Satu terobosan dilakukan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yakni melakukan kolaborasi penelitian dengan Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) dari University of Washington untuk memprediksi penyakit di masa depan serta memetakan pola persebaran penyakit di daerah-daerah Indonesia.
Dilansir oleh situs Kontan, Direktur Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) University of Washington, Prof. Christopher Murray mengatakan, berdasarkan hasil penelitian mereka, terjadi pergeseran tren penyakit di Indonesia selama 27 tahun terakhir.
Pada tahun 1990, gangguan persalinan (neonatal disorders) menempati urutan pertama sebagai kasus penyakit terbanyak yang terjadi, disusul oleh infeksi saluran pernapasan bawah, gangguan pencernaan, tuberkulosis, dan stroke. Namun pada tahun 2017, stroke menjadi yang teratas, diikuti oleh penyakit jantung, diabetes, gangguan persalinan, serta tuberkulosis. Adapun faktor yang menyebabkan perubahan tren ini salah satunya adalah gaya hidup.
“Ada beberapa hal yang berkontribusi atas munculnya penyakit-penyakit tersebut, yaitu tekanan darah tinggi, gula darah tinggi, obesitas, pola makan, dan rokok,” ujar Murray.
Sedangkan pada 2040, Peneliti lulusan Harvard University ini melanjutkan memprediksi penyakit jantung akan menempati peringkat pertama. Disusul dengan stroke, diabetes, gagal ginjal kronis, dan tuberkulosis. Empat dari lima penyakit tersebut merupakan penyakit tidak menular yang sebetulnya bisa dicegah melalui upaya promotif dan preventif.
Sementara itu, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan bahwa pihaknya siap turut serta dalam kolaborasi penelitian di bidang kesehatan bersama IHME University of Washington, juga para peneliti dan akademisi lainnya yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
“Tentu kami membutuhkan masukan dari berbagai pihak, termasuk akademisi dan peneliti, baik dari dalam negeri maupun dari mancanegara. Kami dengan senang hati membuka kesempatan untuk berkolaborasi melakukan riset bersama di bidang kesehatan. Harapannya, hasil riset tersebut dapat menjadi bahan evaluasi untuk menyempurnakan pelaksanaan JKN-KIS,” pungkas Fachmi.