Terkait dengan kecurigaan beberapa pihak yang meragukan kemampuan Indonesia dalam mendeteksi Corona Virus, Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto membantah hal tersebut. Bahkan dirinya mengajak Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk melihat langsung dua alat pendeteksi virus korona yang dimiliki Indonesia.
“Ya saya tanggapi, bahwa itu tidak benar. Kita punya kit-nya (alatnya) untuk pemeriksaan coronavirus dan itu sudah teruji. Boleh nanti dilihat sendiri di Balitbangkes,” tegas Terawan seperti medX kutip dari situs Tempo.com.
Selain menggunakan alat deteksi pan-Corona, Kementerian Kesehatan juga menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR) yang bisa langsung mendeteksi virus korona. PCR ini diklaim alat baru yang digunakan Litbangkes untuk mendeteksi keberadaan n-CoV 2019. Tidak seperti pan-Corona yang bisa mendeteksi semua jenis coronavirus.
“Kalian bisa melihat sendiri, dan itu terbuka. Tidak ada sesuatu yang ditutupi dan memang kita punya alat itu,” tegas Terawan Agus Putranto.
Menanggapi pernyataan peneliti Harvard yang meragukan di Indonesia belum terjangkit virus korona sama sekali dan terkesan Pemerintah menutupi fakta yang sebenarnya, Terawan Agus Putranto meminta para peniliti Harvard datang ke Indonesia untuk melihat langsung.
“Ya, Harvard suruh ke sinilah. Saya buka pintunya untuk melihat. Jadi kita tidak ada yang ditutupi bahkan dari Ameria Serikat bisa lihat sendiri. Dan itu alat yang dipakai, alat dari Anda sendiri. Menurut saya di era keterbukaan ini tidak ada yang ditutupi,” ungkapnya.
Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menuturkan Indonesia harus melakukan persiapan lebih matang lagi demi menghadapi risiko penyebaran virus Corona. Mereka khawatir Indonesia tidak bisa mendeteksi virus tersebut, padahal negara-negara tetangga sudah melaporkan beberapa orang terjangkit.
Badan kesehatan di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) itu juga khawatir bahwa sampai saat ini belum ada kasus virus korona yang terdeteksi di Indonesia, sementara sampai saat ini total jumlah kasus epidemik itu telah mencapai lebih dari 40.000 di seluruh dunia, terutama Tiongkok.
Sementara itu, seorang ahli epidemiologi Marc Lipsitch di Harvard TH Chan Scool of Public Health, mengatakan ketiadaan kasus korona di Indonesia kemungkinan virus sebenarnya telah menyebar, tetapi tak terdeteksi. Jika itu terjadi, menurut dia, ada potensi bagi virus tersebut membentuk epidemi yang jauh lebih besar.