Kenaikan belanja pemerintah di program Jaminan Kesehatan Nasional akan mendongkrak kebutuhan alat kesehatan sebesar 10% pada tahun depan menjadi Rp27 triliun.
Hal ini diungkapkan oleh Ketua Umum Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia Ade Tarya Hidayat di sela rakernas Perkumpulan Organisasi Perusahaan Alat Kesehatan dan Laboratorium (Gakeslab) beberapa waktu lalu.
Hanya saja, peranan industri alat kesehatan dalam pasar domestik negeri masih terbilang minim lantaran hanya mampu menguasai 8% pangsa pasar domestik. Sebaliknya, porsi produk impor masih mendominasi pasar domestik hingga 92%.
Menurutnya, pemerintah perlu terus mendorong penyerapan produk domestik pada pengadaan alat kesehatan pada fasilitas milik pemerintah. Salah satu kendala yang menahan laju pertumbuhan investasi pabrikan alat kesehatan adalah kecenderungan perilaku konsumen yang lebih mengutamakan pembelian produk impor.
“Alkes itu termasuk salah satu produk yang pembuatan dan pendistribusiannya highly regulated oleh pemerintah. Hanya memang pemerintah perlu mengedukasi perilaku konsumen yang punya mindset alkes impor lebih baik daripada buatan lokal meskipun kualitasnya sama,” ujarnya.
Kecenderungan itu membuat pabrikan dalam negeri sulit memasarkan produknya. Di samping itu, industri akhirnya lebih banyak memproduksi alat kesehatan teknologi rendah untuk mencegah risiko hasil produksi yang tak terserap. “Jangan nanti sudah investasi besar tapi memasarkannya tetap saja susah,” ujarnya.
Pabrikan dalam negeri sudah mampu mengekspor berbagai produk alat kesehatan seperti kursi roda, tempat tidur di rumah sakit, meja operasi, dan sarung tangan latex ke Amerika Serikat.