Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) mencatat angka Rp22,2 Triliun untuk biaya pelayanan gagal ginjal. Jumlah tersebut didapatkan pada periode antara 2014 – 2022.
“Gagal ginjal termasuk ke dalam penyakit katastropik dari delapan penyakit. Gangguan pada ginjal ini ada pada urutan keempat di bawah jantung, kanker, dan stroke,” ujar Asisten Deputi Bidang Kebijakan Penjaminan Manfaat Rujukan BPJS Kesehatan, Mokhamad Cucu Zakaria melalui kanal diskusi daring dilansir dari Antara News (15/02/2023).
Apabila dihitung seluruhnya, biaya pelayanan kesehatan tersebut meningkat dari semula Rp33,3 triliun menjadi Rp97 triliun. Sebanyak 24-26% dari total biaya itu dialokasikan kepada pelayanan delapan penyakit katastropik. Ke delapan penyakit itu antara lain gagal ginjal, sirosis hepatis, hemofilia, kanker, jantung, leukemia, stroke, dan thalassemia.
BPJS Memberikan Kemudahan Akses Pelayanan Gagal Ginjal
BPJS Kesehatan berupaya memberikan kemudahan bagi pasien untuk mengakses pelayanan dan administrasi untuk penyakit gagal ginjal. Diantaranya saat menjalani terapi rutin seperti hemodialisa pada Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL).
Komitmen BPJS Kesehatan diwujudkan salah satunya dengan menggunakan selang sekali pakai pada layanan hemodialisa. Akan tetapi apabila situasi mengharuskan penggunaan selang reuse maka dikecualikan.
Pada layanan Hemodialisa (HD) ini dibutuhkan kolaborasi antara pasien dan pihak pemberi layanan kesehatan. Pasien diharapkan aktif untuk memastikan pelayanan yang didapatkan memang sesuai. Di sisi lain pihak klinik atau rumah sakit juga berkomitmen untuk selalu memberikan pelayanan sesuai dengan hak dan kebutuhan pasien.
Distributor alat kesehatan (alkes) seperti dialyzer untuk gagal ginjal juga harus turut aktif menjaga mutu dan akuntabilitas penggunaan alat dialyzer single use. Pihak Kementerian Kesehatan dan organisasi profesi di bidang medis juga turut bertanggung jawab untuk menetapkan standar pelayanan hemodialisis yang baik.
Cucu juga menjelaskan mengenai pelayanan Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) pemasangan awal kateter dapat dilakukan oleh dokter spesialis bedah. Selain itu juga bisa oleh dokter spesialis penyakit dalam yang terlatih. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 3 Tahun 2023.