Dalam pelaksanaan JKN-KIS, kecurangan berpotensi besar terjadi. Baik itu dilakukan oleh pemberi layanan (fasilitas kesehatan, penyedia obat dan alat kesehatan), peserta maupun BPJSK sendiri. Dari peserta, potensi kecurangan tersebut bisa berupa pemalsuan kartu atau identitas, dan menggunakan kartu milik orang lain.
Hasil lanjut dari audit program JKN-KIS yang dilakukan oleh pengelola BPJS Kesehatan menemukan bahwa ternyata sistem sidik jadi mencegah tindakan kecurangan (fraud).
Untuk itu, per Mei 2019 BPJS Kesehatan (BPJSK) akan mulai memberlakukan sistem finger print (fitur sidik jari) untuk pelayanan pasien Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) di rumah sakit (RS). Tak hanya mencegah potensi kecurangan namun diharapkan bisa ebih memudahkan pasien saat mendapatkan layanan di RS.
Awalnya sistem sidik jari ini terlebih dahulu diterapkan untuk peserta hemodialisis. Kemudian sekarang diperluas untuk pasien rawat inap, rehabilitasi medik, pelayanan mata, dan jantung.
“Penggunaan sidik jari wajib untuk semua RS, namun sekarang ini (didahulukan) untuk RS yang siap alat sidik jarinya,” terang Kepala Humas BPJSK Iqbal Anas Ma’ruf.
Iqbal juga mengatakan bahwa penerapan sidik jari bertujuan untuk simplifikasi administrasi, mengurangi foto kopi atau penggunaan kertas, dan memudahkan pasien ketika kehilangan atau lupa kartu.
Sekedar informasi, saat ini jumlah peserta JKN-KIS telah mencapai 220,4 juta jiwa lebih atau 83,5% dari total penduduk Indonesia. Pemerintah menargetkan di akhir 2019 nanti tercapai Universal Health Coverage (UHC), di mana 100% penduduk Indonesia atau totalnya 257,5 juta orang terlindungi JKN-KIS.