Stroke salah satu penyakit penyebab utama kematian di Indonesia. Meski demikian, angka kejadian penyakit ini terus meningkat. Menurut data Riset Kesehatan Dasar 2013, prevalensi di Indonesia adalah 12,1 per 1.000 penduduk. Angka itu naik dibandingkan Riskesdas 2007 yang sebesar 8,3 persen. Ini menjadikan stroke sebagai penyebab kematian utama di hampir semua rumah sakit di Indonesia, yakni 14,5 persen.
Tentu dengan fakta seperti itu, dokter dan rumah sakit harus menggunakan cara pengobatan serta alat kesehatan (alkes) yang mumpuni. Digitalisasi alkes menjadi salah satu jawabannya. Tuntutan yang bakal dialami dokter dalam dunia medis selalu terkait dengan diagnosa yang cepat dan tepat. Fujifilm mencoba memberikan solusi atas masalah ini melalui salah satu produknya yaitu PACS.
“Dengan penggunaan alat PACS, dokter tidak perlu harus video diagnosa pasien dengan repot. Dokter bisa memantau pasien, bahkan tanpa perlu ke rumah sakit,” ujar National Sales Manager Divisi Medical Fujifilm Indonesia Jatmiko Dwiwantoro di Jakarta beberapa waktu lalu.
Untuk mengetahui diagnosa penyakit pasien dengan alat PACS tidak perlu lagi menggunakan kaset yang merepotkan. Dokter bisa convert file dari alat ini yang bisa menyimpan 100 gambar diagnosa pasien.
Dengan adanya alat yang mumpuni, tentu dapat meminimalkan risiko kematian pasien akibat sebuah penyakit. Contohnya saja, untuk penyembuhan pasien stroke, dokter butuh alat kesehatan canggih supaya harapan hidup pasien bertambah.
Untuk mendiagnosanya saja, pasien stroke tak perlu lama-lama mendapatkan penanganan dari dokter. Bahkan, pemantauannya bisa dilakukan di mana saja, tanpa perlu dokter dan pasien harus bertatap muka.
“Dengan adanya sistem kerja PACS, bisa memangkas SOP rumah sakit yang terlalu rumit. Dalam menangani pasien misalnya, dokter hanya butuh waktu 30 menit saja dengan mengoperasikan alat ini,” bebernya.
Penggunaan PACS juga memudahkan proses analisa dari dokter. Alat ini biasanya digunakan untuk diagnosa yang dikaitkan dengan gambar atau foto anatomi pasien.
Kalaupun pasien harus ditangani oleh satu dokter, semuanya bisa mengakses riwayat penyakit seorang pasien. Pasien juga tak usah repot mendengarkan saran dokter atas semua penyakit yang dideritanya.
Karena kapanpun pasien konsultasi, hasilnya terlalu tersimpan dalam alat ini. Dokter dan pasien juga tak perlu mengingat-ingat hasil diagnosa sebelumnya.