Program Desa Bijak Antibiotik (SAJAKA) telah menunjukkan hasil signifikan dalam meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap resistensi antimikroba (AMR).
Ini adalah program pertama di Indonesia yang berfokus pada penggunaan antibiotik secara bijak. Melalui pendekatan lintas sektoral yang melibatkan keluarga, sekolah, dan tenaga kesehatan, program ini berhasil menjangkau ratusan warga dan tenaga kesehatan di berbagai desa.
AMR: Ancaman Kesehatan Global yang Mendesak
Resistansi antimikroba (AMR) telah menjadi salah satu masalah kesehatan global paling mendesak.
Data pada 2019 menunjukkan bahwa AMR bakteri bertanggung jawab atas 1,27 juta kematian di dunia, dengan proyeksi mencapai 10 juta kematian setiap tahun pada 2050 jika tidak segera ditangani.
Program SAJAKA yang dimulai pada Juli 2022 hadir sebagai langkah konkret untuk menekan angka proyeksi ini.
Melalui inisiatif dari One Health Collaboration Center (OHCC) Universitas Udayana, program ini menjadikan Desa Bengkel sebagai desa percontohan. Nantinya akan diperluas ke empat desa lain di Kecamatan Kediri—Buwit, Nyitdah, Belalang, dan Pejaten—dengan dukungan strategis dari Pfizer Indonesia.
Perluasan ini bertujuan untuk memahami tantangan di berbagai komunitas dan menyempurnakan pendekatan program.
Keberhasilan Program SAJAKA 2024
Menurut Prof. Dr. dr. Ni Nyoman Sri Budayanti, Sp.MK(K)., Koordinator Udayana OHCC, program SAJAKA berhasil menjangkau berbagai lapisan masyarakat, mulai dari ibu rumah tangga hingga pelajar.
“Sebanyak 399 ibu rumah tangga telah kami edukasi untuk menjadi pengambil keputusan dalam kesehatan keluarga, sementara 419 siswa mendapatkan edukasi interaktif tentang antibiotik dan AMR,” jelasnya dilansir dari siaran pers Pfizer (20/11/24).
Selain itu, program ini melibatkan 15 edukator dan melatih tenaga kesehatan melalui diskusi dan pelatihan kolaboratif.
Program ini tidak hanya memberikan informasi tetapi juga membangun kesadaran kolektif di masyarakat tentang pentingnya penggunaan antibiotik yang bijak.
“Langkah-langkah ini menjadi pondasi kuat untuk menekan risiko AMR,” tambah Prof. Sri Budayanti.
Peran Aktif Desa dan Dukungan Pfizer Indonesia
Drs. Dewa Putu Alit Artha, Kepala Desa Nyitdah, menyatakan bahwa program SAJAKA telah mengubah pola pikir masyarakat terkait penggunaan antibiotik.
“Kegiatan ini melibatkan kader posyandu dan bidan desa melalui berbagai aktivitas seperti posyandu balita, ibu hamil, remaja, hingga senam lansia,” ungkapnya. Ia berharap program serupa yang mendukung pola hidup bersih dan sehat terus berlanjut.
Pfizer Indonesia juga memberikan kontribusi penting dalam keberhasilan program ini. Khoirul Amin, Senior Manager, Global Policy & Public Affairs Pfizer Indonesia, menyebut keterlibatan perusahaan ini sebagai komitmen nyata untuk mendukung upaya pencegahan AMR.
“Program ini menunjukkan pentingnya kolaborasi antara masyarakat, akademisi, dan sektor swasta untuk menangani AMR secara menyeluruh,” tuturnya.
Inspirasi bagi Daerah Lain
Kolaborasi lintas sektoral dalam program SAJAKA menjadi contoh sukses bagaimana pendekatan berbasis masyarakat (bottom-up) dapat diterapkan di berbagai daerah lain di Indonesia.
Program ini menunjukkan bahwa dengan melibatkan berbagai pihak, upaya mengatasi AMR dapat dimulai dari komunitas terkecil, yaitu desa.
“SAJAKA adalah bukti bahwa kolaborasi dengan pendekatan masyarakat mampu membawa perubahan signifikan dalam penanganan AMR. Kami berharap inisiatif ini dapat menjadi inspirasi bagi daerah lain untuk menerapkan program serupa,” tutup Prof. Sri Budayanti.
Resistensi antimikroba (antimicrobial resistance/AMR) adalah kondisi di mana obat antimikroba kehilangan efektivitasnya dalam melawan bakteri, virus, atau jamur di dalam tubuh.
Penyebab utama AMR pada manusia antara lain penggunaan antimikroba yang tidak tepat. Ketidaktepatan ini dapat berasal dari segi pemilihan jenis obat, indikasi penggunaannya, dosis yang diberikan, maupun cara pemberiannya.