memperkuat sistem layanan kesehatan di daerah. Gubernur Hidayat Arsani menegaskan bahwa sektor kesehatan menjadi salah satu prioritas utama dalam masa kepemimpinannya.

“Provinsi Bangka Belitung diwajibkan punya Rumah Sakit Jantung dan Stroke, karena ini untuk keselamatan masyarakat Bangka Belitung,” tegasnya.

Rencana lokasi pembangunan rumah sakit ini mengerucut pada dua area utama, yakni kawasan GOR Sahabudin dan Komplek Kantor Gubernur Provinsi Bangka Belitung, dengan mempertimbangkan aksesibilitas, luas lahan, dan kedekatan dengan pusat pemerintahan serta bandara.

Mengurangi Ketergantungan pada Rumah Sakit di Luar Daerah

Salah satu tujuan utama pembangunan Rumah Sakit Jantung dan Stroke ini adalah untuk mengurangi beban biaya dan waktu yang selama ini harus ditanggung masyarakat saat harus berobat ke luar provinsi. Dengan adanya rumah sakit ini, pasien jantung dan stroke bisa mendapatkan penanganan cepat tanpa perlu dirujuk ke rumah sakit di luar daerah.

“Diharapkan kehadiran rumah sakit ini mampu memberikan pelayanan terbaik, serta masyarakat tidak perlu lagi ke luar provinsi. Tentunya kehadiran rumah sakit ini penting karena mendekatkan akses kepada masyarakat, sehingga pelayanan lebih cepat dan bermutu,” pungkas dr. Andri.

Dengan adanya rencana pembangunan Rumah Sakit Jantung dan Stroke ini, Pemerintah Provinsi Bangka Belitung menunjukkan keseriusannya dalam menghadirkan layanan kesehatan yang berkualitas bagi warganya. Jika studi kelayakan dan perencanaan berjalan sesuai harapan, maka dalam waktu yang tidak terlalu lama, masyarakat di Bangka Belitung akan memiliki rumah sakit rujukan jantung dan stroke sendiri di daerah.

Alat Pemantauan 3-in-1 Sinocare M101 Resmi Diluncurkan di Indonesia

Perusahaan alat kesehatan asal Tiongkok, Sinocare, resmi meluncurkan produk terbarunya, Sinocare M101, di Indonesia. Peluncuran dilakukan pada 5 Agustus 2025 di The Westin Hotel, Jakarta.

Produk ini merupakan alat pemantauan kesehatan yang dapat digunakan untuk mengukur tiga parameter sekaligus, yaitu gula darah, asam urat, dan kolesterol total. Sinocare M101 juga dilengkapi dengan sistem tanpa kode kalibrasi (no coding), sehingga dapat digunakan secara langsung tanpa proses pengaturan manual tambahan.

Telah Memperoleh Sertifikasi AKL dari Kemenkes

Sebelum diluncurkan ke pasar, pihak Sinocare menyampaikan bahwa alat ini telah memperoleh sertifikasi Alat Kesehatan Layak Edar (AKL) dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Sertifikasi AKL merupakan salah satu syarat agar alat kesehatan dapat dipasarkan secara resmi di Indonesia.

Sertifikasi tersebut menunjukkan bahwa produk bersangkutan telah memenuhi standar keamanan, kualitas, serta kepraktisan sesuai regulasi nasional.

Dirancang Berdasarkan Studi Kebutuhan Pengguna

Dalam acara peluncuran, pihak Sinocare menyampaikan bahwa pengembangan alat ini dilandasi oleh hasil riset terhadap kebutuhan pengguna di Indonesia. Disebutkan bahwa sebagian besar pengguna menginginkan alat yang praktis dan mampu memberikan hasil pengukuran beberapa parameter kesehatan sekaligus.

Pihak perusahaan menyebut bahwa masih banyak perangkat serupa di pasaran yang menggunakan sistem kalibrasi manual, yang dinilai menyulitkan bagi sebagian pengguna. Dengan fitur no coding, M101 diklaim lebih mudah digunakan, terutama bagi pengguna non-medis atau pemantauan secara mandiri di rumah.

Perangkat Portabel Berbasis Teknologi Biosensor

Sinocare M101 disebut mengintegrasikan teknologi biosensor dengan desain portabel, sehingga memungkinkan pengguna melakukan pengukuran di berbagai situasi — baik di rumah, tempat kerja, maupun saat bepergian.

Dalam pemaparannya, pihak perusahaan juga menyampaikan bahwa alat ini telah melalui uji kualitas dan dirancang untuk memberikan hasil pengukuran yang konsisten di berbagai kondisi lingkungan.

Fokus pada Pengelolaan Penyakit Kronis

Pihak Sinocare menyampaikan bahwa produk ini menyasar kalangan pengguna yang memerlukan pemantauan rutin terhadap kondisi kronis, seperti diabetes, hiperurisemia (asam urat tinggi), dan gangguan metabolik lainnya.

Disebutkan bahwa alat ini ditujukan untuk mendukung masyarakat agar lebih proaktif dalam melakukan pemantauan dan pengelolaan kondisi kesehatan secara berkala.

Peluncuran Sinocare M101 menambah variasi pilihan perangkat pemantauan kesehatan yang tersedia di pasar Indonesia. Dengan fitur pengukuran tiga parameter dan desain portabel, alat ini masuk dalam kategori alat kesehatan mandiri yang ditujukan untuk pemantauan rutin oleh pengguna rumahan.

Dengan sertifikasi AKL yang telah dikantongi, perangkat ini secara resmi dapat dipasarkan dan digunakan di Indonesia sesuai dengan regulasi dari Kementerian Kesehatan.