Saat ini diperlukan obat inovatif baru di Indonesia. Sebab baru sekitar 9% obat dari 460 yang ada di pasar global di tahun 2012 sampai 2021 bisa didapatkan di Indonesia. Jika hal ini terus terjadi maka akses menuju terapi inovatif akan terhambat diperoleh masyarakat.
Produk farmasi, khususnya obat dan vaksin yang inovatif, masih jarang tersedia di Indonesia. Ini membuat masyarakat sulit mendapatkan obat yang berkualitas dan efektif untuk pengobatan. Industri mengharapkan agar kendala ini bisa diatasi.
Dari 460 obat baru yang diluncurkan secara global selama 2012-2021, hanya 9 persen yang tersedia di Indonesia. Demikian pernyataan dari Evie Yulin, Wakil Ketua International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG), dalam acara temu media di Jakarta, Senin (11/9/2023). Hasil tersebut merupakan hasil studi Pharmaceutical Research and Manufacturers of America (PhRMA).
“Ini tentu berpengaruh pada akses obat dan vaksin bagi masyarakat. Jika tidak ada di Indonesia, masyarakat mungkin akan mencarinya di luar negeri. Selain itu, pemberian obat yang tepat yang seharusnya bisa dilakukan sejak awal juga akan terhambat,” ujarnya dilansir dari Kompas.Id, (12/09/2023).
Obat Inovatif Baru Masih Lebih Rendah Dibanding Negara Tetangga
Apabila dilihat dari persentasenya, stok obat baru di tanah air masih berada di bawah negara lain. Misalnya saja di Malaysia sebesar 22%, Filipina 13%, Singapura 27%, Jepang 51% dan Korea Selatan 33%. Persentase tersebut belum termasuk perhitungan waktu tunggu untuk obat baru di Indonesia yang masih terbilang lama.
Dari obat baru yang diluncurkan secara global, hanya 1 persen yang bisa masuk ke Indonesia dalam waktu kurang dari satu tahun. Obat baru untuk kanker dan penyakit langka rata-rata baru tersedia di Indonesia tiga sampai empat tahun setelah peluncurannya di tingkat global.
Evie mengatakan, perlu ada upaya yang lebih baik untuk meningkatkan ketersediaan obat baru yang inovatif di Indonesia. Kerja sama dan dukungan dari berbagai pihak juga diperlukan dalam mempercepat ketersediaan obat baru di Indonesia.
Salah satu hambatan yang ada terkait regulasi pemberian nomor izin edar pada obat baru yang akan dipasarkan di Indonesia.
“Untuk obat penyakit langka biasanya negara lain hanya butuh waktu kurang dari 100 hari agar izin edarnya keluar. Namun, di Indonesia harus lebih lama, bahkan harus ada asesmen lagi,” katanya.
Penyebab Rendahnya Ketersediaan Obat Baru
Salah satu faktor yang juga berkontribusi pada rendahnya ketersediaan obat-obatan baru di Indonesia adalah rendahnya daya tarik pasar. Berdampak pada rendahnya permintaan obat baru. Bukan itu saja karena akan menghambat akses dari industri ke pasar.
Juga adanya ketidakpastian dan ketidakjelasan dalam tinjauan regulasi terkait. Evie mengatakan, hal ini perlu diatasi dengan serius. Karena, ketersediaan obat-obatan baru dan inovatif yang rendah di Indonesia dapat mempengaruhi kualitas kesehatan di Indonesia.
Kemungkinan besar praktik impor paralel seperti jasa titip obat dari luar negeri akan meningkat. Selain itu, pendapatan dari pariwisata medis pun akan menurun. Saat ini, setidaknya 12-48 miliar dollar AS pendapatan dari pariwisata medis di Indonesia yang hilang.
“Berbagai isu ini seharusnya bisa diatasi melalui kolaborasi bersama pemangku kebijakan. Salah satunya dalam menyusun regulasi yang mendukung kemudahan dan percepatan akses obat inovatif ke dalam negeri,” katanya.