Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dikabarkan akan menaikkan tarif iuran bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI). Kendati hal tersebut baru sebatas wacana namun sejumlah pihak menyambut positif hal tersebut. Pasalnya, kenaikan ini diharapkan bisa menutup defisit keuangan yang dialami BPJS saat ini karena pengeluaran yang lebih besar daripada pendapatan.
“Rencana tersebut baik karena defisit Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) semakin membesar,” ujar Kepala Bidang Advokasi lembaga swadaya masyarakat BPJS Watch Timboel Siregar sebagaimana dilansir oleh situs Kontan.co.id.
Timboel mengatakan, kenaikan iuran memang tersebut sesuai dengan aturan yang ada. Yaitu mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) nomor 82 tahun 2018, iuran ditinjau maksimal dua tahun. Oleh karena itu, tahun ini merupakan waktu yang tepat untuk melakukan peninjauan iuran. Terutama bagi peserta PBI yang dibayarkan oleh pemerintah.
Sebelumnya, iuran PBI hanya sebesar Rp 23.000 per orang. Namun, bila pemerintah tidak memiliki kemampuan anggaran, Timboel menyarankan untuk menaikkan iuran PBI sebesar Rp 30.000 per orang.
“Usulan aktuarianya iuran PBI dinaikkan menjadi Rp 36.000 per orang,” ucap Timboel.
Kenaikan tersebut diyakini akan memberikan pemasukan tambahan untuk BPJS Kesehatan sebesar hingga Rp 11,4 triliun. Angka tersebut diasumsikan dengan kenaikan terhitung sejak Januari 2019.
Dirinya melanjutkan, dari sisi pembiayaan BPJS Kesehatan harus mengendalikan Indonesian Case Base Groups (INA-CBGs) khususnya fraud. Rujukan juga harus diturunkan, ucap Timboel, mulai dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) ke rumah sakit. Hal itu dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas FKTP. Plus, memaksimalkan pemanfaatan pajak rokok.