Dewasa ini, sektor layanan kesehatan memili berbagai tantangan yang cukup berat. Melonjaknya populasi populasi manusia maupun bertambahnya populasi manula berbanding terbalik dengan ketersiadaan tenaga medis.
Untungnya tantangan ini berbanding lurus dengan kemajuan perkembangan teknologi di dunia. Pemanfaatan kecerdasan buatan (AI), internet, platform software online untuk manajemen rumah sakit, hingga Augmented Reality (AR) sudah bisa dirasakan mafaatnya bagi industri kesehatan.
Khusus AR, bahkan teknologi ini oleh beberapa pihak digadang-gadang bsia menjadi teknologi andalan bagi rumah sakit dan tenaga medis.
Keunggulan dari AR yang bisa dikendalikan dari jarak jauh (remote) bisa menjadi alat kolaborasi yang andal bagi dokter.
Contohnya, seorang ahli bedah di London, Inggris dapat mengirimkan visual melalui AR kepada sesama ahli bedah di Hong Kong selama prosedur pembedahan kompleks.
Visual yang nampak sangat real dari berbagai sudut pandang ini membuat kedua ahli bedah tersebut dapat berkolaborasi dari jarak jauh demi dapat membantu menyelamatkan nyawa pasien.
Washington Post baru-baru ini melaporkan setidaknya 20 persen pasien dengan penyakit serius mengalami salah diagnosis pada awalnya. Namun berkat teknologi AR yang membuat antar dokter dapat berkolaborasi, angka ini dapat diminimalisir dengan cara yang relatif mudah.
Pertanyaannya adalah, jika memang hanya membutuhkan kolaborasi jarak jauh antar tenaga medis kenapa tidak menggunakan teknologi video conference saja?
Inilah yang membuat AR akan bisa sangat diandalkan untuk sektor kesahatan. Sebab AR bisa mengirimkan gambar visual kondisi pasien kepada dokter lain namun tetap bisa merahasiakan identitas dan kondisi ruang operasi.
Karena seperti diketahui, kerahasiaan isi ruang bedah dan identitas pasien merupakan hal yang sangat krusial dalam dunia layanan kesehatan.