Penyakit saluran cerna seperti maag, batu kandung empedu, penyakit pankreas, dan lain sebagainya diderita oleh banyak orang. Salah satu cara untuk mendiagnosanya adalah dengan menggunakan teknik endoskopi.
Akan tetapi, jumlah tenaga dokter yang dapat mengerjakan endoskopi relatif masih terbatas. Di Indonesia, diperkirakan sekitar 600 dokter saja. Itu pun sebagian besar terpusat di beberapa kota besar saja, seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Medan, Makasar, Manado, dan Surabaya.
Untuk itu, Perhimpunan Endoskopi Gastrointestinal Indonesia (PEGI) menggelar workshop endoskopi di Jakarta selama 5 hari (11-15 Septermber 2017). Perhelatan tersebut mendatangkan beberapa ahli endoskopi dari Jepang, antara lain Prof Seigo Kitano, MD, President APSDE, dan Prof Hisao Tajiri, MD, President Japanese Gastroenterological Endoscopy Society, Prof. Kazuhisa Okamoto, MD, Prof Mitsuhiro Kidadari dari Fakultas Kedokteran Universitas Kitasato, dan Prof. Eiji Umegaki, MD, dari Departemen Gastroenterologi, Kobe University School of Medicine.
Dalam workshop ini, para ahli tersebut membantu dokter yang hadir untuk menggunakan teknologi Endoscopic Retrograde Chalangiopancreatography (ERCP) dan Endoscopy Ultrasound (EUS) untuk menangani pasien dengan masalah saluran cerna. “Dengan teknologi ini, dokter bisa mengangkat batu empedu tanpa melakukan bedah besar,” ucap Ketua Umum PEGI Ari Fahrial Syam.
Menurut Ari, teknologi ini baik untuk dikembangkan karena akan mengurangi risiko bedah yang akan dialami pasien. Teknologi modern ini pun semakin bermanfaat digunakan bagi pasien yang daya tahan tubuhnya sudah tidak kuat. “Bagi orang-orang tua yang tidak kuat dan kira-kira berumur 60 hingga 80-an, tindakan tanpa melakukan bedah besar sangat menolongnya,” katanya.
Ari mengatakan teknologi endoskopi sebenarnya sudah ada di Indonesia. Namun kebanyakan kualitasnya hanya tingkat standar. Alat berkamera mikro itu biasanya hanya dimasukkan ke saluran pencernaan pasien hingga di usus besar dan digunakan untuk melihat kondisi saluran pencernaan yang bermasalah. Namun, dengan peningkatan kualitas endoskopi itu, dokter tidak hanya menganalisis, tapi juga bisa memberikan tindakan hingga di kawasan empedu. “Kalau ada tumor atau saluran empedu tersumbat, bisa langsung diangkat jaringannya melalui jarum,” jelasnya.
Sementara itu, Prof Hisao Tajiri (President Japanese Gastroenterological Endoscopy Society/JGES) mengatakan bahwa workshop endoskopi saluran cerna tingkat lanjut yang diberikan tim ahli dari Jepang ini merupakan bentuk dukungan bagi PEGI.
“Pelatihan hands on ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dokter spesialis penyakit dalam terkait advanced endoscopy di regional, termasuk Indonesia,” pungkasnya.