Indonesia merupakan sebagai negara kepulauan dimana tak hanya terdiri dari pulau-pulau besar namun juga berbagai pulau terpencil. Yang disebutkan terakhir, penduduk yang bermukim di sana acapkali memiliki kendala dalam mengakses fasilitas kesehatan. Hal ini yang menginisiasi beberapa pihak untuk mendirikan Rumah Sakit terapung.
Selain RS Terapung Ksatria Airlangga, ada juga milik yayasan dan gerakana doctorSHARE yang diinisiasi oleh dr. Lie Dharawan. Lie melalui yayasan yang didirikannya tersebut bahkan memiliki rumah sakit apung (SRSA) awasta pertama di Indonesia, yang bernama RSA dr Lie Dharmawan. Rumah sakit apung ini memberikan layanan kesehatan hingga pembedahan secara cuma-cuma kepada warga yang kurang mampu dan berada di pulau-pulau terluar maupun kawasan terpencil Indonesia.
dr. Lie mengungkapkan, rumah sakit apung sudah dioperasikan di dunia sejak puluhan tahun lalu. Operatornya biasanya adalah angkatan laut sebuah negara untuk memberikan penanganan kesehatan kala perang.
Pria yang lahir di Padang, 16 April 71 tahun silam ini menuturkan, sebaran penduduk yang tidak merata menyebabkan tidak semua masyarakat memiliki akses yang sama untuk memperoleh layanan dan penanganan kesehatan. Pun kondisi Indonesia adalah terdiri dari belasan ribu pulau.
“Negara kita adalah negara kepulauan, yang terbaik (untuk menjangkau masyarakat yang membutuhkan layanan kesehatan) adalah dengan kapal,” ucapnya.
Dikutip dari kompas.com, kapal tersebut memiliki panjang hanya sekitar 23 meter, tonase kotor 114 GT, serta tonase bersih 35 NT. Kapal yang dibangun pada tahun 2008 tersebut memiliki bahan utama kayu.
Mereka yang tidak mengetahui atau belum pernah melihat, tidak akan menyangka bahwa kapal ini adalah rumah sakit terapung yang bahkan bisa melayani operasi di lambung kapal. Kapal tersebut, menurut informasi yang dihimpun, dulunya adalah kapal barang yang dibeli dr Lie di Palembang, Sumatra Selatan.
Kapal ini terdiri dari tiga level, yakni level dek, level B1, dan B2. Level dek terdiri dari ruang kemudi, kamar kapten, ruang jurumudi, ruang oiler, dan ruang mualim.
Sementara itu, level B1 terdiri dari kamar bedah, ruang dokter, ruang resusitasi 1 dan 2, ruang sterilisasi, toilet, dan dapur. Adapun level B2 terdiri dari kamar mesin, ruang USG dan rontgen, ruang laboratorium, ruang dokter, ruang pasien, kamar gelap, dan gudang.
Menurut dr Posti Siswati salah seorang tim dokter di RSA menjelaskan bahwa beragam tindakan operasi, baik mayor (besar) maupun minor (kecil), pernah dilakukan di rumah sakit apung ini.
Ia menceritakan, operasi terhadap seorang pasien dari Papua pernah dilakukan. Sang pasien menderita hernia yang benjolannya sudah sebesar buah kelapa. “Operasi caesar juga pernah,” ujar Posti.
Menerut dia, dalam sekali tugas, ada belasan dokter yang ada di dalam kapal tersebut. Sekali berlayar untuk menjalankan tugas kemanusiaan di kapal tersebut dapat memakan waktu 10 hari.
Posti sendiri sudah pernah menjalani 8 tugas berlayar dengan RSA dr Lie Dharmawan. Ia menyebut antara lain ke Sumba Barat, Halmahera, Pulau Doi di Maluku Utara, dan beragam pulau lain di kawasan Indonesia Timur.
Sebuah pengalaman yang luar biasa dapat mengunjungi kapal yang membawa misi sangat baik dan luhur tersebut. Terbayang rasanya menjalankan misi kemanusiaan di tengah kondisi laut yang tak bersahabat.
Dengan mengetahui bahwa masih banyak sesama warga Indonesia yang belum bisa mendapatkan akses terhadap layanan kesehatan maupun tindakan medis, ada baiknya syukur terus dipanjatkan. Tak lupa, bantulah sesama sebisa mungkin.