Unit Digital Transformation Office (DTO) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengumumkan secara resmi startup kesehatan yang telah melewati uji coba Regulatory Sandbox klaster Telekesehatan.
Chief DTO Kemenkes Setiaji menyatakan ada 14 peserta yang tercatat masih berada pada program tersebut. Sebelumnya ada 15, namun 1 startup dinyatakan tutup akhir tahun ini.
Disampaikan Setiaji, ke-14 startup ini telah melewati berbagai proses, mulai dari live testing, simulasi, hingga pengecekan administrasi. Hasilnya pengujiannya dibagi dalam tiga kategori status, yaitu “Direkomendasikan”, “Direkomendasikan Bersyarat”, dan “Perbaikan”.
Tidak Ada Startup Kesehatan yang Mendapatkan Status “Direkomendasikan”
Sebanyak 6 startup mendapat status “Direkomendasikan Bersyarat” dan 8 lainnya berstatus “Perbaikan”
Ini berarti tidak ada tidak ada yang lolos kategori ‘Direkomendasikan’, hanya lolos bersyarat dan perlu perbaikan.
Adapun 6 startup yang mendapatkan status “Direkomendasikan Bersyarat” adalah:
- Alodokter
- Good Doctor
- Halodoc
- Naluri
- Sehati TeleCTG
- Sirka
Enam startup kesehatan di atas, mendapat waktu 3 bulan untuk melakukan penyesuaian pada produknya. Kendati begitu, mereka berhak memakai logo Kementerian Kesehatan dengan status “Dibina Kemenkes”. Ini berarti memberi jaminan kepada masyarakat untuk menggunakan produk dan layanan mereka.
Sedangkan startup dengan status “Perbaikan”, diberikan waktu 6 bulan untuk melakukan perubahan pada produknya. Mereka akan memakai logo Kementerian Kesehatan dengan status “Diawasi Kemenkes”, yang berarti status ini akan dicabut apabila tidak ada perbaikan selama periode waktu yang diberikan.
8 startup yang mendapatkan status “Perbaikan”, antara lain:
- Cexup
- FitHappy
- Getwell
- Klinik SIms Sihat
- Lifepack
- MediPlus
- MyCLNQ
- Riliv
Sedangkan dari sisi aspek pengujian, ada 6 hal yang menjadi penilaian, yaitu:
- Fungsionalitas; menguji apakah fitur dapat berjalan dengan baik.
- Keamanan; mencakup praktik keamanan untuk perlindungan data.
- Privasi data; mencakup keamanan data pribadi hingga data medis.
- Uji spesifik klaster; tata kelola terkait fitur tertentu, seperti telemedis, peresepan, dan penyampaian informasi medis.
- Inklusivitas; menguji apakah inovasinya inklusif, tak hanya dari sisi teknologi (bandwith untuk akses layanan), fitur untuk disabilitas.
- Integrasi; kemampuan platform dan aplikasi untuk terintegrasi dengan Satu Sehat.
Dikutip dari Daily Social, Setiaji menyatakan bahwa masih ada 17 klaster lagi yang pengujian sandbox-nya akan dibuka pada tahun depan. Misalnya, klaster industrial dan inovasi.
Pada umumnya, aspek pengujiannya tetap sama, akan disesuaikan dengan solusi pada klaster tersebut”, pungkasnya.