Teknologi Blockchain dinilai sebagai suatu hal yang tidak bisa dihindari. Apalagi, teknologi ini menjanjikan efisiensi dan transparansi. Hal itu dikatakan, karena basis data global online Blockchain bisa dipakai siapa saja di seluruh dunia yang terkoneksi internet.
Sektor yang pertama kali melakukan eksplorasi teknologi ini adalah sektor keuangan. Deretan perbankan global yang sudah menggunakannya antara lain Bank OCBC milik Singapura, Bank Santander asal Spanyol, dan Royal Bank of Canada.
Selain itu, berdasarkan data Deloitte Blockchain Survey 2017 menyebutkan, 28 persen dari 308 senior eksekutif di perusahaan-perusahaan Amerika Serikat yang pendapatan usaha per tahun lebih dari US$500 juta (Rp6,7 triliun), menginvestasikan US$5 juta (Rp67 miliar) hanya untuk mengembangkan teknologi Blockchain.
Namun, pada perkembangannya, teknologi Blockchain juga dimanfaatkan oleh sektor lain. Co-Founder Blockchain Zoo, Pandu Sastrowardoyo mengatakan, industri seperti kesehatan bisa memanfaatkan teknologi yang digadang-gadang sebagai solusi masa depan tersebut.
“Teknologi ini bisa dipakai untuk menyimpan catatan atau rekam medis satu pasien di rumah sakit A dapat diakses oleh rumah sakit B ketika pasien tersebut dirawat di rumah sakit B, dalam waktu singkat karena sudah tercatat dalam jaringan Blockchain. Jadi, data kita takkan bocor,” kata dia dikutip dari situs VIVA News.
Tak hanya pencatatan medis, Blockhain juga bisa memonitor pemberian resep obat, mendesain rencana pengobatan, serta menciptakan pasar penelitian medis yang lebih terbuka.
Untuk sektor ini, berdasarkan data yang dikelola, Amerika Serikat dan Estonia – salah satu negara di Eropa Timur – sudah menerapkan Blockchain.
Pada dasarnya, teknologi Blockchain adalah sebuah ‘transkrip digital’ yang dibuat untuk menghindari penipuan, namun di saat bersamaan memungkinkan akses bagi pihak ketiga sesuai keperluannya.