Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia menyelenggarakan simulasi bencana nuklir. Simulasi ini dilakukan di RSUP dr. Sardjito dan Kawasan Sains dan Edukasi (KSE), Achmad Baiquni Yogyakarta. Kegiatan ini merupakan kerjasama antara Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) dan Kemenkes.
“Kemenkes dan BRIN bekerja sama dalam simulasi kegawatdaruratan bencana nuklir,” ujar Andreas Dewanto melalui rilis pers Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI di Jakarta, Rabu (27/09/2023). Ia adalah Koordinator Instruktur Simulasi Kegawatdaruratan Bencana Nuklir RSUP dr Sardjito.
Simulasi yang dilaksanakan pada Selasa (26/9) itu melibatkan Kemenkes melalui Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan yang mengevakuasi pegawai KSE bernama Achmad Baiquni yang berperan sebagai korban paparan nuklir. Andreas menjelaskan bahwa protokol evakuasi utama meliputi beberapa aspek.
Antara lain alat pelindung diri (APD) untuk tenaga kesehatan, alat pemantau radiasi, dan pengaturan ruang IGD yang bisa digunakan untuk proses dekontaminasi. Simulasi itu dibedakan menjadi tiga zona penanganan pasien dengan paparan nuklir baik di lokasi bencana maupun di IGD.
Simulasi Bencana Nuklir Dibagi Menjadi Tiga Zona
Selain menggunakan APD dan berbagai alat, simulasi bencana nuklir juga mensimulasikan tiga zona penanganan paparan nuklir. Zona ini berada di dalam lokasi bencana ataupun di IGD.
Zona pertama adalah zona panas, di mana pasien pertama kali ditangani. Kedua adalah zona hangat. Di zona ini pasien didekontaminasi untuk mengurangi tingkat radiasi. Zona ketiga adalah zona dingin, pasien dinyatakan aman setelah dekontaminasi.
Selain itu perlu diperhatikan pula pentingnya tenaga kesehatan menggunakan berbagai kelengkapan. Baik itu alat pelindung diri, alat ukur radiasi, dan melakukan dekontaminasi mandiri saat berpindah zona.
Setiap petugas kesehatan yang menangani pasien terpapar radiasi nuklir harus memakai alat ukur radiasi pribadi, yaitu personal dosimeter. Alat ini akan menunjukkan tingkat paparan radiasi yang dialami petugas.
Jika tingkat paparan sudah melebihi batas, petugas harus digantikan oleh yang lain. Teks tersebut juga membahas rencana darurat yang harus disiapkan oleh rumah sakit dalam menghadapi bencana nuklir. Rencana tersebut mencakup persiapan sumber daya manusia, informasi, logistik, dan prosedur penanganan pasien.
Di Indonesia memiliki tiga reaktor nuklir di Bandung, Serpong, dan Yogyakarta dengan kapasitas yang berbeda-beda.
“Reaktor dengan kapasitas terbesar mencapai 30 megawatt ada di Serpong. Lalu di Bandung memiliki kapasitas maksimal sampai 2 megawatt, dan Yogyakarta hingga 100 kilowatt,” kata Andreas.