Kemenkes terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia. Salah satunya adalah dengan mengalokasikan anggaran sebesar Rp5,6 triliun untuk alat kesehatan (alkes) penyakit prioritas.
Alkes penyakit prioritas adalah alkes yang digunakan untuk mendiagnosis, mencegah, atau mengobati lima penyakit utama yang menjadi prioritas pemerintah. Lima penyakit itu antara lain penyakit jantung, kanker, stroke, gagal ginjal, dan bayi lahir prematur.
Kemenkes RI telah menghabiskan dana sebesar Rp5,6 triliun pada tahun 2022 dan 2023 untuk menyediakan alkes bagi penanganan lima penyakit utama yang menjadi fokus pemerintah.
“Ini adalah upaya untuk memperkuat semua RSUD. Jumlahnya antara lain 514 kabupaten/kota dan 38 provinsi. Penyediaan alkes ini demi memberikan layanan kesehatan untuk penyakit-penyakit tersebut,” ujar Menkes Budi Gunadi Sadikin seperti dikutip dari Antara (07/11/2023). Menkes menyampaikan hal ini dalam Raker dengan Komisi IX DPR RI yang dilakukan secara daring di Jakarta, Selasa.
Alkes Penyakit Prioritas untuk Berbagai Tingkatan Rumah Sakit
Lima penyakit utama yang dimaksud meliputi pelayanan jantung. Mulai dari pemasangan ring, kemudian layanan stroke, sampai bedah kanker dengan kemoterapi. Lalu ada pula layanan batu ginjal dengan hemodialisa, dan bayi lahir prematur. Kondisi bayi prematur ini untuk bayi yang memiliki berat kurang dari 1.800 gram.
Menkes Budi menjelaskan bahwa pengadaan alkes pada 2022 mencakup 465 alkes dengan anggaran Rp3,2 triliun. Lalu pada 2023 telah menghabiskan Rp2,4 triliun untuk 230 alkes. Menurut Menkes, alkes-alkes tersebut disalurkan ke tiga tingkatan rumah sakit. Dimulai dari kelas madya, utama, dan paripurna, di seluruh wilayah.
Dana tersebut juga digunakan untuk pengadaan alkes yang berhubungan dengan radioterapi. Beberapa diantaranya seperti mamografi, cath lab, MRI, dan Linex. Menkes Budi menyebutkan bahwa 183 dari 202 alkes yang beradiasi telah mendapatkan izin penggunaan di Indonesia dari Bapeten per 31 Oktober 2023.
Menteri Kesehatan juga mengatakan izin tersebut diperlukan untuk mengukur tingkat paparan radioaktif alkes. Kemenkes juga meningkatkan komunikasi dengan Bapeten demi mempercepat pemberian izin penggunaan alkes beradiasi.