Terkait defisi anggaran Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang demikian besar, Pemerintah Indonesia diketahui telah melakukan rapat besar untuk merampungkan proposal guna mengatasi hal tersebut.
Badan Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo membeberkan proposal akhir yang diyakini bisa menjadi langkah positif terkait defisit ini. Salah satunya adalah melakukan pemotongan dana kapitasi ke daerah.
“Misal Papua, dana kapitasi sekian (dialokasikan) tidak cukup. Atau dikasihkan malah lebih wong tidak ada pelayanan karena tidak ada yang menggunakan. Kita ingin membayar sesuai dengan real performance,” kata Mardiasmo seperti dilansir oleh situs Bisnis.com.
Untuk itu, model desentralisasi beban keuangan BPJS Kesehatan akan sangat tergantung dengan negoisasi badan kesehatan publik itu dengan masing-masing pemerintah daerah.
Dana kapitasi adalah pembayaran per bulan yang dibayar kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan.
“(Skenario mekanisme desentralisasi) diberikan keleluasaan waktu membayar (kepada BPJS Kesehatan) sesuai dengan kebutuhannya,” katanya.
Mardiasmo menyebutkan terdapat sejumlah opsi yang disiapkan untuk menyelesaikan persoalan defisit kesehatan. Meski begitu ia menyebutkan opsi kenaikan iuran termasuk yang dipertimbangkan dampak baik buruknya.
“Nanti kita lihat dulu policy making-nya seperti apa. dana kapitasi kan masih banyak. Arahan Pak Wapres bagaimana DJSN itu harus tidak hanya pusat tapi juga dengan pemda,” katanya.
Memang pada rapat tersebut akhirnya menyepakati dilakukan pembagian wewenang BPJS Kesehatan. Jika saat ini BPJS Kesehatan terpusat di Jakara, ke depan akan dibagi kewenangannya kepada masing-masing pemerintah daerah.
Hal ini diamini oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. Dia mengatakan bahwa tidak mungkin suatu instansi bisa mengontrol 200 juta lebih anggotanya. Harus didaerahkan. Didesentralisasi. Supaya rentang kendalinya dekat.
Dengan mendekatkan BPJS di bawah pemerintah daerah ini, Jusuf Kalla meyakini kecurangan yang terjadi di badan publik ini dapat teratasi.
“Supaya 2.500 rumah sakit yang melayani BPJS bisa dibina, diawasi oleh Gubernur Bupati setempat. Sehingga sistemnya lebih dekat. Orang lebih mudah melayani masyarakat,” tutur politisi yang juga akrab dipanggil JK ini.
Sementara itu, dalam rapat yang dipimpin langsung oleh Presiden Joko Widodo tersebut, Jusuf Kalla menyampaikan juga kekhawatirannya defisit anggaran yang dialami BPJS Kesehatan ini.
“Kalau kita tidak perbaiki BPJS ini, seluruh sistem kesehatan kita runtuh, rumah sakit tidak terbayar, bisa tutup rumah sakitnya. Dokter tidak terbayar, pabrik obat tidak terbayar, tegas Jusuf Kalla.
Untuk membenahi permasalahan ini, kata JK, rapat secara prinsip menyepakati dilakukan kenaikan iuran. Meski begitu besaran iuran belum diputuskan karena menunggu kajian dari tingkat menteri.
“Tahun ini kurang lebih Rp 29 triliun. Kalau begini terus, tahun depan diperkirakan bisa Rp 40 triliun. Tahun depannya lagi bisa Rp100 triliun. Jadi sistemnya harus diubah,” tambah Jusuf Kalla.
Lebih lanjut disebutkan dalam rapat itu akan adanya perbaikan manajemen di BPJS Kesehatan. Terutama terkait dengan kontrol kepatuhan pembayaran dan pembayaran yang harus dijalankan oleh badan.t menjadi Rp 9,1 triliun.