Pemprov NTT tengah berencana mengadakan Kapal Rumah Sakit Terapung (RST) di provinsi tersebut. Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat mengatakan, keberadaan rumah sakit apung itu sangat penting bagi masyarakat NTT. Jika kapal itu bisa terwujud, maka seluruh masyarakat yang punya masalah kesehatan yang serius, tidak perlu jauh-jauh ke rumah sakit karena bisa ditangani secara langsung.
“Untuk dana pembelian rumah sakit apung itu, akan diintervensi dari APBN dan APBD,” ujar Viktor.
Terkait rencana itu, PT PAL Indonesia memberikan respons positif dengan mengajukan proposal. Saat ini tengah dilakukan feasibility study (FS) atau studi kelayakan dilakukan oleh Nasdec (National Sheep Design and Engineering Center), UPT dari Institut Teknologi Surabaya. Pemaparan FS dari Nasdec dan pemaparan proposal dari PAL dilakukan di ruang rapat Gubernur Kantor Gubernur Sasando.
A A Masroeri, selaku Ketua Team Nasdec dalam pemaparannya mengungkapkan, FS terkait kebutuhan teknis dari RST. Ada beberapa tahapan yang dilalui yakni tahap persiapan berupa penyusunan rencana kerja, program kerja, studi literatur serta kebutuhan dan rencana survei. Tahap berikutnya adalah melakukan kajian kebutuhan, survei daerah, kajian dan evaluasi kebutuhan teknis, serta kajian biaya operasional. Kegiatan FS direncanakan berlangsung selama 16 pekan sampai pada laporan akhir.
Sementara itu Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan Kapal PT PAL, Iman Sulaiman mengapresiasi keinginan Pemprov NTT untuk membuat RST. Dirinya juga mengatakan bahwa ini pertama kali klien PT PAL berasal dari pemerintah provinsi, karena selama ini biasanya berasal dari angkatan laut dalam dan luar negeri atau swasta.
Menurutnya, Kapal RST dapat dimodifikasi sesuai keinginan dan hasil survei keinginan pembeli. Kecepatan bisa direduce atau dikurangi sehingga harga juga bisa dikurangi. Kapal ini nantinya merepresentasikan RS Tipe C Dengan ukuran panjang 122 meter dengan 4 deck. Kecepatan maksimum 16 knot. Dalam rancangan PT PAL, kata Imam, RST dilengkapi dengan poli rawat, ruang operasi, ruang rawat inap dan UGD.
“Jenis kapal yang ideal untuk RST adalah Landing Platform Dock (LPD) seperti jenis kapal perang amfibi. Dilengkapi dengan Landing Craft Utility (LCU) atau sejenis kapal kecil amfibi untuk jemput pasien di pulau-pulau yang tidak bisa disandari. dan juga ada helipadnya,” lanjut Imam,
Secara rinci, rumah sakit terapung ini rencananya bisa menampung 32 kru, 70 staf medis, relawan 204 orang. Ruang rawat inap untuk 60 pasien ditambah 8 pasien isolasi, 4 pasien ICU, 3 pasien HCU, 16 pasien UGD. Juga ditambah 4 tenda, dengan kapasitas satu tenda untuk 10 pasien.
Untuk biaya yang dibutuhkan, Iman menaksir bahwa proyek ini akan menghabiskan biaya Rp 600 miliar lebih dengan kurun waktu pengerjaan sekitar 30 bulan.