Rumah sakit (RS) berharap kebijakan fingerprint (sidik jari) pada peserta BPJS Kesehatan dilakukan tidak hanya di rumah sakit, tapi juga di fasilitas kesehatan tingkat pertama yaitu puskesmas, klinik, dan dokter keluarga.
“Pembaruan data fingerprint seharusnya jangan hanya di rumah sakit tapi mulai dari faskes pertama. Dengan bagi-bagi seperti ini bisa menghindari penumpukan pasien saat perekaman sidik jari. Penerapan kebijakan ini sebaiknya bertahap ya pelan-pelan,” kata Sekretaris Jenderal Asosisi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Ichsan Hanafi sebagaimana dilansir oleh detikHealth.
Fingerprint kali pertama diterapkan pada 2018 terhadap pasien hemodialisa atau cuci darah. Mulai 1 Mei 2019 kebijakan diperluas untuk pasien di poli mata, jantung, dan rehabilitasi medik. Aturan ini nantinya akan diterapkan pada seluruh poli di rumah sakit.
Menurut Ichsan, rumah sakit memang tidak keberatan dengan penerapan awal aturan fingerprint. Namun hal ini jadi masalah ketika penerapan aturan diperluas dan rumah sakit harus memenuhi sarananya sendiri. Belum lagi pelayanan yang menjadi terhambat karena pasien harus antri ambil sidik jari.
Rumah sakit sebetulnya tidak keberatan dengan penerapan kebijakan, yang bertujuan menekan penyalahgunaan kartu layanan kesehatan. Namun, Ichsan berharap BPJS Kesehatan bisa membantu pelaksanaan penerapan aturan fingerprint di rumah sakit. Termasuk dengan sektor lain, misal dinas pendudukan dan catatan sipil atau Kementerian Dalam Negeri, yang sudah lebih dulu punya rekaman sidik jari masyarakat untuk E-KTP.