Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013, kesadaran masyarakat akan bahaya hipertensi atau tekanan darah tinggi masih rendah. Pasalnya mereka menemukan bahwa 25,8% masyarakat Indonesia menderita penyakit tersebut namun hanya 1/3 yang terdiagnosa, dan hanya 0,7% kasus yang dikontrol dengan obat.
Padahal hipertensi adalah faktor resiko stroke terbesar. Sedangkan menurut worldlifeexpectancy.com, stroke merupakan pembunuh nomor satu di Indonesia, dengan angka kematian 19.79% dari total kematian dan tingkat kematian hingga 186,29 per 100.000 orang. Hal ini menempatkan Indonesia pada posisi nomor satu di dunia.
Menanggapi hal tersebut, Philips, perusahaan multi nasional yang selama ini dikenal penghasil produk-produk alat kesehatan, memiliki aplikasi khusus untuk pasien hipertensi bernama Philips eCareCompanion, walaupun saat ini belum tersedia di Indonesia.
Ini adalah aplikasi telemedis yang dapat diakses pasien menggunakan tablet dan digunakan untuk membagikan informasi kesehatan dengan tim medis yang merawatnya.
Cara kerjanya, pasien memasukkan informasi data kesehatan dan mengirimkannya ke tim perawat untuk ditinjau. Pasien juga bisa menjawab pertanyaan survei, membalas email, menerima pengingat tentang rencana perawatan mereka, dan melakukan video call dengan penyedia layanan kesehatan mereka.
Menurut Direktur Philips Indonesia Suryo Suwignjo, Indonesia memang belum semaju Amerika Serikat atau pun negara-negara Eropa “Akan tetapi negara ini pelan-pelan mengarah kepada solusi telemedis dan software development untuk deteksi penyekit dini,” ungkapnya.
Suryo melanjutkan, masyarakat pada umumnya tidak menganggap penting tindakan pencegahan, terutama deteksi dini. Mereka akan pergi ke fasilitas kesehatan ketika sudah jatuh sakit.
“Pola pikir seperti ini harus berubah. Kesadaran untuk hidup sehat memang sudah cukup baik, tetapi tidak demikian dengan deteksi dini,” pingkasnya.