Ketika dalam dua tahun belakangan ini perhatian masyarakat seolah tersedot ke satu jenis penyakit akibat virus, ada sebuah ancaman lain yang selama ini ada di Indonesia. Ancaman itu tidak lain adalah Demam Berdarah Dengue atau yang biasa disingkat menjadi DBD.
Menurut sumber dari Kementerian Kesehatan, ancaman Demam Berdarah Dengue memang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Sementara itu dari seluruh bagian dunia, benua Asia merupakan urutan pertama dalam jumlah penderita DBD. Ditambah lagi WHO mencatat bahwa Indonesia pernah menjadi negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara dalam kurun waktu 1968 sampai 2009.
Tantangan Indonesia dalam mengatasi DBD memang memiliki banyak faktor. Selain karena faktor geografis dan wilayah yang luas, mobilitas penduduk serta tingkat kepadatan penduduk juga berpengaruh.
Mari mengingat kembali apa penyebab ancaman Demam Berdarah Dengue ini. Pertama, DBD adalah sakit dengan gejala demam yang disebabkan oleh gigitan nyamuk dari jenis Aedes Aegypti. Secara umum ada empat serotipe virus atau yang disingkat menjadi DENV, dan terbagi menjadi DENV-1, -2, -3, sampai -4.
Dari berbagai serotipe ini, penderitanya dapat merasakan berbagai gejala. Mulai dari demam, pusing, nyeri otot, sendi, bola mata sampai timbul ruam. Penderita DBD juga dapat mengalami kelelahan dalam jangka waktu panjang.
Apabila tidak tertangani dengan baik, virus dengue dari gigitan nyamuk Aedes Aegypti ini memiliki potensi mengancam keselamatan jiwa atau disebut dengan severe dengue. Gejala yang dirasakan dapat meningkat seperti sulit nafas, muntah, hingga turunnya trombosit darah yang berpotensi berakibat pendarahan internal.
Akan tetapi ada sebuah kabar gembira bahwa WHO terus mengembangkan vaksin demam berdarah yang sudah dimulai sejak April 2016. Semoga pengembangan ini membawa hasil baik untuk penanganan DBD ke depannya. Namun tentu saja kita tidak bisa menggantungkan diri pada vaksin. Solusi paling baik adalah peran serta seluruh elemen masyarakat untuk mencegah terjadinya wabah akibat gigitan nyamuk ini.
Peningkatan Kasus DBD di Awal 2022
Apabila merujuk pada data, jumlah penderita DBD di Indonesia sejak 2016 sampai 2022 terus mengalami penurunan. Sempat terjadi peningkatan pada tahun 2019, namun kembali menurun pada tahun berikutnya.
Akan tetapi, kita tidak boleh terlena dengan penurunan ini, sebab tahun 2022 masih berjalan dan masih ada di fase pertengahan tahun. Selain itu terjadi berbagai kasus DBD yang terjadi di tahun 2022.
Catatan Kementerian Kesehatan mengatakan terjadi 13.776 kasus sampai 20 Februari 2022 dengan jumlah korban jiwa mencapai 145 kasus. Kasus DBD paling banyak terjadi di Kota Bandung yang mencapai 598 kasus, lalu Kota Depok dengan 394 kasus. Kemudian Kab. Bogor 347 kasus, dan Kabupaten Cirebon tercatat 317 kasus.
Sementara itu Kota Bandung tercatat 3.743 kasus, Kota Depok 3.155 kasus dan Kabupaten Bogor memiliki 2.203 kasus yang sekaligus menandai tiga daerah ini memiliki kasus DBD tertinggi pada tahun 2021.
Pelajari Bagaimana Ancaman Demam Berdarah Dengue Menyebar
Penyebaran utama DBD adalah infeksi dari gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Mereka adalah pembawa virus dari seseorang yang telah terinfeksi sebelumnya. Apabila nyamuk menghisap darah penderita, maka virus turut terbawa.
Walaupun ada ciri-ciri fisik tertentu dari nyamuk Aedes Aegypti, namun kita tidak bisa mengetahui secara pasti nyamuk yang mana berpotensi menyerang dan membawa virus. Maka pencegahan terbaik adalah dengan melindungi diri dan lingkungan agar nyamuk tidak berkembang biak.
Hal yang perlu diperhatikan oleh kita semua adalah bagaimana nyamuk Aedes Aegypti membuat sarangnya. Jangan sampai rumah, sekolah, atau lingkungan terdekat dihinggapi oleh mereka.
Jika di dalam ruangan, nyamuk menyukai tempat-tempat gelap seperti lemari, baju-baju yang tergantung dan titik yang memiliki cahaya minim lainnya. Sementara jika bersarang di luar, nyamuk pembawa virus dengue mencari tempat dingin dan gelap. Selain itu nyamuk betina mencari air tergenang untuk menyimpan telurnya. Nantinya, telur-telur itu akan berubah menjadi nyamuk dewasa dalam kurun waktu 10 sehari.
Partisipasi Seluruh Lapisan Masyarakat untuk Mencegah Ancaman DBD
Apapun upaya pencegahan dan penanganan DBD tidak akan berhasil tanpa peran serta seluruh lapisan masyarakat. Baik dari tenaga dan layanan medis, PNS, pegawai, pebisnis, sampai anak sekolah dan masyarakat pada umumnya perlu ikut serta memperhatikan lingkungan mereka.
Pihak lembaga kesehatan dapat memperhatikan bagaimana cara pembuangan limbah medis dan peralatan yang digunakan. Sehingga lingkungan fasilitas kesehatan selalu bersih dan terjaga dari potensi serangan nyamuk.
Saat ini telah tersedia fasilitas dan peralatan pengolahan limbah medis yang berkualitas serta berstandar. Peralatan ini dapat dipasang oleh rumah sakit atau lembaga pelayanan kesehatan untuk mengolah limbah hasil pakai rumah sakit dengan lebih baik, praktis, aman, dan sehat.
Selain itu masyarakat yang mengunjungi fasilitas publik seperti rumah sakit, taman, perkantoran, sarana olahraga dan lain sebagainya juga perlu dijaga bersama. Juga masyarakat perlu memperhatikan kebersihan diri, rumah, dan lingkungan sekitar.
Dengan begitu ancaman Demam Berdarah Dengue (DBD) dapat diminimalisir sebaik mungkin.
Mari bersama cegah demam berdarah!