Perusahaan teknologi medis global asal Jepang, Terumo Corporation, resmi mengakuisisi OrganOx, perusahaan pecahan dari Universitas Oxford yang mengembangkan perangkat untuk menjaga organ tetap hidup di luar tubuh manusia (preservasi organ). Nilai akuisisi ini mencapai $1,5 miliar (sekitar Rp22,5 triliun), dan disebut sebagai kesepakatan “bersejarah” oleh kalangan akademisi dan investor.
Berasal dari Universitas Oxford
OrganOx berdiri pada tahun 2008 sebagai perusahaan pecahan dari Universitas Oxford. Perusahaan ini digagas oleh profesor teknik Constantin Coussios dan ahli bedah transplantasi Peter Friend. Fokus OrganOx adalah mengembangkan teknologi preservasi organ yang memungkinkan organ tetap berfungsi normal meski berada di luar tubuh.
Menurut data perusahaan, teknologi tersebut telah digunakan sejak tahun 2013 dan telah menyelamatkan lebih dari 6.000 nyawa pasien di seluruh dunia. “Artinya, sekitar 10 pasien per hari kini bisa hidup berkat teknologi ini, dan jumlah itu terus meningkat,” ujar Prof. Coussios.
Teknologi yang “Menipu” Organ
Prof. Coussios menjelaskan cara kerja perangkat yang dikembangkan OrganOx. Mesin ini menciptakan lingkungan mirip tubuh manusia sehingga organ seolah-olah masih berada di dalam tubuh.
“Zat mirip darah dialirkan melalui organ pada suhu normal tubuh, sehingga organ bisa bernapas dan mengonsumsi nutrisi. Dengan begitu, organ berfungsi di luar tubuh hampir sama seperti saat berada di dalam tubuh,” katanya.
Keunggulan lain dari teknologi ini adalah memungkinkan dokter melakukan “test drive” organ sebelum ditransplantasikan ke pasien. Artinya, tim medis dapat menilai kondisi organ lebih akurat dan meningkatkan peluang keberhasilan operasi transplantasi.

Dampak Akuisisi Terumo
Dengan bergabungnya OrganOx ke dalam Terumo, diharapkan teknologi ini bisa menjangkau lebih banyak rumah sakit dan pasien secara global. Prof. Coussios menyebut akuisisi ini akan membuka peluang untuk memperluas aplikasi teknologi tersebut, termasuk untuk bidang di luar transplantasi.
Adam Workman, Kepala Divisi Investasi dan Ventura di Oxford University Innovation, menyebut kesepakatan ini sebagai “landmark deal”. Menurutnya, sejak awal tujuan OrganOx adalah menciptakan teknologi berkelanjutan yang dapat dimanfaatkan di seluruh dunia.
“Saya dan rekan pendiri saya akan tetap terlibat untuk memastikan teknologi ini menemukan tempatnya dalam membantu pasien di berbagai negara,” ujarnya.
Dukungan dari Universitas Oxford
Rektor Universitas Oxford, Prof. Irene Tracey, menyambut baik kabar akuisisi ini. Ia menyebut penjualan OrganOx sebagai kisah sukses yang luar biasa, baik bagi universitas, pasien, maupun industri kesehatan Inggris.
“Ini adalah kabar yang sangat menggembirakan. Tidak hanya untuk Oxford dan tim penelitinya, tetapi juga untuk Inggris. Kesepakatan ini menunjukkan apa yang bisa dicapai oleh inovasi kami,” kata Tracey.
Ia menambahkan, keberhasilan seperti ini juga berdampak positif pada mahasiswa. Dengan melihat langsung profesor yang berhasil menjadi penemu sekaligus wirausaha, mahasiswa akan lebih terinspirasi untuk menciptakan inovasi serupa.
“Kami ingin menciptakan ekosistem di mana mahasiswa bisa belajar langsung dari profesor yang bukan hanya pengajar, tetapi juga pengusaha sukses. Itu adalah inspirasi yang sangat penting,” ujarnya.
Tonggak Baru Industri Medis
Kesepakatan akuisisi senilai $1,5 miliar ini menegaskan potensi besar sektor teknologi kesehatan di kancah global. Dengan dukungan perusahaan multinasional seperti Terumo, teknologi penyelamatan nyawa yang dikembangkan di kampus kini memiliki jalur distribusi lebih luas untuk membantu pasien di berbagai belahan dunia.
Selain itu, keberhasilan OrganOx juga menjadi bukti sinergi antara dunia akademik, riset, dan industri. Dari laboratorium universitas, inovasi ini kini menjadi bagian penting dari strategi global perusahaan medis terkemuka.




