Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menegaskan komitmen tinggi Pemerintah Indonesia untuk mencapai akses kesehatan universal yang diterjemahkan ke dalam kebijakan pembangunan kesehatan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
Hal ini disampaikan pada acara Financing Universal Health Coverage (UHC), yang merupakan bagian dari World Bank Group-International Monetary Fund Spring Meeting di Washington DC, Amerika Serikat.
Adapun tujuan pembangunan kesehatan dalam RPJMN 2015-2019 tidak hanya untuk meningkatkan status kesehatan dan gizi penduduk, tetapi juga untuk meningkatkan pemerataan layanan kesehatan dan perlindungan finansial.
“Namun, meskipun perlindungan finansial berhasil mencapai target sebagian besar penduduk, Indonesia tetap perlu meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan untuk mencapai UHC,” jelas Bambang seperti dilansir oleh SindoNews.com.
UHC sendiri adalah komitmen pemerintah di seluruh dunia untuk meningkatkan kesehatan masyarakatnya yang memiliki dampak langsung terhadap kualitas SDM negara tersebut. Dengan memastikan akses ke layanan kesehatan yang berkualitas, masyarakat dapat menjadi lebih produktif dan anak-anak menjadi sehat dan berprestasi di sekolah. Dengan perlindungan risiko finansial, masyarakat dicegah masuk ke dalam lingkaran kemiskinan yang lebih dalam karena harus membayar biaya kesehatan yang sangat besar.
“UHC adalah komponen penting dari pembangunan berkelanjutan dan pengurangan kemiskinan, dan menjadi elemen kunci dalam mengurangi kesenjangan sosial,” jelas Bambang Brodjonegoro.
Dalam Global Monitoring Report on Tracking Universal Health Coverage 2017, WHO dan World Bank menggunakan dua indikator untuk memantau kemajuan negara menuju UHC. Selain perlindungan finansial, indikator lainnya adalah indeks cakupan layanan yang menunjukkan tingkat cakupan layanan esensial, seperti kesehatan reproduksi, kesehatan ibu dan anak, pengendalian penyakit, serta kapasitas dan akses layanan.
Pada 2015, tingkat cakupan layanan sangat bervariasi di seluruh negara, mulai 22 (terendah) dan 86 (tertinggi). Indonesia berada di tengah dengan indeks 49. Dibandingkan dengan negara-negara lain di wilayah Asia Tenggara, cakupan layanan esensial di Indonesia masih rendah, menunjukkan bahwa ada segmen populasi yang tidak memiliki cakupan penuh dengan layanan kesehatan esensial.
Untuk mencapai UHC, Indonesia harus berinvestasi dalam layanan kesehatan publik, termasuk layanan kesehatan ibu, bayi, dan anak serta tindakan dan perawatan promotif dan preventif penyakit tidak menular. Kedua, memperkuat aspek sisi suplai SDM, farmasi dan peralatan kesehatan, infrastruktur, dan sistem informasi kesehatan.
Ketiga, meningkatkan pembiayaan kesehatan melalui perluasan keanggotaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), meningkatkan efisiensi, serta mengeksplorasi sumber pendanaan baru. Keempat, memperkuat tata kelola dan pendekatan multisektor.
“Untuk memastikan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan, Pemerintah Indonesia memperkenalkan JKN pada 2014. Dengan prinsip no one left behind, setiap orang diharuskan memiliki asuransi kesehatan. Hingga Maret 2019, 78% atau 218 juta orang telah mengikuti JKN. Hampir setengah dari jumlah itu adalah penduduk miskin dan hampir miskin, yaitu 40% dari masyarakat berpenghasilan rendah yang preminya dibayar pemerintah,” ujar Menteri Bambang.
Untuk mengurangi kesenjangan kesehatan, Pemerintah Indonesia melanjutkan kebijakan afirmatif untuk meningkatkan jumlah fasilitas kesehatan terakreditasi dan tenaga kesehatan di seluruh wilayah. Pemerintah Indonesia memperluas cakupan Premium Assistance Beneficiaries (PBI) untuk 40% keluarga berpenghasilan rendah.
Pemerintah Indonesia juga mendukung pemerintah daerah melalui kebijakan transfer fiskal sehingga daerah dapat meningkatkan ketersediaan fasilitas dan layanan kesehatan berkualitas. Selain itu, penerapan standar layanan minimum diperlukan untuk memastikan setiap kabupaten menyediakan akses ke layanan kesehatan untuk semua lapisan masyarakat.