Deloitte Indonesia melaporkan, hanya sekitar 10% dari jumlah penduduk di Indonesia yang sudah menggunakan aplikasi digital berbasis kesehatan.
Leader Life Science & Healthcare Deloitte Indonesia Steve Aditya mengatakan studi teknologi kesehatan (eHealth) yang dilakukan oleh Deloitte Indonesia, Bahar Law Firm, dan Chapters Indonesia ini mengupas berbagai sisi, baik tentang teknologi kesehatan yang digunakan oleh para praktisi di rumah sakit, maupun aplikasi teknologi yang bisa diakses langsung oleh masyarakat berikut berbagai layanan yang ditawarkan.
Revolusi digital di bidang kesehatan ini didorong oleh pesatnya teknologi dan inovasi di bidang kesehatan yang makin mengarah pada teknologi kesehatan yang bersifat inklusif dan memungkinkan penggunanya untuk melakukan banyak hal, mulai dari berbagi dan mencari informasi kesehatan, berkonsultasi dengan dokter dan mendapatkan resep, bahkan mengunduh berkas kesehatannya.
Perkembangan teknologi memaksa perubahan yang dramatis di berbagai bidang, termasuk bidang kesehatan. Kemudahan berbagi informasi merupakan inovasi yang menjadi kata kunci revolusi teknologi kesehatan.
Di dunia internasional pengobatan jarak jauh (telemedicine), diagnosis prediktif, sensor melalui tubuh dan serangkaian aplikasi canggih mengubah cara manusia mengelola kesehatannya.
Di Indonesia, perjalanan ke arah kemudahan tersebut semakin terbuka, kini pengobatan jarak jauh semakin dimungkinkan, orang mulai menggunakan perangkat elektroniknya untuk berkonsultasi dengan dokter, berbagi informasi kesehatan antar sesama pasien, memesan dan membeli obat, dan bahkan untuk mengambil data kesehatan pasien.
“Di Indonesia masih sedikit yang menggunakan aplikasi kesehatan, sekitar 10% dari jumlah penduduk di Indonesia. Belum semua wilayah di Indonesia terjangkau dan memiliki kualitas internet yang baik,” ujarnya.
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet di Indonesia tahun 2017 menyatakan bahwa sebanyak 51% masyarakat yang menggunakan aplikasi kesehatan memanfaatkan untuk mencari informasi kesehatan, dan sebanyak 14,05% menggunakannya untuk berkonsultasi dengan ahli kesehatan.
Dalam survei, para pengguna yang menggunakan aplikasi di bidang kesehatan mengungkapkan bahwa kepraktisan dan kenyamanan dalam menggunakan aplikasi menjadi pertimbangan utama dalam menggunakan aplikasi kesehatan.
Selain itu, faktor lain adalah biaya yang rendah pilihan yang bervariasi yang menjadi pertimbangan penggunaan aplikasi kesehatan.
Sebanyak 61,2% memilih untuk tidak menggunakan aplikasi kesehatan karena kurang percaya (trust).
Hal itu dikarenakan kekawatiran pengguna adalah mengenai keamanan data pribadi, miskomunikasi, akurasi diagnosis, dan perlindungan hukum bagi pengguna.
Fakta ini kian menguatkan kemunculan revolusi pengelolaan kesehatan di kalangan masyarakat.
“Hasil dari studi yang dilakukan oleh Deloitte Indonesia, Bahar Law Firm, dan Chapters Indonesia ini kemudian akan diserahkan kepada pemerintah sebagai masukan bagi kementerian terkait dalam rangka mendorong perbaikan infrastruktur di bidang eHealth dengan tujuan untuk melindungi kepentingan masyarakat dan kemajuan eHealth di masa depan,” tuturnya.
Artikel asli ditulis oleh Yanita Petriella untuk situs Bisnis.com