Terapi oksigen hiperbarik memiliki kemampuan untuk menyembuhkan hampir 35 jenis penyakit. Demikian pernyataan yang disampaikan oleh Prof. DEA Dr. M. Guritno Suryokusumo, seorang Tenaga Ahli Hiperbarik dan Laksamana (Purn) TNI AL.
“Saya mengalami lumpuh hemiparesis dan berhasil sembuh setelah menjalani terapi oksigen hiperbarik sebanyak 30 kali dalam tiga minggu,” ujar Prof. Guritno dilansir dari ANTARA (10/7/2024).
Pernyataan tersebut ia lontarkan saat menghadiri peluncuran layanan Terapi Oksigen Hiperbarik di RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo, Jawa Timur, pada Rabu 10 Juli 2024 lalu.
Terapi Oksigen Hiperbarik Menggunakan Ruangan Bertekanan Tinggi
Terapi Oksigen Hiperbarik adalah metode pengobatan yang memberikan oksigen murni dalam ruangan khusus bertekanan tinggi. Metode tersebut kini tersedia di rumah sakit milik Pemerintah Kabupaten Situbondo.
Prof. Guritno turut mengungkapkan rasa bangga dengan upaya Pemkab Situbondo yang telah menyediakan layanan ini.
“Saya bertugas di Puslatpur Marinir 5/Baluran pertama kalinya pada tahun 90-an. Baru kali ini saya melihat adanya layanan hiperbarik,” kenangnya.
Ide menyediakan layanan terapi ini di RSUD dr. Abdoer Rahem sudah muncul delapan tahun lalu, namun baru terealisasi di era Bupati Karna Suswandi.
Prof. Guritno menjelaskan bahwa layanan ini sangat strategis. Terlebih lagi jika mengingat banyaknya penyelam tingkat nasional maupun internasional yang beraktivitas di laut Situbondo, termasuk latihan penyelaman TNI AL.
“Dengan adanya layanan ini, para penyelam dari berbagai negara akan tertarik untuk datang ke Situbondo,” jelasnya.
Awalnya untuk Terapi Kelainan Karena Menyelam
Menurut Prof. Guritno, awalnya alat hiperbarik ditemukan untuk terapi kelainan akibat menyelam. Salah satu kelainan itu seperti dekompresi yang bisa menyebabkan kelumpuhan. Namun, kini manfaatnya meluas untuk keperluan klinis lainnya.
Ia juga mengungkapkan kebahagiaannya karena rumah sakit pemerintah daerah kini bisa memberikan layanan terapi ini. Dengan hadirnya terapi tersebut dapat menangani kecelakaan akibat menyelam lebih efektif dan cepat.
“Ketika saya menjadi Kapten di Puslatpur Marinir 5/Baluran dahulu, kami harus merujuk pasien ke Surabaya yang memakan waktu lama jika terjadi kecelakaan menyelam” tuturnya.
Untuk optimalisasi layanan terapi oksigen hiperbarik, Prof. Guritno mengusulkan agar rumah sakit menyediakan generator oksigen mandiri.
Direktur RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo, dr. Roekmi Prabarini, menjelaskan bahwa layanan hiperbarik ini disesuaikan dengan karakteristik Situbondo sebagai kota penyelam dengan tingkat nasional dan internasional.
“Situbondo kerap menjadi tempat untuk latihan bersama antara negara-negara, dan dengan garis pantai sepanjang 155 kilometer, banyak nelayan yang membutuhkan layanan ini. Kehadiran hiperbarik tidak hanya untuk mencari keuntungan, tetapi untuk kepentingan masyarakat,” tambahnya.