Pendidikan dokter tidak hanya cukup mengejar kompetensi, keterampilan dan pendekatan pada pasien dan berorientasi pada kepuasan, sama pentingnya. Secara kompetensi, dokter di Indonesia maupun Inggris dituntut harus mengejar indikator yang sama, harus menguasai sekitar 155 kompetensi.
Namun yang membedakannya adalah sentuhan yang lebih manusiawi, dokter di Inggris lebih bagus dalam hal komunikasi dan berorientasi pada kepuasaan pasien.
“Beberapa bulan lalu, kami ke Inggris dan melihat langsung fasilitas kesehatan terintegrasi. Jaminan kesehatannya sama dengan kita, begitu juga sistem rujukannya. Pembedanya, penanganan kesehatan yang kolaboratif, tidak hanya ditangani satu atau dua orang dokter saja namun bekerja sama dengan dokter ahli lainnya,” ujar Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) Ali Ghufron Mukti di Jakarta, belum lama ini.
Ali Ghufron mencontohkan, di Inggris untuk penanganan ibu hamil tidak hanya melibatkan dokter kandungan tetapi juga ahli gizi, dokter penyakit dalam juga ahli farmasi, semuanya berperan dalam bidangnya masing-masing.
“Kami akan mencoba menerapkan layanan yang lebih terintegrasi tersebut di sejumlah rumah sakit pendidikan di Tanah Air yakni di Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Hasanuddin, Universitas Airlangga, dan Universitas Padjajaran.”