Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah merilis aturan baru terkait Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan Bobot Manfaat Perusahaan (BMP). Regulasi tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No 35 Tahun 2025 tentang Ketentuan dan Tata Cara Sertifikasi TKDN dan BMP. Kehadiran aturan ini diharapkan mampu memperkuat daya saing industri nasional sekaligus mendorong investasi manufaktur di dalam negeri.
Namun, sejumlah pelaku usaha menilai implementasi aturan TKDN perlu diperjelas agar tujuan utamanya benar-benar tercapai. Salah satu masukan datang dari Perkumpulan Organisasi Perusahaan Alat-Alat Kesehatan dan Laboratorium (Gakeslab). Wakil Ketua II Gakeslab, Irwan Hermanto, menekankan pentingnya membedakan perlakuan TKDN antara perusahaan yang berinvestasi membangun pabrik dengan pihak yang hanya melakukan maklon atau memproduksi di fasilitas yang sudah ada.
Harapan Pelaku Industri
Irwan menjelaskan, saat ini terdapat banyak perusahaan lokal yang berinvestasi mendirikan pabrik di Indonesia. Namun, di sisi lain, ada juga pelaku usaha yang hanya menitipkan produksi di pabrik yang sudah berdiri tanpa menanamkan modal untuk membangun fasilitas baru. Dalam praktik umum, model ini dikenal dengan istilah maklon.
“Harapan kami, bagi perusahaan yang sudah berinvestasi membangun pabrik, perlakuan TKDN perlu dibedakan dengan mereka yang hanya maklon. Dengan begitu, perusahaan yang saat ini hanya memanfaatkan fasilitas produksi bisa terdorong untuk ikut berinvestasi membangun pabrik. Karena tujuan TKDN pada dasarnya memang untuk mendorong investasi,” ujar Irwan dikutip dari CNBC Indonesia.
Menurutnya, kebijakan TKDN sejauh ini memang sudah memberikan dampak positif bagi pertumbuhan industri dan penyerapan tenaga kerja. Namun, ia menilai arah kebijakan perlu lebih dipertajam agar manfaatnya semakin terasa bagi pelaku usaha yang berkomitmen jangka panjang.
Kritik Terhadap Sistem Maklon
Irwan yang juga menjabat sebagai Direktur Utama PT Industri Medika Nasional menjelaskan, dalam sistem maklon, satu pabrik bisa memproduksi berbagai merek produk dari pihak ketiga. Akibatnya, nilai TKDN yang dihitung sering kali sama antara pemilik pabrik dengan perusahaan yang sekadar menitipkan produksi.
“Untuk maklon, boleh dikatakan satu pabrik bisa membuat produk yang berbeda-beda. Namun, nilai TKDN yang tertera tetap sama dengan milik pemilik pabrik. Jadi meskipun perusahaan lain hanya menitip produksi, mereka tetap mendapatkan nilai TKDN serupa dengan pemilik pabrik yang sudah berinvestasi,” jelasnya.
Hal ini dinilai tidak adil bagi investor yang sudah mengeluarkan modal besar membangun fasilitas produksi. “Kalau perlakuannya sama, siapa yang mau invest? Semua orang bisa memilih jalur maklon saja. Padahal, tujuan besar TKDN adalah mendorong hadirnya manufaktur baru di Indonesia,” kata Irwan.
Ia menambahkan, investasi pembangunan pabrik memiliki manfaat lebih luas. Selain membuka lapangan kerja baru, perusahaan yang sudah berinvestasi berpotensi mengembangkan riset dan inovasi produk di masa depan. “Yang investasi pabrik kemungkinan bisa melompat ke riset dan pengembangan yang lebih besar. Kalau tidak investasi, kontribusi ke R&D biasanya kecil,” lanjutnya.
TKDN dan Arah Kebijakan Industri
Konsep TKDN pada dasarnya bertujuan meningkatkan penggunaan produk dalam negeri sekaligus memperkuat rantai pasok industri nasional. Dengan adanya peraturan baru, pemerintah berharap sertifikasi TKDN dan BMP dapat berjalan lebih transparan serta memberikan insentif yang jelas bagi pelaku usaha.
Dalam konteks industri alat kesehatan dan laboratorium, regulasi ini juga diharapkan mempercepat kemandirian sektor medis di Indonesia. Pandemi COVID-19 sebelumnya telah menjadi pelajaran penting tentang urgensi memperkuat industri alat kesehatan dalam negeri.
Meski demikian, suara dari asosiasi seperti Gakeslab menunjukkan bahwa masih diperlukan penyesuaian dalam implementasi kebijakan. Perbedaan perlakuan antara perusahaan yang berinvestasi langsung dan perusahaan maklon dianggap penting agar tidak mengurangi motivasi investor untuk menanamkan modal di Indonesia.




