Tarif baru layanan rumah sakit akan diujicoba oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada akhir tahun 2019 ini. Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Bidang Jaminan Kesehatan Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (P2JK) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Doni Arianto.
“Angka tepatnya belum keluar karena masih dalam tahap perhitungan. Nantinya akan kita lihat apakah tarif ini bersahabat dengan masyarakat, dengan mempertimbangkan beban pengeluaran rumah sakit. Kita juga ingin melihat respon rumah sakit dan efeknya pada beban biaya yang ditanggung Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan,” ujar Doni.
Dirinya melanjutkan, layanan ini sendiri mengacu pada Indonesia Case Based Group’s (INA-CBG’s) yaitu paket tarif rumah sakit yang digunakan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Sedangkan penyusunan tarif baru dilakukan melalui kerja sama dengan rumah sakit dan organisasi profesi kedokteran.
Kerja sama dengan rumah sakit memungkinkan penghitungan rata-rata biaya pengeluaran per layanan, yang disebut hospital based rate. Sementara kerja sama dengan organisasi kedokteran bertujuan menyusun klasifikasi tarif baru dalam INA-CBG’s.
Salah satu hal yang mempengaruhi perhitungan tarif adalah adjusment factor yang bisa terdiri atas inflasi, politik, dan fiskal. Menurut Doni, tarif INA-CBG’s idealnya naik sesuai dengan tingkat inflasi. Besarnya tarif tersebut nantinya akan berdampak pada premi yang harus dibayar peserta JKN.
“Nantinya bisa tarif INA-CBG’s atau premi yang naik terlebih dulu bergantung kebijakan pemerintah. Yang pasti saat ini semua sedang kita hitung dan disimulasikan antara tarif dengan premi. Kita ingin INA-CBG’s ini sesuai dengan kondisi dan hospital based rate di Indonesia,” pungkas Doni.