Semuanya bermula pada 2002, saat seorang mahasiswi bernama Elizabeth Holmes yang berkuliah di Stanford University, Amerika Serikat mengemukakan idenya kepada Profesor Phyllis Gardner tentang penutup lengan atau sarung tangan untuk mengambil setetes darah penggunanya, yang kemudian bisa diperiksa apakah terdapat penyakit menular dan lantas diberi antibiotik secara langsung.
Namun sang profesor menyebut bahwa ide itu “tidak layak” dan tidak mungkin diwujudkan. Pemeriksaan kesehatan melalui darah perlu alat yang lebih kompleks daripada sarung tangan dan setetes darah.
Namun Elizabeth tidak patah semangat. Pada akhir 2003, dia mendirikan startup bernama Real-Time Cures. Aktivitas awal perusahaan ini dilakukan di ruang bawah tanah kampus dengan bermodalkan uangnya sendiri.
Pada April 2004, Real-Time Cures kemudian berganti nama menjadi Theranos, sebuah kombinasi kata ‘therapy’ dan ‘diagnosis’. Startup ini fokus dengan visi menjalankan tes laboratorium umum dengan inovasi hanya satu tetes darah. Elizabeth juga mempekerjakan Ian Gibbons, ahli biokimia asal Inggris serta menjadikan seorang profesor bernama Robertson sebagai direktur perusahaan.
Hanya butuh satu tahun, Theranos melaju sangat cepat. Startup ini berhasil memperoleh 23 paten teknologi. Salah satunya ialah paten berseri US7291497B2 yang bernama “Medical Device for Analyte Monitoring and Drug Delivery.” Menurut data yang dihimpun oleh MedX, paten tersebut merupakan suatu perangkat medis yang dapat dicerna, ditanamkan, atau dipakai pengguna. Juga ada agen bioaktif yang masuk ke tubuh si pengguna, dan bekerja untuk menganalisis penyakit yang mungkin diderita.
Memang ide besar dari Theranos adalah ingin merevolusi bagaimana masyarakat mengetahui penyakit yang diderita dengan mudah dan murah. Darah mengandung banyak komponen, seperti sel, trombosit, protein, dan berbagai makromolekul. Dalam pemeriksaan penyakit melalui laboratorium, komponen-komponen yang tidak diperlukan mesti dibuang dalam proses yang rumit nan mahal. Perangkat itu disebut bisa menghilangkan kebutuhan yang tidak efisien. Sehingga kebutuhan untuk kunjungan laboratorium dihilangkan yang pada akhirnya memberikan penghematan, baik dalam waktu maupun biaya.
Menjelma Menjadi Unicorn Bervaluasi US$9 miliar
Theranos dan satu set perangkatnya menawarkan 240 tes penyakit. Mulai dari kolesterol hingga kanker hanya dengan hanya setetes darah. Lebih hebatnya, analisis penyakit bisa diterima si pengguna hanya dalam waktu 15 menit.
Satu set terdiri dari jarum suntik berukuran kecil yang digunakan untuk mengambil sampel darah, serta kotak pembaca data bernama Edison yang terinspirasi dari Thomas Alva Edison, sosok yang dikagumi oleh Elizabeth.
Sedangkan cara kerjanya, setelah darah dimasukkan ke dalam Edison lantas dikirim ke pusat data Theranos untuk dianalisis. Pada tiap analisa penyakit yang hendak diketahui pengguna, Theranos mematok biaya yang murah. Analisis hemoglobin, misalnya, hanya dihargai US$1,63. Analisis kolesterol, hanya dibanderol US$2,99.
Untuk semua ini, Theranos digadang-gadang akan menjadi sebuah startup yang akan melakukan disrupsi terhadap sistem layanan di bidang kesehatan. Tak tanggung-tanggung, dalam satu kesempatan Elizabeth pernah berkata bahwa ini bisa menghemat anggaran pemerintah Amerika Serikat sebesar US$200 miliar selama satu dekade.
Prospek Theranos disertai daya tarik Elizabeth sebagai pendirinya telah menarik minat sejumlah investor. Tercatat pada 2014, pendapatan startup tersebut mencapai US$100 juta.
Kemudian Theranos menjelma menjadi sebuah Unicorn, sebutan bagi startup yang memiliki valuasi di atas USD$1 juta. Data Crunchbase mengungkap startup tersebut berhasil membukukan 10 pendanaan dengan total US$1,4 miliar. Salah satu investor terbesar ialah Puget Sound Venture Club, yang menggelontorkan dana lebih dari $500 juta. Dan valuasi startup tersebut diperkirakan menyentuh angka US$9 miliar.
Tak hanya itu, sejumlah nama besar masuk dalam kepengurusan Theranos termasuk dua mantan Menteri Luar Negeri AS, Henry Kissinger dan George Shultz. Plus berhasil melakukan kerjasama dengan Walgreens Boots Alliance Inc.(WBA) untuk membangun ribuan Pusat Kesehatan di AS.
Fakta Terungkap
Namun capaian itu tidak bertahan lama. Diawali oleh kecurigaan seorang jurnalis Wall Street Journal bernama John Carreyrou. Dirinya berusaha menyelidiki untuk mengetahui apa yang sebenarnya sedang terjadi di dalam Theranos. Dan dia menemukan fakta yang cukup mengangetkan.
Salah satu upaya yang dilakukannya adalah mengorek informasi dari para karyawan Theranos. Ada yang mengatakan bahwa hasil tes tidak akurat. Misalnya, dalam tes kalsium dalam tubuh, Theranos memberi nilai 11,8 milligram per enzim liter. Padahal, rumah sakit umumnya memberikan nilai tes kalsium pada rentang 9,2 milligram per enzim liter.
Dan sumber lain yang diwawancarai oleh Carreyrou mengungkapkan bahwa sebagian besar tes sama sekali tidak dilakukan di laboratorium Theranos, namun menggunakan mesin konvensional yang dibeli dari pemasok utama. Untuk hal ini Theranos dianggap telah melakukan penipuan.
Runtuhnya Sang Unicorn
Setelah laporan terkait perusahaan tersebut diterbitkan oleh Wall Street Journal pada Oktober 2015 nasih buruk mendera sang Unicorn. Mulai dari dibukanya penyelidikan pihak regulator keuangan AS Securities and Exchange Commission hingga dicabutnya lisensi Theranos oleh Pusat Layanan Medicare dan Medicaid.
Hal ini membuat Theranos harus menutup sejumlah laboratorium dan memberhentikan 40% karyawannya. Masih ada lagi, Forbes merevisi nilai aset kekayaan Elizabeth Holmes selaku founder menjadi 0. Pun dirinya harus kehilangan kendali perusahaan dan diminta mengembalikan saham perusahaan senilai US$500.000.
Theranos, sang unicorn akhirnya runtuh. Pemerintah Arizona menuntut Theranos membayar ganti rugi pada 1,5 juta produk yang mereka jual pada masyarakat negara bagian tersebut.