Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng Mohammad Faqih menuturkan jumlah dokter di Indonesia sudah mencukupi tetapi hanya tidak merata penempatannya. Persebaran dokter yang tidak merata membuat mutu layanan kesehatan di Tanah Air masih timpang.
“Yang masih menjadi persoalan saat ini di wilayah seperti NTT, Papua, Maluku, Sulawesi dan Kalimantan. Banyak menumpuk di kota besar, Jakarta, Medan, dan lainnya,” katanya.
Pernyataan tersebut diaminkan oleh Ketua Konsul Kedokteran Indonesia Bambang Supriyatno. Dirinya mengatakan bahwa dari segi kebutuhan jumlah dokter yang telah dihitung oleh Kementerian Kesehatan, jumlah dokter saat ini telah melebihi target. Saat ini ada 50 dokter per 100.000 penduduk di Indonesia.
Sementara itu, Kepala BPPSDMK Kemenkes RI Usman Sumantri menuturkan bahwa lulusan kedokteran di Indonesia sangatlah besar. Pada tahun ini saja mencapai 12.000 orang. Surplus tenaga kesehatan ini membuat pihaknya bersama Kemenristekdikti sepakat untuk mengendalikan lulusan dokter pada fakultas kedokteran yang ada saat ini dengan membatasi kuota lulusan hanya sebanyak 2.000 orang per tahun.
“Kalau semuanya memproduksi, bayangkan jumlahnya. Makanya dikuotakan supaya tidak terlalu banyak dan kualitasnya semakin bagus,” katanya.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI) Hananto Seno mengatakan bahwa pembukaan program studi baru kedokteran gigi tak akan menyelesaikan masalah distribusi.
Hingga akhir tahun lalu terdapat 31.651 dokter gigi dan 3.818 dokter gigi spesialis. Hal ini menunjukkan jumlah dokter gigi saat ini sudah melebihi target rasio 1:9.000 penduduk tetapi distribusinya belum merata.
Strategi yang harus dilakukan, menurutnya, yakni memperbaiki kualitas lulusan dokter gigi, bukan dengan membuka prodi FKG baru.
Adapun terdapat 10 provinsi yang tak boleh bertambah fakultas kedokteran gigi antara lain, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Sumatra Selatan, Bali, dan Sulawesi Selatan
Hal itu dikarenakan di daerah tersebut sudah mencukupi kebutuhan fakultas kedokteran gigi di Indonesia sehingga sudah berlebihan.
“Diharapkan daerah yang masih kurang untuk bisa membuka program studi Kedokteran Gigi di daerah terpencil,” kata Hananto.